Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Sebagaimana Menikah, Jangan Tunda Punya Rumah

4 Agustus 2020   00:54 Diperbarui: 6 Agustus 2020   00:37 2166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perumahan. (Foto: tribunnews.com)

Orang dewasa pasti bisa menjelaskan hubungan antara menikah dengan mimpi atau keinginan memiliki rumah sendiri. Menikah berarti membina rumah tangga yang baru. 

Pria dan wanita dewasa dari keluarga yang berbeda sepakat untuk memulai hidup bersama. Sebagai sebuah keluarga baru, tentu saja butuh rumah untuk tempat tinggal. Sepertinya siapapun akan satu suara terkait hal ini. 

Tetapi bila muncul pertanyaan, manakah yang harus dipilih sebagai prioritas bila dihadapkan pada dua pilihan; menikah atau memiliki rumah? Jawaban yang muncul tidak akan seragam. 

Sebagian menjawab menikah, sebagian lagi menjawab rumah. Tentu dengan dasar argumennya masing-masing, tidak ada jawaban yang patut dipersalahkan.

Saya ingin berbagi pengalaman pribadi. Pertengahan 2015 lalu, saya putuskan mengambil sebuah rumah di salah satu kawasan perumahan di kota ini. Karena tidak mampu membeli secara tunai, maka saya membeli rumah tersebut dengan cara mencicil lewat fasilitas kredit salah satu bank swasta.

Keputusan itu tidak muncul tiba-tiba apalagi tanpa pertimbangan matang. Waktu itu saya sudah punya rencana akan segera menikah bersama pasangan. Saya berpikir, tempat tinggal menjadi salah satu kebutuhan mendasar sekaligus vital yang harus segera disiapkan.

Sebenarnya ada ide untuk mencari rumah sewa/kontrakan, sebagaimana saran dari beberapa teman dan keluarga. Asumsinya, saya jadi punya waktu mengumpulkan uang untuk membeli atau membangun rumah baru.

Namun setelah melakukan survei sambil mempertimbangkan berbagai hal, saya berkesimpulan membeli rumah meski kredit lebih cocok menjadi pilihan. Saya juga tidak yakin bisa mengumpulkan uang yang banyak dalam waktu dekat. Saat yang sama, harga tanah/rumah selalu naik dari waktu ke waktu.

Alasan berikutnya, harga rumah kontrakan yang sempat saya survei dan incar saat itu rata-rata mencapai 10-12 juta rupiah per tahun. Artinya, setiap tahun mau tidak mau saya harus bisa menabung dan menyiapkan uang sejumlah tersebut, itu pun dengan asumsi si pemilik tidak menaikkan harga sewa rumahnya.

Masalah berikutnya bila nanti saya terpaksa harus pindah dan mencari kontrakan baru, entah karena pilihan sendiri atau permintaan si pemilik rumah, tentu akan sangat merepotkan.

Sebaliknya bila membeli rumah baru (dengan skema cicilan alias kredit), sepertinya saya akan lebih tenang karena berarti saya sudah punya rumah sendiri. Tinggal mengukur dan menyesuaikan kemampuan dengan besaran biaya cicilan rumah yang harus disiapkan setiap bulan. Memang ada sisi negatifnya, mau tak mau saya jadi terikat alias berhutang ke bank dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Setiap pilihan pasti ada konsekuensi. Saya tidak pernah menyesali, sebaliknya justru bersyukur keputusan yang saya buat lima tahun silam. Bagi saya, rumah adalah kebutuhan paling mendasar yang harus segera dipenuhi dibandingkan barang-barang lainnya, semisal kendaraan.

Saya sudah memilih dan memutuskan untuk membeli rumah tepat sebelum menikah. Pertengahan tahun 2016 saya menikah dan sampai sekarang kami masih tinggal di rumah yang sama. Rumah sederhana, rumah pertama yang menjadi tempat tinggal keluarga saya.     

Persiapan

Berdasarkan pengalaman, saya merangkum beberapa hal yang penting untuk dilakukan sebagai persiapan sebelum memutuskan membeli rumah pertama. Mengapa penting? Saya berasumsi, mereka yang punya rencana membeli rumah pertama berarti memang belum punya pengalaman sama sekali membeli rumah. Berikut beberapa hal yang saya maksud.

Pertama, tekad yang bulat. Ini hal paling mendasar. Seperti yang saya alami, biasanya akan banyak datang saran dan pertimbangan yang baik dari keluarga atau teman-teman dekat saat kita menyampaikan maksud membeli rumah.

Sebenarnya kita butuh itu karena selain belum punya pengalaman, membeli rumah juga berarti berkaitan dengan uang yang nilainya puluhan sampai ratusan juta rupiah. Jumlah yang tidak sedikit.

Namun jangan pula saking banyaknya saran dan  pertimbangan yang datang justru membuat kita tambah bingung, ragu, dan tidak fokus pada tujuan awal; mewujudkan mimpi memiliki rumah pertama.

Kedua, survei yang memadai. Hal penting berikutnya, kita harus meluangkan waktu dan rajin melakukan survei. Pengalaman saya, memilih rumah yang cocok dengan selera dan budget ternyata tidak mudah. Ini ibarat memilih pasangan hidup, tidak bisa main-main. Jangan sampai menyesal di kemudian hari.

Menurut saya, sejak awal perlu disusun beberapa kriteria untuk membantu serta memudahkan. Beberapa diantaranya: kontur lokasi (bebas banjir), jarak/akses menuju tempat kita bekerja, situasi lingkungan sekitar, keamanan, ketersediaan air bersih, bentuk/tipe rumah dan tentu saja harganya.

Barangkali seluruh kriteria tersebut tidak bisa terpenuhi seluruhnya, maka akan lebih baik bila kita membuat skala prioritas. Ada kriteria yang tak bisa ditawar-tawar lagi, tetapi mungkin ada yang masih bisa ditoleransi. Saya misalnya, benar-benar memerhatikan lokasi rumah yang menurut saya bisa dikatakan bebas potensi banjir dan itu masuk kriteria yang tidak bisa ditawar lagi.

Ketiga, mempelajari dan memilih bank. Bila berencana menggunakan fasilitas KPR dari bank, ini juga perlu menjadi pertimbangan penting. Penting untuk memahami skema kredit yang ditawarkan untuk menyesuaikan kemampuan kita.

Ada bank yang menawarkan besaran angsuran flat selama satu sampai dua tahun, selanjutnya akan mengikuti suku bunga bank. Tetapi ada juga yang menawarkan flat sampai sepuluh tahun. Silakan pilih yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan.                      

Jangan tunda    

Menurut hemat saya, antara menikah dan keinginan memiliki rumah pertama memiliki kesamaan. Selain sama-sama menjadi kebutuhan hidup manusia, ia juga akan lebih baik bila tidak terlalu lama ditunda.

Sebelum memutuskan sesuatu, tentu sangat baik bila kita mempertimbangkannya secara matang. Namun tentunya jangan sampai terlalu lama. Berikutnya, kita harus mampu berpikir realistis, jangan terlalu idealis. 

Siapapun pasti ingin memiliki rumah yang terbaik bahkan sempurna tetapi ingatlah bahwa kita juga harus sadar mampu mengukur kemampuan finansial kita. Jangan memaksakan diri sampai di luar batas kemampuan kita.

Andaipun oleh berbagai alasan kita belum bisa memiliki rumah sendiri sebelum menikah, minimal harus ada target yang jelas dan pasti. Perencanaan dan target itulah yang memacu dan mendorong kita untuk segera merealisasikannya.

Tidak baik menunda terlalu lama. Ingatlah bahwa populasi manusia kian hari kian bertambah, dengan demikian kebutuhan akan rumah pun terus meningkat. 

Konsekuensi logisnya, dalam kondisi normal harga rumah akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Kapan kita bisa memilikinya, bila belum serius dan tidak punya target yang jelas untuk segera merealisasikannya?

Pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) sudah mencanangkan program strategis yaitu program satu juta rumah yang bertujuan membantu warga negara Indonesia untuk segera memiliki rumah layak huni.

Ilustrasi (perumahan.pu.go.id)
Ilustrasi (perumahan.pu.go.id)
Dari data yang ada, sebagaimana dilansir perumahan.pu.go.id target satu juta rumah tersebut bahkan sudah berhasil terlampaui di tahun 2018 lalu yaitu mencapai 1.132.621 unit. 

Sementara di tahun 2019 sudah menembus angka 1.257.852 unit rumah. Padahal program ini baru dicanangkan tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo di kabupaten Ungaran, Jawa Tengah.

Program ini ternyata tidak sekadar menghasilkan unit rumah untuk tempat tinggal, tetapi juga berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Dengan demikian, program ini juga turut menggerakkan roda perekonomian.

Bila pemerintah sendiri sudah sangat serius membantu warganya untuk segera memiliki rumah pertama yang layak huni, masihkah kita berniat menunda?

***

Jambi, 4 Agustus 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun