Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h juga hanya menyebutkan 3 (tiga) tempat yang dilarang untuk berkampanye. Ketentuan tersebut berbunyi, "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan."
Cukup jelas, gedung pertemuan tempat acara pesta jelas-jelas bukan fasilitas pemerintah, tempat ibadah apalagi tempat pendidikan.
Bila dari sisi peraturan, tidak ada yang dilanggar, lalu bagaimana dari sisi kepantasan? Etis atau tidak, berkampanye di tengah-tengah acara pesta sukacita yang tidak ada hubungannya dengan kontestasi politik?
Ketika penyelenggara dan undangan pesta tidak ada yang merasa keberatan, tentu ini pun tidak jadi masalah. Artinya, kedua belah pihak mau sama mau. Dengan demikian, andaipun ada caleg yang bukan suku Batak lalu berkenan hadir di acara pesta dan meminta waktu ingin memperkenalkan diri, semestinya ia pun akan diberi kesempatan yang sama.
Prinsipnya, kehadiran para caleg yang menginterupsi pesta dengan acara kampanye dianggap tak mengganggu apalagi sampai mengurangi rasa sukacita dan kegembiraan para undangan yang hadir.
Bila secara aturan tidak ada yang dilanggar, secara etis juga ternyata tidak ada yang keberatan, maka mari bernyanyi dan berjoget bersama :
Putar kekiri e, nona manis
Putarlah ke kiri, ke kiri, ke kiri dan ke kiri
Ke kiri manise...
Sekarang kanan e, nona manis
Putarlah ke kanan, ke kanan, ke kanan dan ke kanan