Masih segar dalam ingatan, para pengguna ponsel sempat "heboh" lantaran ada kewajiban melakukan registrasi (ulang) nomor ponsel masing-masing dengan menyertakan nomor KTP dan KK.
Pemerintah kelihatannya sangat serius menerapkan kebijakan ini. Sosialisasi gencar dilakukan. Tenggat batas waktu pun diberikan dan bahkan ada sanksi bagi yang tidak mengindahkan.
Saya teringat beberapa orang teman sempat menjadi "korban" lantaran nomor ponsel mereka mendadak tak bisa digunakan untuk berkomunikasi alias diblokir gara-gara belum melakukan registrasi.
Saat menggulirkan kebijakan ini, sempat terjadi pro dan kontra. Ada yang mendukung namun tidak sedikit pula yang menolak. Alasan penolakan beragam, mulai dari soal manfaatnya hingga tudingan dan kecurigaaan data-data kependudukan yang sudah "ikhlas" diberikan para pelanggan, rentan untuk disalahgunakan pihak-pihak berkepentingan.
Pemerintah sudah berkali-kali memberikan penjelasan dan jaminan bahwa data-data tersebut tetap aman, rahasia, dan tidak akan disalahgunakan. Pemerintah bahkan berdalih bahwa kewajiban melakukan registrasi kartu SIM seluler memiliki banyak manfaat dan tujuan.
Salah satu tujuan utama dimaksud adalah menghindari kasus-kasus penipuan yang marak terjadi lewat pesan singkat (SMS). Penipuan via pesan singkat di ponsel "mama minta pulsa" memang berhasil menjerat banyak korban.
Banyak modus penipuan terjadi via pesan atau telepon langsung. Ada yang mengabarkan berita buruk tentang anggota keluarga kita (terjerat narkoba, kecelakaan, ditahan polisi) lalu minta uang tebusan. Ada pula yang mengiming-imingi kita seolah-olah baru saja memenangkan hadiah undian.
Beberapa bulan setelah deadline registrasi kartu SIM seluler, ternyata penipuan dengan modus mengirimkan pesan singkat (SMS) masih terjadi. Ini banyak dikeluhkan teman-teman dan saya pun mengalaminya. Â Â Â Â Â
Dalam tiga hari ini saja, ada 5 pesan masuk di ponsel saya dan bisa dipastikan sebagai penipuan. Semuanya bernada serupa yaitu pemberitahuan bahwa saya baru saja terpilih mendapatkan hadiah undian dan ada arahan untuk membuka alamat website yang tentunya palsu. Ada lagi pesan masuk yang langsung menyertakan nomor rekening dan meminta ditransfer sejumlah uang. Â
Mendapat SMS semacam itu, biasanya saya hanya mengabaikan, tidak merespon sama sekali, dan langsung menghapusnya. Saya sudah bisa memastikan itu sebagai penipuan. Meskipun tetap menjengkelkan rasanya pesan-pesan "sampah" semacam itu masih saja bebas masuk di nomor ponsel kita. Â Â Â
Terkadang saya juga menggunakan fitur di ponsel untuk memblokir nomor tersebut. Namun lama-kelamaan, ini pun jarang saya lakukan. Toh, hari ini saya memblokir satu nomor, besok pasti ada lagi nomor baru yang masuk, lagi-lagi dengan membawa pesan penipuan.
Saya sempat membaca ada himbauan untuk segera melakukan pengaduan saat kita mendapatkan SMS penipuan, namun terus terang saya agak ogah-ogahan mengikutinya. Saya berpikir, apakah ada gunanya ?
Saat kebijakan melakukan registrasi kartu SIM seluler mulai digulirkan, sebenarnya saya termasuk yang antusias mengikutinya. Tidak ada pemikiran negatif sama sekali bahwa data-data yang saya berikan akan disalahgunakan pihak tertentu atau pemikiran-pemikiran negatif lainnya.
Saya justru mengira, ini bisa menjadi bukti konkret negara hadir untuk melindungi warganya dari korban penipuan di era digital. Ditambah lagi manfaat-manfaat lainnya. Â Â
Ketika sampai hari ini, SMS penipuan masih marak terjadi, saya kira pemerintah sudah gagal menjaga kepercayaan dari rakyatnya sendiri. Pemerintah akan semakin tak dipercaya publik lantaran tak mampu menunaikan janji yang diucapkannya sendiri. Tentu sangat ironis ketika semakin hari, pemerintah semakin kehilangan kepercayaan dari rakyat yang dipimpinnya. Â
***
Jambi, 6 September 2018 Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H