Statuta PSSI, Pasal 34 ayat (4) menyebutkan syarat calon ketua umum, wakil ketua umum, atau anggota komite eksekutif harus berusia diatas 30 tahun, telah aktif dalam sepak bola sekurang-kurangnya selama 5 tahun, tidak pernah dinyatakan bersalah atas suatu tindak pidana, dan berdomisili di wilayah Indonesia.
Sepintas, syarat-syarat tersebut sepertinya bisa dipenuhi Cak Imin. Barangkali hanya poin "telah aktif dalam sepak bola sekurang-kurangnya selama 5 tahun" yang bisa menjadi kendala namun masih bisa diperdebatkan.
Selanjutnya bicara soal peluang, barangkali sebagai seorang politisi tentu Cak Imin bisa menggunakan kelihaiannya berdiplomasi guna menarik simpati para pemilik suara di PSSI, termasuk menggerakkan potensi teman-teman terdekatnya yang sudah menyatakan dukungan.
Kepiawaian Cak Imin dalam mengelola organisasi juga sudah cukup teruji ketika ia berhasil mempertahankan posisinya sebagai ketua umum PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), padahal beberapa waktu lalu sempat ada potensi perpecahan di internal partai.
Setelah kelayakan dan peluang, tentu kita juga harus bicara soal harapan. Ya, harapan tentang pengelolaan sepak bola nasional yang lebih baik dan maju di masa mendatang. Harapan bahwa tumpukan masalah yang sudah ada tidak lagi bertambah melainkan bisa terselesaikan satu per satu.
Pada kondisi manajemen PSSI yang terus mendapat sorotan tajam, bisakah kita menaruh harapan pada sosok Cak Imin? Seorang mantan Menteri, mantan bakal Cawapres, dan ketua umum partai politik nasional peserta Pemilu.
Mungkin benar, kita baru bisa mengukur sekaligus menilai kemampuan serta kepemimpinan seseorang bila ia telah diberikan kesempatan memimpin. Namun sikap, perjalanan hidup dan track record yang bersangkutan tentu bisa menjadi bahan pertimbangan.
Bila Cak Imin benar-benar serius ingin berkiprah di PSSI, tentu ia harus membuktikannya terlebih dulu misalnya dengan melepas status dan jabatannya sebagai ketua umum partai politik.
Bagaimanapun, publik sudah terlanjur muak dengan praktik rangkap jabatan yang dilakukan para petinggi PSSI. Ini juga penting untuk menjawab asumsi bahwa PSSI acapkali dijadikan "batu loncatan" para petingginya untuk sekadar meraih keuntungan (ekonomi) dan posisi politik tanpa peduli nasib perkembangan sepak bola nasional.
Siapkah Cak Imin?