Pada periode pelaksanaan pemilu legislatif sebelum-sebelumnya, Partai Amanat Nasional (PAN) sering dipelesetkan menjadi Partai Artis Nasional lantaran dianggap sebagai parpol yang paling banyak merekrut kader dari kalangan artis. Â
Entah karena terinspirasi, belakangan partai politik terkesan seperti berlomba mengajukan nama-nama artis sebagai calon legislatif (caleg) yang mereka usung. Jika partai-partai yang baru lolos Pemilu yang melakukannya, mungkin kita bisa pahami itu sebagai strategi untuk meraup suara pemilih.
Namun yang terjadi, partai-partai besar yang sudah beberapa kali ikut pemilu pun ternyata melakukannya. PDIP misalnya, sebagai partai pemerintah dan pemenang pemilu periode 2014, di pileg 2019 mendatang terlihat lebih jor-joran mengajukan artis sebagai caleg.
PDIP mengusung nama-nama diantaranya Krisdayanti, Ian Kasela, Jeffry Waworuntu, Iis Sugianto, Harvey Malaiholo, Lita Zein, Chica Koeswoyo, Kirana Larasati, sampai Angel Karamoy. Â Â
Sejalan dengan PDIP, Partai Nasdem pun melakukan hal serupa. Partai yang mengklaim mengajukan "calon tanpa mahar" di pilkada lalu, di pileg mendatang akan mengajukan sederet nama artis diantaranya Syahrul Gunawan, Nurul Qomar, Diana Sastra, Krisna Mukti, Lucky Hakim, Olla Ramlan, Farhan, Conny Dio, Della Puspita, Mandra, sampai Venna Melinda. Jika dicek lebih lanjut, partai-partai lain pun turut melakukannya.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa diterimanya pendaftaran artis sebagai caleg menjadi bukti komitmen PDIP dalam membangun seni dan budaya bangsa.
"Perjuangan kami kan tidak hanya di politik ya. Penunjukan artis-artis ini juga sebagai bentuk kami melestarikan budaya bangsa, menguatkan identitas budaya nasional," ujar Hasto.
Sementara itu, Partai Nasdem melalui Sekjen Saan Mustopa menegaskan bahwa diterimanya para artis sebagai usaha untuk memfasilitasi para artis yang memang ingin mengabdikan diri untuk masyarakat lewat jalur politik.
"Kita cari yang populer dan punya elektabilitas. Berikutnya dia punya hasrat, kemauan dan komitmen terjun ke dunia politik," ujar politikus Nasdem Saan Mustopa.
Jalan tolÂ
Secara legal formal, tentu tak ada yang salah dengan langkah parpol yang mengajukan artis sebagai caleg. Toh, setiap warga negara yang sudah memenuhi persyaratan, memiliki hak yang sama tidak sekadar untuk memberikan hak pilih, melainkan juga untuk dicalonkan dan dipilih di pemilu.
Namun membaca geliat parpol yang seolah berlomba memajukan artis sebagai caleg, tentu bisa dikritisi lebih lanjut. Patut diduga motif parpol yang seolah memberikan "jalan tol" pada artis untuk maju di pileg adalah upaya pragmatis dan instan untuk meraup suara sebanyak-banyaknya pemilih. Â
Ketika hanya popularitas yang dijadikan parpol sebagai alasan memajukan nama-nama caleg, sudah terbayang kualitas lembaga legislatif kita hasil pileg mendatang takkan lebih baik dari periode ini.
Kualitas lembaga legislatif di periode ini saja sudah cukup mengecewakan. Bukan hanya soal target prolegnas yang tak pernah tercapai dari tahun ke tahun, fokus legislasi yang mereka ributkan pun hanya berkutat pada soal kepentingan politik masing-masing, misal terkait UU Pemilu. Sementara RUU KUHP yang "usianya" sudah bertahun-tahun tak pernah bisa tuntas dibahas.
Soal perilaku dan disiplin mereka pun sangat menjengkelkan. Menjelang dan memasuki tahun-tahun politik saat ini, kursi-kursi di ruang rapat DPR lebih sering dibiarkan kosong melompong. Para anggota DPR terlihat lebih sibuk mempersiapkan diri untuk mempertahankan kursinya saat ini di pemilu mendatang. Â Â
Contoh terakhir, Selasa, kemarin (17/7) pada rapat paripurna DPR dengan agenda tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi atas keterangan pemerintah mengenai pokok-pokok rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2017, sebanyak 384 anggota dewan absen. Berarti, lebih separuh jumlahnya dari total 560 anggota DPR.
Pertimbangan mengajukan caleg sepertinya hanya berkutat pada peluang/kemungkinan meraup suara sebanyak-banyaknya. Untuk itulah, para artis yang memang sudah memiliki popularitas di mata publik, lalu diberikan "jalan tol" untuk maju sebagai caleg. Ini ibarat jalan pintas sekaligus instan. Â Â
Pada kondisi inilah, kita mempertanyakan keseriusan partai politik dalam melakukan pengkaderan terhadap seluruh anggotanya sebagai lanjutan fungsi memberikan pendidikan politik bagi warga. Tapi, apa mereka mau peduli?
***
Jambi, 18 Juli 2018 Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H