Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Imlek dan Semangat Menghormati Perbedaan

3 Februari 2019   21:43 Diperbarui: 4 Februari 2019   02:42 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber wikipedia menuliskan sejarah perayaan tahun baru imlek di Indonesia ternyata sudah melalui perjalanan yang cukup panjang.

Dalam kurun waktu 1968-1999, perayaan tahun baru imlek di Indonesia masih dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Kebebasan merayakan tahun baru imlek baru kembali didapatkan pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967 dan menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).

Pada perkembangan berikutnya, tahun 2002, imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.

Tahun 2019, perayaan imlek jatuh pada tanggal 5 Februari. Berdasarkan penanggalan Tionghoa, tahun ini merupakan tahun babi tanah yang secara tradisi dipercaya membawa sifat jujur, bersahabat, ulet dan penuh harapan.

Meski dipercaya membawa harapan dan kebaikan, perayaan imlek tahun ini sudah langsung menghadapi tantangan. Secara khusus di Bogor dan Pontianak, terjadi penolakan yang disampaikan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan organisasi tertentu.

Beruntung, pemerintah setempat segera memberikan pernyataan sikap sehingga isu penolakan tersebut tak sempat meluas. Intinya bahwa perayaan imlek merupakan tradisi kebudayaan yang sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

Tidak bijak juga membenturkan perayaan imlek dengan keyakinan/kepercayaan penganut agama lain. Perayaan imlek tidak ada urusannya dengan memengaruhi, mengurangi apalagi sampai membahayakan tingkat keimanan pemeluk agama yang berbeda.

Justru sebaliknya, penghormatan terhadap perbedaan dan keberagaman merupakan perwujudan tindakan yang menunjukkan kedewasaan iman. Bukankah setiap agama mengajarkan penganutnya untuk memiliki cinta kasih dan berlomba-lomba mengerjakan kebaikan?

Rumah kebangsaan Indonesia ini menjadi indah dan semarak karena memang ini didirikan dan melalui perjuangan para pendahulu kita yang berasal dari ragam suku, etnis, budaya, daerah, agama/keyakinan yang berbeda. Mereka bersatu padu dalam komitmen yang sama untuk memperjuangkan Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Tugas kita hari ini sebagai generasi penerus tentu saja harus menjaga rumah kebangsaan ini tetap berdiri kokoh. Perbedaan pemikiran dan cara pandang semestinya bisa dibawa ke ranah dialog untuk mendapatkan titik temu.

Bangsa ini sudah memiliki landasan-landasan hukum dan peraturan lainnya sebagai patokan dalam kehidupan kerukunan sesama anak bangsa. Setiap keputusan dan tindakan kita benar atau tidak, patut atau tidak, akan selalu dinilai berdasarkan hukum dan norma yang ada.

Sikap dan penilaian sekelompok orang yang menolak perayaan imlek dengan segala alasan dan argumentasinya, tentu tetap harus kita hormati. Meskipun, itu tetap harus dinilai dan diletakkan sesuai koridor hukum yang ada.

Perayaan imlek jelas-jelas sudah memiliki landasan hukum yang sampai hari ini tidak pernah dicabut. Kita juga harus mengakui bahwa perayaan imlek dari tahun ke tahun sudah menjadi tradisi yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Pernak-pernik imlek dijual di pasar (Tribunnews.com)
Pernak-pernik imlek dijual di pasar (Tribunnews.com)
Di beberapa tempat, perayaan imlek bahkan menjadi daya tarik wisatawan yang ujung-ujungnya membawa dampak ekonomi yang cukup positif di tengah-tengah masyarakat. Wali Kota Bogor, Bima Arya misalnya mengatakan bahwa perayaan Imlek dan Cap Go Meh di Kota Bogor merupakan salah satu agenda tahunan penting yang digelar untuk menggaet wisatawan.

Setiap tahunnya, perayaan Cap Go Meh selalu dibalut dalam pesta rakyat bertajuk Bogor Street Festival sehingga lebih mengedepankan nilai-nilai kebudayaan dan kearifan lokal.

Akhirnya, menghormati tradisi perayaan imlek adalah perwujudan sikap kita untuk terus belajar menerima dan menghormati perbedaan yang ada sekaligus komitmen untuk menjaga persatuan dan kebersamaan sebagai sesama anak bangsa.

***

Jambi, 3 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun