Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyoal Wacana Penyederhanaan Bahasa Daerah

13 Agustus 2018   00:58 Diperbarui: 18 Agustus 2018   23:03 1882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: kanalaceh.com)

Menteri Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengeluhkan ragam bahasa daerah di Indonesia yang terlalu banyak. Menurutnya, itu bisa memengaruhi sistem komunikasi dan sulit untuk dibina atau dikembangkan. Karenanya ia mewacanakan untuk menyederhanakan bahasa daerah. 

Muhadjir mencontohkan, sering terjadinya perang suku di Papua, salah satunya disebabkan soal bahasa. Menurutnya, perselisihan yang sering terjadi sebagian besar karena kesalahpahaman ketika berkomunikasi. 

Lebih lanjut Muhadjir menjelaskan, penyederhanaan bahasa yang ia maksudkan adalah dengan jalan menyerap bahasa dalam komunitas lokal ke dalam suatu bahasa yang disepakati sebagai bahasa induk. Bahasa komunitas akan tetap hidup sebagai ujaran atau kosakata dalam bahasa induk.

Terancam punah 

Sekilas, wacana tersebut sepertinya masuk akal. Terlebih lagi dengan motivasi yang disampaikan yaitu ingin mereduksi potensi-potensi konflik yang sering terjadi akibat kesalahpahaman ketika berkomunikasi. 

Namun, kita perlu memeriksa data dan fakta yang lain. Awal Februari tahun ini, kompas.com merilis berita; sebanyak 11 bahasa daerah yang ada di Indonesia dinyatakan punah. Selain itu, ada empat bahasa daerah yang dinyatakan kritis dan dua bahasa daerah mengalami kemunduran.

Bahasa yang punah tersebut berasal dari Maluku yaitu bahasa daerah Kajeli/Kayeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua dan Nila serta bahasa Papua yaitu Tandia dan Mawes.

Sementara bahasa yang kritis adalah bahsa daerah Reta dari NTT, Saponi dari Papua, dan dari Maluku yaitu bahas daerah Ibo dan Meher. 

Beberapa penyebab kepunahan bahasa antara lain penyusutan jumlah penutur, perang, bencana alam yang besar, kawin campur antarsuku, sikap bahasa penutur dan letak geografis. Sebagai contoh, bahasa-bahasa di Maluku jumlah penuturnya hanya 0,76 persen.

Berdasarkan data yang ada, hingga Oktober 2017 ada 652 bahasa yang telah diidentifikasi dan divalidasi dari 2.452 daerah pengamatan di wilayah Indonesia. 

Namun jika akumulasi persebaran bahasa daerah per provinsi, bahasa di Indonesia berjumlah 733 dan jumlahnya akan bertambah karena bahasa di Nusa Tengga Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat belum teridentifikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun