Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tri Sentra Pendidikan untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Nasional

13 Agustus 2018   21:42 Diperbarui: 13 Agustus 2018   22:10 2721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Delapan puluh tiga tahun silam, dalam rangka pencapaian keberhasilan pendidikan, Ki Hajar Dewantara mencetuskan konsep Tri Sentra Pendidikan, yaitu: alam keluarga, alam perguruan/sekolah, dan alam pergerakan pemuda/lingkungan kemasyarakatan. 

Hal menarik karena unsur keluarga diletakkan di awal yang menunjukkan betapa penting peranannya sebagai pendidik pertama dan utama. 

Tri Sentra Pendidikan juga menyiratkan pesan bahwa keberhasilan pendidikan bisa dicapai bila terjadi kolaborasi dan kemitraan yang baik antar tiga unsur terkait. Dengan kata lain, prestasi dan keberhasilan yang diraih anak dalam pendidikan, sangat dipengaruhi oleh peran dan keharmonisan masing-masing unsur yang membentuk ekosistem pendidikan yang kondusif. 

Sejak awal, Ki Hajar Dewantara tak memandang sekolah/lembaga pendidikan formal sebagai elemen paling dominan apalagi mutlak dalam rangka membentuk karakter anak. Sekali lagi, faktor keluarga justru paling pertama dan utama serta ditambah lagi dengan faktor lingkungan masyarakat. 

Pakar pendidikan yang terkenal dengan konsep "kerucut pengalaman", Edgar Dale (1900 - 1985) merumuskan pendidikan sebagai usaha secara sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar bisa mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang. 

Sekolah sebagai investasi ?

Namun, sering menjadi persoalan, sekolah dianggap sebagai faktor paling dominan yang menentukan keberhasilan anak dalam pendidikan. Para orang tua mengira, saat mereka sudah mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah, maka tugas mereka selesai dan tinggal menunggu hasilnya. 

Sekolah diibaratkan tempat berinvestasi. Para orang tua yang memang sudah mengeluarkan biaya agar anaknya bisa mengikuti proses pendidikan formal lalu menuntut anaknya harus berhasil bahkan kalau bisa berprestasi. Saat hasil ternyata tak sesuai yang diharapkan, para orang tua langsung menyalahkan guru dan sekolah. Kondisi-kondisi semacam ini jamak ditemui khususnya jaman kini. 

Padahal, katakanlah logika sekolah sebagai tempat berinvestasi digunakan, jelas ada banyak faktor yang bisa memengaruhi berhasil-tidaknya proses "investasi" tersebut. Dalam dunia investasi bisnis pun, tidak pernah ada faktor tunggal yang dianggap mutlak sebagai penentu keberhasilan. Pasti banyak faktor yang saling memengaruhi.  

Keluarga tetap memiliki peran penting dalam rangka mendukung keberhasilan pendidikan anak. Di dalam keluarga, karakter dan motivasi anak lebih bisa dibentuk. Terlebih lagi, waktu bersama-sama dengan keluarga lebih banyak daripada saat di sekolah. 

Di dalam keluarga, budi pekerti dan pengajaran nilai-nilai baik lainnya bisa ditanamkan melalui keteladanan orang tua. Proses pendidikan semacam ini akan jauh lebih melekat dalam hati sanubari si anak, daripada pengajaran-pengajaran berupa ucapan atau hafalan. 

Bermodalkan nilai-nilai baik yang sudah ditanamkan dalam keluarga, si anak menjadi lebih siap menghadapi pergaulan di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Bersyukurlah jika lingkungan masyarakat ternyata turut mendukung tumbuh kembangnya nilai-nilai karakter yang baik dalam diri si anak. 

Andaipun tidak, ia sudah bisa memiliki fondasi karakter yang kuat dan bisa memilah sekaligus memilih hal-hal yang baik untuknya. Sekali lagi, pergaulan si anak di tengah-tengah lingkungan masyarakat pun tak boleh luput begitu saja dari perhatian orangtua.

Keluarga harus bisa menjadi tempat yang paling ideal dan menyenangkan bagi anak. Di sanalah, perhatian, kasih sayang, bahkan perlindungan tercurah secara berlimpah. Cinta kasih sesama anggota keluarga terlebih dari orangtua takkan bisa tergantikan oleh apapun. Ini perlu diperhatikan supaya anak tak mengalami keterasingan akibat orangtua yang larut dalam berbagai kesibukan. 

Keluarga juga harus bisa menjadi tempat paling baik untuk mengekspresikan setiap permasalahan, uneg-uneg, bahkan menumpahkan kekesalan. Setiap persoalan pasti ada jawaban. Minimal, akan selalu ada ketenangan karena ada keluarga yang dengan tulus mau mendengarkan. 

Sekali lagi harus ditegaskan bahwa sekolah tak bisa dituntut untuk melakukan segala-galanya demi keberhasilan pendidikan anak. Sekolah akan menjalankan porsinya sebagai institusi formal yang membantu keluarga untuk membentuk karakter dan pengetahuan anak.

Revitalisasi 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyadari perlunya dilakukan revitalisasi pendidikan keluarga untuk mengingatkan pentingnya peranan keluarga dan masyarakat dalam keberhasilan pendidikan anak di satuan pendidikan. 

Secara kelembagaan, melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 tahun 2015, dibentuklah Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, di bawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Direktorat ini memiliki tugas utama dalam penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan pendidikan keluarga. Kebijakan dan program pendidikan keluarga, salah satunya mendorong peran keluarga dan masyarakat dalam mendukung pendidikan anak di satuan pendidikan. 

Dua tahun berselang, terbitlah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga dalam Penyelenggaraan Pendidikan.

Ada dua poin penting yang menjadi dasar sekaligus kesadaran penerbitan peraturan ini. Pertama, bahwa keluarga memiliki peran strategis dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kedua, bahwa pelibatan keluarga dalam pendidikan memerlukan sinergi antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. 

Bentuk-bentuk pelibatan keluarga diatur dalam BAB III. Pasal 5 menyebutkan, Bentuk pelibatan keluarga dilakukan secara langsung maupun tidak langsung untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan pada: satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 menyebutkan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Sedemikian idealnya tujuan yang ingin dicapai. Peserta didik diharapkan memiliki kualifikasi yang lengkap sekaligus; bertakwa, berakhlak, berilmu, berkarakter yang baik dan bertanggung jawab. 

Ini tugas berat yang tak mungkin dibebankan pada institusi pendidikan formal saja. Masyarakat dan tentunya keluarga dituntut agar terlibat lebih maksimal untuk mendukung pendidikan anak di satuan pendidikan.      

***

Jambi, 13 Agustus 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun