Tahun 2020 hampir berakhir. Kita akan segera memasuki tahun yang baru, tahun 2021. Rasa-rasanya banyak yang sepakat bahwa tahun 2020 ini adalah tahun yang penuh kejutan sekaligus berat.
Pandemi Covid-19 yang kasus pertamanya ditemukan akhir 2019 dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia. Awalnya beberapa pejabat kita masih sempat meremehkan keberadaan virus ini bahkan dengan nada guyon mengatakan itu takkan mungkin sampai ke Indonesia.
Kisah berikutnya sudah kita ketahui dan alami bersama. Sejak kasus pertama ditemukan di bulan Maret, sampai hari ini pemerintah kita terlihat masih kewalahan menghadapinya.Â
Kita sebagai warga juga diliputi suasana yang tegang dan mencekam. Aktivitas keseharian yang bisa dilakukan diwaktu normal mendadak tak bisa lagi bebas dilakukan. Kemana-mana kita selalu diliputi rasa kuatir dan was-was agar jangan sampai tertular virus. Praktis perasaan-perasaan semacam itulah yang kita rasakan di sepanjang tahun ini.
Tiba-tiba saja tahun 2020 ini akan segera berlalu. Mengapa saya katakan tiba-tiba? Bayangkan, selama berbulan-bulan kita terpaksa lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Mau tidak mau kita harus segera beradaptasi dengan berbagai kebiasaan baru. Belajar dari rumah, bekerja dari rumah bahkan bagi sebagian orang (termasuk keluarga kami) beribadah pun cukup di rumah saja. Praktis kita hanya menjalani kehidupan "normal" dalam dua bulan pertama di awal tahun saja. Sementara sisanya, kita dipaksa menikmati kehidupan "new normal".Â
Lupakan soal masa liburan yang lazimnya bisa dimanfaatkan untuk bersenang-senang atau minimal membuat rileks fikiran. Pemerintah secara resmi sudah memangkas jatah liburan akhir tahun. Lagipula menurut saya, apa nikmatnya liburan dengan suasana hati yang was-was dan penuh kekuatiran?
Gaduh dan saling menyalahkan
Lebih menyebalkan ketika media (sosial) yang seharusnya bisa menjadi tempat untuk mendapatkan "liburan" dan hiburan saat kita banyak menghabiskan waktu di rumah, justru jauh dari yang diharapkan.
Hari demi hari, dunia maya lebih banyak diisi kegaduhan dan aksi saling menyalahkan. Apa saja isu dan berita yang muncul, secara otomatis langsung membentuk dua kubu yang siap saling bersitegang. Perang narasi begitu sengit dan tak bisa dihindarkan. Sialnya, sebagian yang dianggap sebagai tokoh juga ikut larut dan terlibat di dalamnya. Â
Akun-akun anonim banyak bermunculan termasuk media abal-abal yang selalu siap menebar isu/berita yang bisa memantik kegaduhan. Bila diperhatikan, sepertinya ini semua merupakan residu pertarungan politik beberapa waktu lalu. Oknum-oknum yang saling bersitegang pun sebenarnya itu-itu juga. Antara yang (selalu) pro dan (selalu) kontra dengan pemerintah. Â Â Â Â
Dunia maya kita sampai hari ini masih dipenuhi aksi saling ejek, saling sindir, bahkan saling hujat antar kubu yang bersebarangan. Belum puas di dunia maya, berlanjut lagi dengan aksi intimidasi dan saling lapor di dunia nyata yang secara otomatis menambah beban pekerjaan pihak kepolisian.
Menertawakan
Pada kondisi sedemikian, maka saya sepakat bahwa Indonesia butuh ketawa. Kebanyakan anak bangsa ini sepertinya sudah biasa bersikap terlalu kaku dan tegang. Indikasinya, semakin banyak bermunculan orang yang mudah marah dan tersinggung. Istilah pelecehan, penistaan dan sebagainya mendadak kian populer belakangan ini. Apa saja termasuk yang jelas-jelas merupakan bahkan komedi ternyata bisa membuat tersinggung. Â
Banyak komedian yang sudah mengalami dan mengeluhkan hal ini. Pandji Pragiwaksono misalnya. Ia pernah didatangi dan harus berurusan dengan sekelompok orang hanya gara-gara pernah membawakan jokes tentang kucing. Mereka sepertinya tersinggung dan merasa kucing tak pantas dijadikan sebagai bahan berkomedi.
Saya membayangkan betapa repotnya profesi sebagai komedian. Mereka tidak sekadar dipusingkan harus mencari bahan dan materi yang bisa dijadikan jokes, tetapi juga harus memikirkan apakah ada potensi orang-orang yang bakalan tersinggung karena materi itu. Lebih lucu lagi, saat ada komedian yang membawakan jokes tentang dirinya sendiri, ternyata tetap saja ada orang lain yang bisa merasa tersinggung. Aneh sekali, bukan? Â Â
Sementara para komedian saja sepakat bahwa kemampuan menertawakan diri sendiri merupakan kasta komedi paling tinggi. Butuh keterampilan dan kebesaran hati yang luar biasa untuk mengakui dan membincangkan "kekurangan" dirinya sendiri sebagai bahan tertawaan.
Bicara soal menertawakan diri sendiri, saya langsung teringat dengan sosok Gus Dur. Sebagian besar anak bangsa ini mengenangnya sebagai sosok yang humoris lantaran sering melontarkan jokes segar di depan publik.
Tak jarang, kekurangannya pun bisa dijadikan bahan candaan. Tentu kita ingat guyonan ini. Suatu ketika, Gus Dur bercerita bahwa dirinya pernah diminta mengundurkan diri dari kursi kepresidenan. "Saya maju sendiri saja susah harus dituntun, ini disuruh mundur," jawab Gus Dur.
Bangsa ini sepertinya akan selalu merindukan sosok seperti Gus Dur. Hari-hari ini, kebanyakan pejabat kita justru sangat mementingkan citra. Saat tampil di depan publik, seakan-akan semuanya harus serba formil, berwibawa, dan tidak boleh ada kesalahan sama sekali.Â
Penghujung tahun 2020 ini menjadi momen yang baik untuk melakukan refleksi bersama. Kita tidak pernah tahu tantangan apa yang akan dihadapi di tahun-tahun mendatang. Mungkin lebih mudah, tetapi mungkin juga akan lebih berat.
Apapun itu, hal terpenting adalah harus selalu mempersiapkan diri untuk menyambut dan menghadapinya. Langkah sederhananya dengan mengurangi ketegangan satu sama lain. Berhenti untuk menimbulkan apalagi sekadar ikut-ikutan meruncingkan suatu masalah. Â
Ingatlah bahwa kita sama-sama lahir dari rahim ibu pertiwi. Meskipun berbeda warna kulit, rambut, suku, agama, golongan namun tetap kita semua bersaudara. Lalu untuk apa terus-terusan bertengkar? Â
Mengapa tidak mulai untuk menjalani kehidupan berbangsa dengan lebih bahagia? Indonesia butuh ketawa. Mari kita coba dan mulai dengan berani menertawakan diri sendiri. Tapi bagaimana kalau ada yang tersinggung? Biarin aja, Gitu aja kok repot?
***
Jambi, 26 Desember 2020 Â Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI