Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Setahun Kematian Banu Rusman, Menagih Janji Edy Rahmayadi

12 Oktober 2018   17:08 Diperbarui: 12 Oktober 2018   20:36 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banu Rusman (Foto: tribunnews.com)

Setahun yang lalu, hari Kamis 12 Oktober 2017, seorang suporter klub bola bernama Banu Rusman menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit. Sehari sebelumnya, terjadi kerusuhan saat pertandingan sepak bola antara PSMS Medan dan Persita Tangerang. Banu menjadi salah satu korban dalam kejadian tersebut. 

Banu merupakan suporter Persita Tangerang yang meninggal karena pendarahan di otak akibat pukulan benda tumpul. Pelakunya diduga para anggota TNI Kostrad berseragam suporter PSMS Medan. 

Situs tirto.id menguraikan kronologis kejadian memilukan tersebut beserta indikasi dan keterangan para saksi yang meyakini adanya keterlibatan aparat TNI yang menyebabkan Banu tewas. Sumber.

Tudingan langsung mengarah pada Edy Rahmayadi. Pada saat kejadian tersebut, Edy menjabat Ketua Umum PSSI sekaligus Pembina PSMS Medan sekaligus Panglima Kostrad sekaligus Ketua Umum PS TNI. Beberapa waktu kemudian, jabatan Panglima Kostrad lepas, namun jabatan baru yang lebih prestisius diraih Edy yaitu Gubernur Sumatera Utara. 

Kehadiran tentara-tentara di tribun penonton dan menjadi pendukung PSMS Medan disinyalir berkat andil Edy Rahmyadi.

Sehari setelah kejadian naas tersebut, Edy melalui cuitan di twitter pribadinya berjanji akan mengusut tuntas kasus tersebut.

"Saya tegaskan yang bersalah pasti dihukum", kata Edy.

Namun, fakta menunjukkan sampai setahun berselang, tak ada seorang pelaku pun yang dihukum. Sanksi cuma diterima klub PSMS Medan, yaitu empat laga tanpa penonton dan denda Rp 30 juta. 

Akmal Marhali, koordinator Save Our Soccer, sebuah perkumpulan yang mendedikasikan perhatian pada sepakbola Indonesia agar menjunjung sportivitas dan transparan dan akuntabel, memiliki data mengenai jumlah kematian suporter sejak era Nurdin Halid hingga era Edy Rahmayadi.

Korban kematian suporter pada era Nurdin (2003-2011) yang tercatat oleh Save Our Soccer mencapai 11 kasus. Saat kepengurusan PSSI diteruskan Djohar Arifin (2011-2015), angka suporter yang tewas sebanyak 23 kasus. Di era La Nyalla Mattaliti (2015-2016), ada 6 kasus. Sementara dalam dua tahun terakhir kepemimpinan Edy, jumlah suporter yang tewas sudah mencapai 19 kasus. 

Beberapa waktu lalu, terjadi lagi peristiwa seorang suporter bola yang tewas secara mengenaskan akibat kerusuhan antar suporter. Haringga Sirla, pendukung Persija tewas di Bandung, Minggu (23/9/2018). 

Edy Rahmayadi saat masih memakai seragam Pangkostrad (Foto: tribunnews.com)
Edy Rahmayadi saat masih memakai seragam Pangkostrad (Foto: tribunnews.com)
Lagi-lagi, sorotan mengarah pada Edy Rahmayadi, sang ketua umum PSSI. Sialnya, alih-alih memberikan klarifikasi dan penjelasan, Edy justru mempertontonkan arogansi ketika tampil di media massa.

Tidak ada rasa tanggung jawab sedikit pun atas berbagai rangkaian peristiwa yang sudah menelan nyawa anak manusia. Desakan agar Edy mundur dari jabatan sebagai ketua umum PSSI pun dianggap angin lalu.

Padahal, desakan tersebut bisa dikatakan sangat logis dan masuk akal. Di masa kepemimpinannya, jelas-jelas tak ada perubahan berarti dalam persepakbolaan nasional. Berbagai masalah klasik, termasuk kerusuhan antar suporter yang menelan korban jiwa masih terus terjadi.          

Harus diakui, salah satu masalah pelik di republik ini adalah soal etika dan tanggung jawab moral para pemegang jabatan publik. Jika di negara lain, kita membaca dan mendengar banyak kejadian seorang pemimpin dengan rela melepas jabatan bahkan ada yang bunuh diri karena sadar dirinya telah gagal menunaikan amanah yang sudah diberikan.      

Sementara di republik ini, pemimpin yang jelas-jelas sudah gagal menjalankan tugas dan tanggung jawabnya justru tetap ngotot mempertahankan jabatannya dan sibuk mencari alibi dan alasan pembenaran. Tidak ada rasa malu sama sekali.

Ditambah lagi, Edy bahkan sudah resmi menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara, salah satu provinsi terbesar di pulau Sumatera bahkan Indonesia yang tentunya memiliki kompleksitas masalah sehingga butuh konsentrasi dan fokus luar biasa. 

Baiklah, sepertinya tak ada juga gunanya meminta sang ketua umum agar melepas jabatan, sebagai bentuk pertanggung jawabannya atas kegagalan memimpin PSSI. Kita hanya ingin mengingatkan bahwa beliau tak boleh lupa bahwa hari ini tepat setahun yang lalu, ada seorang anak remaja yang mati sia-sia saat sedang menyalurkan kegemarannya menonton pertandingan bola.

Lebih memiriskan hati, sampai hari ini kasus tersebut yang diduga melibatkan personil TNI,  ternyata belum berhasil diungkap. Para pelaku masih bebas berkeliaran dan bukan tidak mungkin akan mengulangi perbuatannya. 

Kita ingatkan beliau pada janjinya setahun lalu yang berjanji akan menuntaskan kasus ini dan membawa para pelakunya diseret ke hadapan hukum. Publik akan terus mencatat dan mengingat ini, terlepas siapapun yang akan menjadi ketua umum PSSI nanti.  

***

Jambi, 12 Oktober 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun