Sementara, Gerindra mau tak mau harus berkoalisi dengan partai lain jika ingin memajukan calonnya di Pilpres mendatang.
Dukungan dari PKS kelihatan jauh lebih rasional daripada menunggu atau berharap dukungan dari partai politik besar yang lain seperti PAN, PKB, Demokrat atau mungkin PPP yang belum ada kepastian.
Persoalannya, masing-masing partai tersebut sudah memiliki jagoan masing-masing yang siap maju di Pilpres mendatang. Zulkifli Hasan (ketum PAN), Muhaimin Iskandar (ketum PKB), AHY (putra ketua umum Demokrat, SBY), Romahurmuziy (ketum PPP) sama-sama terlihat berambisi maju di Pilpres mendatang, minimal sebagai calon wakil presiden. Mereka bahkan tak terlalu mempermasalahkan maju sebagai pendamping atau penantang Jokowi sebagai petahana. Â
Simalakama
Desakan PKS terhadap Gerindra bisa dikatakan sebagai siasat cerdik yang luar biasa guna menaikkan posisi tawar partai tersebut terlebih di tahun politik saat ini. PKS seolah tak ingin mengulangi pengalaman di Pilkada DKI Jakarta sebelumnya, ketika PKS hanya kebagian jatah sebagai ketua tim pemenangan padahal sejak awal mereka sudah punya calon yang digadang-gadang sudah siap maju dan bertanding.
Di ajang kontestasi politik seakbar Pilpres, PKS seolah tak ingin melewatkannya. Posisi tawar mereka sebagai satu-satunya partai politik yang paling setia selalu mendampingi Gerindra saat ini jelas patut diperhitungkan.
Desakan PKS bisa diibaratkan sedang menyodorkan "buah simalakama" ke Gerindra. Dimakan mati ayah, tak dimakan mati ibu. Saat ini Gerindra jelas dalam posisi serba salah untuk menentukan sikapnya sendiri. Â Â Â Â Â
Desakan PKS apalagi yang sampai memberikan limit waktu, seolah menjadi pengingat keras bahwa Gerindra tak lagi memiliki waktu untuk bermanuver atau sekadar menunggu momentum yang tepat.
Andai Gerindra tak juga menentukan sikapnya, konsekuensi terburuk adalah PKS segera membelot meninggalkan mereka dan masuk pada poros politik yang lain. Jika terjadi, ini merupakan mimpi terburuk Gerindra di hajatan Pemilu. Mereka kemungkinan menjadi "jomblo politik" yang terpaksa harus duduk di bangku penonton menyaksikan pertarungan para kontestan.
Pilihan paling logis adalah menuruti kemauan (tuntutan) PKS. Meski logis, tentu tetap ada konsekuensinya dan yang paling penting adalah hitung-hitungan menang-kalah. Masalahnya, diantara sembilan nama kader PKS yang diajukan tersebut justru kalah populer dengan nama-nama bakal cawapres lainnya seperti Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, Mahfud MD, AHY atau TGB.
Persoalan berikutnya, jika Gerindra menuruti tuntutan PKS, itu ibarat "kawin paksa" yang harus dilakukan demi menghadapi Pilpres mendatang. Nah,,, kalau sudah kawin paksa, siapapun tahu biasanya ending nya akan bagaimana. Â Â Â Â