Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pantang Kalah Melawan Perusak Lingkungan

28 Oktober 2018   00:32 Diperbarui: 28 Oktober 2018   00:32 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petisi online dukungan terhadap Prof Bambang Hero Saharjo (change.org)

Sengkarut penyelesaian kasus pembakaran lahan yang melibatkan PT. Kallista Alam menjadi bukti nyata bahwa upaya menjerat para pelaku yang diduga sebagai pelaku perusakan lingkungan akan selalu menempuh jalan panjang, berliku sekaligus melelahkan. 

PT. Kallista Alam yang membakar hutan gambut Rawa Tripa untuk dijadikan perkebunan sawit, akhirnya tetap diwajibkan membayar denda sebesar Rp 366 miliar. Kepastian ini didapat setelah Pengadilan Tinggi Banda Aceh, Provinsi Aceh, membatalkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh. 

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh dalam putusan Nomor Perkara 80/PDT-LH/2018/PT.BNA, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor: 16/Pdt.G/2017/Pn.Mbo, tertanggal 13 April 2018. 

Kasus ini terbilang rumit karena sudah bergulir dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada 2014, PT. Kallista Alam (PT KA) telah dinyatakan bersalah secara hukum karena melakukan pembersihan lahan dengan cara membakar hutan Gambut Rawa Tripa, di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh.

Pada tingkat pengadilan pertama, Pengadilan Negeri Meulaboh di Aceh Barat memerintahkan PT. Kalista Alam membayar Rp114.3 miliar kepada negara dan Rp 251.7 miliar untuk memulihkan kawasan seluas 1.000 hektar yang dibakar itu. 

PT. Kallista Alam tidak menerima putusan tersebut, lalu banding ke Pengadilan Tinggi Aceh, namun ditolak dan terakhir melakukan kasasi. Pada 28 Agustus 2015, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan Kasasi Nomor 651 K/Pdt/2015 Mahkamah Agung (MA), juga menolak kasasi PT. Kallista Alam sekaligus memerintahkan PN Meulaboh melaksanakan eksekusi terhadap putusan tersebut. 

Anehnya, seiring berjalannya waktu, ekseksusi justru tak kunjung dilakukan. Alih-alih, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaoboh yang diketuai Said Hasan, serta Muhammad Tahir serta T. Latiful sebagai hakim anggota justru mengeluarkan putusan Nomor: 16/Pdt.G/2017/Pn.Mbo, tertanggal 13 April 2018, yang menyatakan PT. Kallista Alam tidak bersalah. Pengadilan bahkan mengabulkan semua gugatan perusahaan. 

Putusan yang jelas-jelas berlawanan dengan putusan Mahkamah Agung, baik saat kasasi maupun peninjauan kembali yang diajukan perusahaan tersebut. 

Tindakan Majelis Hakim tersebut banyak menuai kritik bahkan kecaman dari para pegiat lingkungan bahkan ahli dan praktisi hukum. Juru bicara Komisi Yudisial, Farid Wajdi bahkan sempat menyatakan keheranannya.  

"Rasanya tidak ada satu pun logika hukum yang dapat menjelaskan apa yang telah terjadi dalam perkara lingkungan di PN Meulaboh ini benar-benar keterlaluan. Setidak-tidaknya kepastian hukum sama sekali tidak ada dalam peristiwa ini," kata jubir Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi kepada wartawan, Senin (7/5/2018).

Putusan Majelis Hakim PN Meulaboh dianggap janggal dan tak lazim dalam logika hukum karena nekat menganulir putusan-putusan pengadilan di atasnya (Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung).

Sementara para pegiat lingkungan bahkan mencium aroma ketidak beresan dalam proses keluarnya putusan tersebut. Mereka menuntut agar para majelis hakim segera diperiksa terkait tindakan dan putusan janggal yang telah mereka hasilkan. 

Satu hal yang pasti, putusan Majelis Hakim Banda Aceh yang telah membatalkan putusan PN Meulaboh, kiranya menjadi titik terang sekaligus menjadi akhir dari perjalanan panjang penuntasan kasus ini. 

Meskipun harus ditempuh lewat perjuangan yang melelahkan, putusan tersebut bisa menjadi "angin segar" bagi agenda penyelamatan lingkungan kita. Penegakan hukum dan keadilan terhadap para pelaku perusakan lingkungan sangat penting, tidak hanya demi kepastian hukum itu sendiri, melainkan sebagai komitmen nyata setiap elemen bangsa ini untuk mempertahankan dan menyelamatkan lingkungan kita dari ancaman kerusakan.

Kita memang harus bergandengan tangan melawan para perusak lingkungan. Tidak boleh ada kata kalah apalagi menyerah. Dukungan penuh harus tetap kita berikan pada pemerintah, organisasi masyarakat, akademisi dan siapapun yang tetap setia berjuang menyelamatkan lingkungan.

Tak bisa dimungkiri, para perusak lingkungan akan terus berkelit bahkan melakukan perlawanan balik terhadap pihak-pihak yang mencoba menentang mereka. Motifnya selain untuk lepas dari jerat hukum, tentu saja ingin membungkam pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh.             

Upaya kriminalisasi yang sedang dialami dua orang guru besar IPB, Bambang Hero Saharjo dan Basuki Wasis saat ini menjadi contoh nyata. Bambang dan Basuki dengan kemampuan intelektual dan keahlian yang dimiliki sudah berupaya memberikan kontribusi terbaik buat bangsa ini dalam hal penyelesaian kasus-kasus lingkungan.

Petisi online dukungan terhadap Prof Bambang Hero Saharjo (change.org)
Petisi online dukungan terhadap Prof Bambang Hero Saharjo (change.org)
Satu pernyataan menarik disampaikan Bambang Hero menanggapi gugatan terhadap dirinya.

"Gugatan PT JJP tidak berdasar hukum dan mengada-ada, sejengkal saja saya tidak akan mundur. Saya akan terus memperjuangkan hak-hak konstitusi rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," kata Bambang dalam konferensi pers di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta.

Benar, sejengkal pun kita memang tak boleh mundur. Kita tak boleh berdiam diri, kalah apalagi menyerah melawan para perusak lingkungan.  

*** 

Jambi, 28 Oktober 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun