Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kesiapsiagaan Mencegah Bahaya Karhutla di Jambi

8 September 2018   20:03 Diperbarui: 8 September 2018   20:36 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa kita sudah boleh bernafas lega. Salah satu hajatan besar berskala internasional, Asian Games 2018 yang berlangsung di Jakarta dan Palembang telah sukses diselenggarakan. Berbagai pujian dari dunia internasional berdatangan. 

Indonesia berhasil membuktikan diri mampu menjadi tuan rumah dan penyelenggara yang baik. Prestasi para atlet kita yang ikut berlomba dan bertanding juga membuat Indonesia sukses menempati posisi 4 besar pengumpul medali terbanyak. Indonesia berhasil mengumpulkan total 98 medali dengan rincian: 31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu. 

Dari sisi penyelenggaraan, sebenarnya ada banyak hal yang sempat membuat kita khawatir, salah satunya adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Waktu penyelenggaraan Asian Games 2018 kebetulan memang bertepatan dengan datangnya musim kemarau. 

Indonesia punya pengalaman buruk terkait kasus kebakaran hutan dan lahan. Itu yang membuat kita sempat kuatir. Jika kebakaran hutan dan lahan tak bisa diatasi, akan timbul kabut asap yang bisa meresahkan banyak orang. Bangsa kita pasti malu ketika tamu-tamu dari negara lain bisa melihat langsung kabut asap yang terjadi.

Bahaya dan risiko

Tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan yang cukup hebat pernah melanda 5 (lima) provinsi di tanah air yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Kebakaran yang terjadi kemudian menyebabkan asap pekat yang sangat berbahaya bagi kesehatan. 

Kabut asap itu membuat aktivitas warga terganggu. Mereka terpaksa harus selalu menggunakan masker saat keluar dari rumah. Aktivitas pendidikan terganggu lantaran banyak sekolah yang terpaksa diliburkan. Jadwal penerbangan pun banyak yang dibatalkan demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan. 

Dampak karhutla sangat berbahaya (Foto: Tribunnews/Melvinas Priananda)
Dampak karhutla sangat berbahaya (Foto: Tribunnews/Melvinas Priananda)
Data WALHI per Oktober 2015 juga menyebutkan sekitar 25,6 juta orang terpapar asap dan mengakibatkan 324.152 jiwa yang menderita ISPA dan pernafasan lain akibat asap. Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) melampaui batas berbahaya, bahkan hingga enam kali lipat seperti yang terjadi di Kalteng dan Kalbar. Nyawa 12 orang anak-anak melayang akibat asap; 4 balita di Kalteng, 3 orang di Jambi, 1 orang di Kalbar, 3 di Riau dan 1 orang di Sumsel. 

Kerugian secara ekonomi pun sudah menyentuh angka yang cukup fantastis. Bank Dunia menyebutkan kebakaran hutan dan lahan Juni-Oktober telah memusnahkan 2,6 juta hektar hutan dan lahan pertanian di seluruh Indonesia. 

Biaya ekonomi yang harus ditanggung Indonesia diperkirakan mencapai Rp.221 triliun atau sekitar US$ 16,1 miliar, setara dengan 1,9 persen dari prediksi Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2015. Sebagai perbandingan, biaya untuk membangun kembali Aceh setelah dilanda tsunami hebat tahun 2004 "hanya" mencapai sekitar US$ 7 miliar. 

Sementara itu, situs mongabay.co.id  dalam "Kilas Balik Peristiwa Lingkungan 2015" mencatat; bulan Oktober 2015, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) merilis luas lahan terbakar 1 Juli-20 Oktober 2015 mencapai 2.089.911 hektar dengan rincian 618.574 hektar lahan gambut dan 1.471.337 hektar non gambut. Kebakaran ini setara 32 kali luas Jakarta atau empat kali Pulau Bali.

Tetap siaga

Belajar dari pengalaman buruk itu, pemerintah langsung mengambil langkah-langkah antisipatif guna mencegah terjadinya kejadian berulang. Sudah nyata bahaya yang ditimbulkannya, sehingga harus difikirkan langkah-langkah mengurangi risikonya. 

Tak bisa dimungkiri, penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan tak semata-mata karena faktor cuaca yang sedang kemarau, melainkan dipicu oleh ulah tangan-tangan manusia. Entah disengaja atau tidak, namun yang pasti itu menunjukkan betapa budaya sadar bencana kita memang masih rendah. 

Masih ada yang dengan sengaja memanfaatkan musim kemarau untuk membersihkan lahan dengan cara membakar tanpa sadar bahaya dan risiko yang bisa ditimbulkan. Jelas-jelas bahwa itu berbahaya karena api dengan mudah bisa menjalar dan melalap habis areal lain yang sebenarnya tak direncanakan untuk dibersihkan. 

Tidak hanya dilakukan masyarakat orang per orang, ada indikasi hal ini pun dilakukan oleh perusahaan/korporasi besar. Demi alasan efisiensi waktu dan biaya, pembakaran lahan dilakukan dengan/tidak melibatkan warga sekitar. Ketika terjadi kabut asap berkepanjangan akibat lahan dan hutan yang terbakar, lalu pemerintah yang selalu disalahkan. 

Dalam rangka mengantisipasi hal ini terjadi lagi, berbagai langkah strategis sudah dilakukan para pihak terkait; pusat maupun daerah. Pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terus bergiat melakukan patroli yang melibatkan masyarakat guna mencegah sejak dini potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Termasuk melakukan berbagai pelatihan guna meningkatkan kapasitas para petugas di lapangan. 

Patroli karhutla melibatkan warga (Foto: jambiprov.go.id)
Patroli karhutla melibatkan warga (Foto: jambiprov.go.id)
Secara kelembagaan, pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG) juga bisa dipandang sebagai upaya serius dan strategis mengingat kebanyakan kasus kebakaran hutan dan lahan terjadi di lahan bergambut. Ketika areal gambut terbakar, biasanya api lebih sulit dipadamkan. 

Di daerah tempat saya tinggal, Provinsi Jambi, pemerintah daerah bahkan sudah mengeluarkan instrumen hukum terkait pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub). Ini membuat Jambi menjadi provinsi pertama di Indonesia yang punya instrumen hukum mengenai pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. 

Pengenalan bahaya dan risiko kebakaran hutan dan lahan di tingkat masyarakat juga gencar dilakukan melalui berbagai sosialisasi hingga tingkat tapak. Masyarakat diberikan pemahaman akan bahaya yang bisa ditimbulkan sekaligus diajarkan langkah-langkah antisipatif guna mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Masyarakat/desa peduli api dibentuk dan dibekali sebagai "ujung tombak" mencegah terjadinya bencana tersebut. 

Pada saat terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Jambi, Presiden beserta jajaran bahkan sudah beberapa kali meninjau langsung lokasi terjadinya kebakaran untuk melihat langsung lokasi kejadian dan mengambil langkah-langkah pengendalian. 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi Jambi juga terus memberikan dukungan diantaranya dengan menurunkan helikopter guna memantau tempat-tempat terjadinya kebakaran termasuk helikopter pembom air.   

Helikopter bantuan BNPB membantu proses pemadaman api (Foto: serujambi.com)
Helikopter bantuan BNPB membantu proses pemadaman api (Foto: serujambi.com)
Tidak hanya pemerintah, pihak organisasi non pemerintah (ornop) dan swasta/perusahaan pun terlibat di dalamnya. Mereka ikut melakukan pembinaan dan pendampingan masyarakat di daerah-daerah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan termasuk memberikan bantuan-bantuan operasional. 

Kesungguhan upaya bersama dan bersinergi tersebut ternyata membuahkan hasil. Tahun 2016, 2017, dan 2018 saat ini, terkhusus di provinsi Jambi bisa dikatakan jumlah kasus kebakaran hutan dan lahan sudah jauh berkurang. Sejak dini, berbagai potensi terjadinya karhutla juga sudah langsung diatasi melalui langkah-langkah antisipasi dan pencegahan.     

Tentu saja itu tak membuat kita menjadi cepat puas. Kita harus tetap sadar bahwa bahaya yang ditimbulkan akibat bencana kebakaran hutan dan lahan ternyata sangat besar. 

Tak hanya soal materi atau kerugian ekonomi, bahkan nyawa pun bisa melayang. Untuk itulah, kita harus tetap siap dan siaga untuk mengurangi potensi risiko terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan.      

***  

Jambi, 8 September 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun