Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bagaimana Bila RI-1 Positif Covid-19?

1 Desember 2020   23:01 Diperbarui: 1 Desember 2020   23:07 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edhy Prabowo, Menteri KKP yang ditangkap KPK (Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso)

Penanganan wabah Covid-19 di tanah air hingga saat ini masih menjadi tanda tanya besar. Berbagai upaya yang dilakukan seolah belum membuahkan hasil yang maksimal. Presiden Jokowi bahkan menyebut angka kesembuhan Covid-19 di Indonesia saat ini kian memburuk.

Pada rapat terbatas kemarin, Jokowi secara khusus menyoroti dua provinsi yang melaporkan peningkatan secara drastis kasus Covid-19 yaitu DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Jokowi menyebut dua provinsi ini perlu penanganan khusus.

Sekadar catatan, peningkatan kasus aktif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 13,41 persen dalam sepekan. Padahal pekan sebelumnya di kisaran 12,78 persen. Tanggal 29 November lalu, jumlah kasus harian Covid-19 bahkan mencatatkan rekor baru yaitu 6.267 kasus baru.

Sehari setelah media ramai merilis kegusaran Presiden Jokowi terkait Covid-19, kabar tak mengenakkan datang. Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta dilaporkan positif Covid-19. Kepastian kabar ini bahkan dilaporkan sendiri oleh Anies melalui video di akun media sosialnya kemudian disebarluaskan oleh media. Pada hari yang sama, Gubernur Riau Syamsuar juga dinyatakan positif Covid-19.

Beberapa hari sebelumnya, sang Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria pun sudah terlebih dulu terkonfirmasi tertular virus. 

Situs kompas.com mencatat, per 27 Agustus 2020 saja, sudah ada 7 pejabat Pemprov DKI Jakarta yang tertular. Pertengahan September, Gubernur Anies mengumumkan ada dua lagi pejabat yang menyusul daftar tersebut yaitu Sekda Saefullah dan Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto. Sekda DKI Jakarta bahkan akhirnya meninggal dunia karena kondisi kesehatan yang terus memburuk.

Dengan demikian, daftar pejabat daerah dan pusat yang dinyatakan positif Covid-19 kian panjang. Sebelumnya, sejumlah kepala daerah, menteri, pimpinan tinggi lembaga negara juga sudah banyak yang tertular.

Kepala negara   

Kembali ke pertanyaan besar diatas, bagaimana bila ternyata suatu saat nanti pemimpin tertinggi negara kita yaitu Presiden (RI-1) ikut terpapar virus? Sebelumnya bila ditanya, mungkinkah itu terjadi? Tentu sangat mudah menjawabnya.

Ihwal kepala negara di dunia yang positif Covid-19 sudah pernah terjadi bahkan sejak awal-awal kasus ini mulai mewabah ke berbagai negara. 

Lagi-lagi jika merujuk pada situs kompas.com per Oktober 2020, tercatat sudah ada 9 kepala negara di dunia yang pernah dan sedang terpapar Covid-19. 

Wakil Presiden Iran, Perdana Menteri Monaco, Pangeran Monaco, Perdana Menteri Rusia, Perdana Menteri Inggris, Perdana Menteri Armenia, Presiden Honduras, Presiden Brazil, dan tentu saja Presiden negara adidaya Amerika Serikat.

Terbukti bahwa virus ini memang tak pandang bulu atau memilih-milih korban. Ia bisa menulari siapa saja, bahkan pemimpin tertinggi sebuah negara sekalipun. Virus yang memang tak kasat mata sangat mampu untuk menembus barisan pertahanan keamanan super berlapis yang biasanya selalu ada untuk melindungi seorang kepala negara.

Donald Trump, salah satu kepala negara yang pernah tertular Covid-19 (Reuters/Tom Brenner)
Donald Trump, salah satu kepala negara yang pernah tertular Covid-19 (Reuters/Tom Brenner)
Meskipun demikian, jujur saja, saya agak takut bahkan ngeri untuk membayangkan bila kejadian serupa menimpa negara kita. Menurut hemat saya, negara ini sedang mengalami kegoncangan yang cukup hebat belakangan ini di berbagai aspek kehidupan bernegara.

Dari sisi kesehatan/keselamatan warga sudah jelas. Pemerintah terlihat masih gamang untuk menentukan langkah dalam penanganan wabah. Di sisi lain, kebanyakan warga pun terlihat semakin bandel dan tak peduli dengan berbagai anjuran pemerintah. Lihat saja sekeliling kita, seberapa banyak yang masih setia, peduli dan patuh terhadap anjuran protokol kesehatan?

Pada kondisi seperti ini, kita juga akan menghadapi hajatan besar Pilkada serentak yang akan digelar 9 Desember nanti. Sebelumnya, media sudah melaporkan banyak petugas penyelenggara bahkan kandidat yang sudah terpapar virus.

Dari sisi ekonomi, sama saja. Dana triliunan rupiah sudah dikucurkan pemerintah guna meredam dampak pandemi saat ini. Faktanya, itu tak bisa menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi. Dan tentunya, kita belum tahu, kapan negara ini akan pulih dan bebas dari resesi? 

Lebih memiriskan lagi, dana yang sudah disiapkan pemerintah pun konon masih belum bisa diserap secara optimal. Sementara, tahun anggaran hanya menyisakan waktu efektif satu bulan. Saya kira, bukan tidak mungkin ini menjadi salah satu pertimbangan sehingga pemerintah memutuskan untuk memangkas agenda cuti bersama akhir tahun. 

Regulasi Cipta kerja yang digadang-gadang bertujuan untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya justru menuai kontra dan penolakan secara meluas. Bukan sekadar prosesnya yang terkesan terburu-buru, melainkan juga terkait substansinya yang masih dipertanyakan dan dianggap hanya akan menguntungkan sebagian kalangan saja. Gelombang penolakan terhadap UU ini masih terus terjadi bahkan meluas di berbagai daerah. 

Dari sisi stabilitas keamanan nasional juga bukan tanpa masalah. Dari Sigi, tiba-tiba saja kita mendengar tragedi bernuansa intoleransi. Ada 7 rumah dan gereja dibakar, 4 orang tewas mengenaskan dengan cara dipenggal. 

Pelakunya, hampir dapat dipastikan terlibat dalam jaringan teroris yang memang punya agenda menebarkan permusuhan, ketakutan, dan kebencian diantara sesama anak bangsa.

Selanjutnya, ketika kita berharap para pembantu Presiden bisa saling mendukung dan bekerja optimal guna menuntaskan agenda-agenda besar pemerintah, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) justru ditangkap KPK dalam dugaan kasus korupsi.

Edhy Prabowo, Menteri KKP yang ditangkap KPK (Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso)
Edhy Prabowo, Menteri KKP yang ditangkap KPK (Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso)
Bila masih harus diteruskan, saya yakin masih banyak daftar masalah yang perlu penanganan serius oleh pemerintah. 

Untuk itulah, sekali lagi saya merasa takut membayangkan bila suatu saat nanti pemimpin negara kita terpapar virus Covid-19 sehingga terpaksa tidak bisa fokus untuk mengatasi berbagai masalah yang sedang terjadi.

Bagaimanapun, presiden dalam batasan tertentu harus menjadi simbol sekaligus kekuatan sebuah negara. 

Bila presiden sampai terpapar virus, sama saja mengindikasikan rapuhnya bahkan runtuhnya sistem perlindungan kesehatan yang dibangun negara. Bila presiden saja dengan berbagai keistimewaan yang dimiliki tidak bisa dilindungi, konon lagi nasib kita sebagai warga biasa?

Semoga saja ketakutan-ketakutan ini tidak akan pernah terjadi. Kita berharap dan berdoa pandemi ini cepat dan segera berlalu.            

***

Jambi, 1 Desember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun