Hari Senin (14/1), pemerintah melalui Kementerian LHK memberikan anugerah Adipura periode 2017-2018 kepada 146 penerima penghargaan. Dari jumlah tersebut terbagi menjadi lima kategori yakni satu penghargaan Adipura Kencana, 119 Adipura, 10 Sertifikat Adipura, 5 Plakat Adipura, serta Penghargaan Kinerja Pengurangan Sampah kepada 11 kabupaten/kota.
Jika dirunut sejarahnya, program pemberian penghargaan Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak tahun 1986 meski sempat terhenti pada tahun 1998. Dalam lima tahun pertama, program Adipura difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi "Kota Bersih dan Teduh". Program Adipura kembali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5 Juni 2002 dan berlanjut setiap tahunnya hingga sekarang.
Penghargaan bertaraf nasional ini tentu menjadi dambaan seluruh pemerintah kota di Indonesia. Bila berhasil mendapatkannya, tentu bisa diklaim sebagai bentuk keberhasilan, prestasi, serta bukti kesungguhan pemerintah khususnya berkaitan dengan program dan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang bersih dan sehat.Â
Maka saya maklum saat membaca salah satu media daring lokal yang menyoroti secara tajam kegagalan Jambi meraih penghargaan Adipura periode ini. Dari data yang ada, dari 11 kabupaten/kota di provinsi Jambi, hanya ada 1 kabupaten yang masuk nominasi penilaian akhir sekaligus berhasil meraih penghargaan untuk kategori kota kecil yaitu Muara Bungo.
Sementara Kota Jambi yang beberapa waktu sebelumnya selalu bangga karena berhasil meraih Adipura dalam kurun waktu lima tahun berturut-turut, pada periode ini harus gigit jari. Ini adalah pencapaian yang buruk sekaligus mengecewakan.Â
Sekadar mengingatkan, baru-baru ini padahal Jambi sempat mencuri perhatian publik khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. Pengadilan Negeri (PN) Jambi menjatuhkan denda Rp 20 juta kepada seorang pria "hanya" gara-gara membuang sampah sembarangan. Pembuang sampah tersebut divonis bersalah dan melanggar Perda Kota Jambi Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah.
Tidak hanya itu. Terhitung 1 Januari 2019 lalu, Walikota Jambi juga telah mengeluarkan surat edaran larangan penggunaan kantong plastik di pusat-pusat perbelanjaan. Lagi-lagi, ini menunjukkan komitmen pemerintah yang peduli keberlangsungan lingkungan hidup.
Artinya, semua hal yang sudah dilakukan selama ini ternyata belum cukup. Dengan kata lain, masih banyak daerah (kota/kabupaten) yang ternyata dianggap lebih baik, berhasil dan berinovasi sehingga lebih pantas mendapatkan penghargaan.
Kabupaten/kota yang belum berhasil mendapatkan penghargaan pada periode ini tentu harus berlapang dada, mengevaluasi diri sekaligus belajar agar lebih baik ke depannya.
Satu hal yang pasti, ada atau tidak ada penghargaan adipura, sudah menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Itu merupakan kebutuhan mutlak warga yang harus dipenuhi.
Tiada gunanya juga pemerintah kota mendapatkan penghargaan adipura sementara banyak warga kotanya yang memiliki pendapat berbeda. Tahun 2012 lalu, kota Medan sempat meraih piala Adipura untuk kategori kota Metropolitan.
Namun yang menarik, di media sosial ramai nada keheranan dan pertanyaan warga tentang kelayakan pemberian penghargaan tersebut. Mereka yang mempertanyakan, kebetulan memang pernah dan sedang tinggal berdomisili di kota tersebut.
Takkan bermanfaat apa-apa juga bila penghargaan yang diraih justru dengan cara-cara yang tidak benar. Misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2011 menemukan adanya aliran dana tak wajar dari Pemkot Bekasi yang dipimpin oleh Mochtar Muhammad ke panitia Adipura.
Kasus tersebut bergulir hingga tingkat kasasi di MA. MA pun memvonis Mochtar dengan penjara selama 6 tahun. Mochtar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi Rp 5,5 miliar secara berkelanjutan. Sungguh ironis, "piala kebersihan" ternyata dicemari oleh cara-cara yang kotor.
Pada periode 2017-2018 ini, kota Surabaya bisa dikatakan cukup berjaya. Selain menjadi satu-satunya kota yang meraih penghargaan tertinggi Adipura Kencana, Surabaya juga memperoleh penghargaan dalam hal pengurangan sampah 2018 serta penghargaan Nirwasita Tantra 2018 untuk kategori kota besar.
Nirwasita Tantra merupakan penghargaan kepada kepala daerah yang dinilai berhasil menunjukkan kepemimpinannya dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan dan atau program kerja sesuai dengan prinsip metodologi pembangunan berkelanjutan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup di daerahnya.
Akhirnya, kita ucapkan selamat kepada seluruh peraih penghargaan adipura kali ini. Kiranya  penghargaan tersebut kian melecut semangat untuk peduli pada lingkungan hidup daerah masing-masing. Mereka harus bisa menjadi sumber inspirasi, contoh sekaligus teladan bagi daerah-daerah lain di penjuru Nusantara.
Tim penilai tentu sudah bekerja sangat maksimal sebelum memilih dan menetapkan daerah-daerah yang berhak mendapatkan penghargaan. Sehingga kita pun harus meyakini bahwa penghargaan Adipura bukanlah penghargaan yang pura-pura. Â Â
***
Jambi, 15 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H