Dalam gagasan negara demokrasi yang berdasar atas hukum atau negara hukum yang demokratis, yang juga dianut oleh UUD 1945, negara hadir atau dibentuk justru untuk melindungi (yang di dalamnya juga berarti menghormati dan menjamin pemenuhan) hak-hak tersebut.
Sekali lagi, terbitnya PP 40 tahun 2019 kian menegaskan komitmen negara yang mengakui dan wajib melindungi para penghayat kepercayaan. Dalam regulasi tersebut, khususnya Bab VI diatur jelas Tata Cara Pencatatan Perkawinan bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian, ke depannya tidak boleh ada lagi muncul masalah beraroma diskriminasi berkaitan pelayanan pencatatan administrasi kependudukan khususnya bagi para penghayat kepercayaan.
Saatnya kita kembali pada semangat dan pemahaman yang utuh sebagai saudara sebangsa. Bahwa bangsa ini didirikan atas kesepakatan dan perjuangan bersama, tidak hanya oleh satu etnis/suku atau agama tertentu saja.
Sekat-sekat perbedaan jangan sampai dijadikan alat untuk memecah belah apalagi mendiskriminasi satu sama lain. Semboyan negara kita juga mengatakan Bhinneka Tunggal Ika, Walaupun berbeda namun tetap satu juga.
Akhirnya, sampai kapanpun, segala bentuk diskriminasi apalagi yang berpotensi dilakukan negara terhadap warganya memang harus ditolak dan dihilangkan.
***
Jambi, 25 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H