"Saya menabung sudah 14 tahun untuk berangkat haji tahun ini. Karena itu yang saya cita-citakan dari dulu," kata Muchlisah kepada wartawan di rumahnya, Selasa (10/7/2018).
Di sela-sela itu, Muchlisah mulai menyisihkan uang untuk ditabung sebagai dana haji. Nilainya tak besar, hanya berkisar Rp 500, Rp 1.000, Rp 5.000, Rp 10 ribu dan Rp 20 ribu.
"Awalnya saya menabung di celengan dari bambu. Karena uangnya banyak yang jamuran, saya pindah ke celengan plastik," ujarnya.
Hingga akhirnya di tahun 2010 silam, Muchlisah dan suaminya mampu membayar biaya pendaftaran haji dari uang tabungan tersebut. Namun kegigihannya menabung tak berhenti sampai di situ. Muchlisah harus terus menabung untuk melunasi ongkos naik haji yang mencapai Rp 25 juta per orang. Setelah 8 tahun berlalu, kerja kerasnya itu kini berbuah manis.
Selain Abdul Chamid dan Muchlisah, ada lagi Marsiyem, seorang nenek berusia 90 tahun di kabupaten Blitar yang sehari-harinya berprofesi sebagai penjual bunga kenanga. Tahun ini, ia juga akan berangkat haji, hasil menabung selama 20 tahun.
Marsiyem mengisahkan, "Sedikit-sedikit saya kumpulkan di bawah karpet. Kalau bisa nabung Rp 20 ribu yang ditabung tiap hari. Kalau nggak bisa segitu, ya seadanya. Pokok harus ada yang disisihkan"
Ketika uang itu telah terkumpul seharga satu gram emas, maka uang tabungan itu dibelikan perhiasan. Begitu seterusnya hingga berat perhiasan yang dimilikinya senilai Rp 35 juta. Uang inilah yang digunakan untuk membayar uang muka pendaftaran haji.
Dipermudah   Â
Sekali lagi, kita punya banyak kisah tentang orang-orang yang bisa mewujudkan cita-citanya lewat menabung. Segala keterbatasan kondisi dan ekonomi ternyata tak pernah bisa menghalangi asalkan kita memiliki komitmen, keseriusan dan kesungguhan.
Saya membayangkan perjuangan yang tentu tak mudah harus dilewati Abdul Chamid dan istri serta Nenek Marsiyem untuk mewujudkan cita-citanya. Bayangkan, mereka sanggup menabung uang selama 14 tahun atau 20 tahun tanpa berhenti. Â