Polemik pencalonan mantan napi korupsi sebagai calon anggota legislatif (caleg) sudah bergulir sejak tahun 2018 lalu. Dengan berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 khususnya Pasal 4 ayat 3, awalnya KPU tidak meloloskan eks koruptor sebagai caleg.
Pro dan kontra merebak di ruang publik. Para caleg yang tidak lolos langsung mengajukan perlawanan dengan mengajukan gugatan sengketa ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus menguji PKPU yang melarang eks koruptor maju sebagai caleg ke Mahkamah Agung (MA).
Hasilnya, Bawaslu meloloskan mereka sebagai caleg. Senada dengan itu, MA juga memutuskan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu. Dengan demikian, mantan napi korupsi diperbolehkan maju sebagai caleg.
KPU akhirnya telah melakukan penetapan caleg DPRD (Provinsi dan kabupaten/kota) dan DPD. Hasilnya, ada 41 mantan narapidana korupsi yang ditetapkan sebagai caleg. Ada 12 caleg maju di tingkat DPRD Provinsi, 26 caleg di DPRD kabupaten/kota, dan 3 caleg DPD.
Umumkan!
Usai penetapan, sebagian kalangan masih tetap menunggu KPU agar segera merealisasikan janji yang pernah diucapkan sebelumnya. KPU memang pernah berjanji akan mengumumkan daftar nama eks koruptor yang kini maju menjadi caleg. Tak sekadar nama, kasus yang menjeratnya juga akan dibeberkan.
Semestinya pengumuman tersebut sudah dilaksanakan pada bulan November lalu. Namun, hingga kini ternyata belum juga dikerjakan. Belakangan, KPU berjanji akan mengumumkannya pada akhir Januari atau awal Februari tahun ini.
Dari berbagai sumber informasi yang mengutip pernyataan para komisionernya, konon KPU masih tetap komit dengan rencana mengumumkan daftar tersebut. Hanya saja memang masih ada beberapa pertimbangan teknis yang harus dituntaskan.
Diantaranya berkaitan data kasus yang pernah menjerat caleg eks koruptor serta vonis yang dijatuhkan pengadilan. KPU sangat berhati-hati agar data yang diungkap ke publik benar-benar valid dan tidak ada yang keliru.
Pertimbangan teknis berikutnya, mengenai mekanisme pengumuman, apakah cukup melalui konferensi pers atau tetap diumumkan di media massa dan website resmi KPU. Meskipun satu hal yang pasti, pengumuman itu takkan bisa kita temui saat berada di tempat pencoblosan alias TPS (Tempat Pemungutan Suara).
KPU boleh saja memberikan dalih apapun berkaitan tertundanya pengumuman caleg eks koruptor tersebut. Yang pasti, publik masih tetap menunggu janji tersebut terealisasi. Semakin ditunda, justru membuat publik akan bertanya-tanya mengenai kesungguhan KPU menjalankan niat tersebut. Benarkah KPU berani atau sudah mulai ragu?