Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Buah Simalakama" dari PKS untuk Gerindra

1 Mei 2018   05:16 Diperbarui: 1 Mei 2018   05:43 1528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nasib Gerindra berikut ambisi memajukan sang ketua umum, Prabowo Subianto maju sebagai calon presiden di Pilpres mendatang bisa diibaratkan memasuki fase kritis. Sebagaimana sudah saya ulas di tulisan sebelumnya, pembentukan sekretariat bersama Gerindra dan PKS tak menggambarkan kemajuan komunikasi dan komitmen politik diantara keduanya. DISINI 

Ibarat dua sejoli yang sudah lama menjalin komunikasi dan keakraban, PKS akhirnya dengan tegas menuntut kejelasan status hubungan. PKS menuntut Gerindra segera mengumumkan nama yang akan dipilih untuk mendampingi Prabowo di Pilpres mendatang.

Jika Gerindra ingin terus menggandeng PKS, syaratnya sudah sangat jelas. Ada sembilan nama kader terbaik yang sejak lama sudah disodorkan PKS dan dianggap layak maju di Pilpres mendatang. Gerindra tinggal pilih dan umumkan salah satu nama, maka urusan selesai.

Sikap keras PKS konon untuk membuktikan komitmen dan keriusan bersama untuk bertarung di Pilpres mendatang. Alasan lainnya, PKS menganggap kejelasan status koalisi dua partai tersebut akan berpengaruh signifikan terhadap konsentrasi berikut strategi politik guna memenangkan kontestasi Pilkada serentak di daerah-daerah.

PKS melalui salah satu petingginya sudah mengultimatum Gerindra harus segera menentukan sikap sebelum memasuki puasa bulan suci ramadhan. PKS sepertinya paham betul bagaimana rasanya "digantung" dan tak ingin memperpanjang masa-masa penantian yang menyesakkan itu.          

Kegalauan Gerindra

Sikap Gerindra yang cenderung mengulur waktu untuk mengumumkan deklarasi pasangan calon di Pilpres mendatang sebenarnya bisa dimaklumi. Kekalahan berturut-turut Prabowo di ajang Pilpres jelas pengalaman yang sangat menyakitkan. Secara hitung-hitungan yang realistis, Pilpres 2019 bisa dikatakan sebagai peluang terakhir Prabowo untuk ikut kontestasi politik sebesar Pilpres.

Saya percaya, kengototan beberapa petinggi Gerindra yang berulangkali menyatakan bahwa Prabowo akan maju sebagai capres dan bukan sebagai king maker tak bisa dianggap sebagai sikap final partai tersebut. Fakta hari ini, Gerindra kelihatannya masih menimbang nama-nama calon yang dianggap bisa memenangkan pertarungan.  

Rilis survey yang tak juga "ramah" terhadap popularitas dan elektabilitas Prabowo (meski berulangkali dibantah keakuratannya) pasti menjadi bahan perbincangan internal partai tersebut bahkan mungkin oleh Prabowo sendiri. Jokowi selaku calon petahana kian hari terlihat kian sulit dikalahkan oleh calon manapun.

Gerakan tagar #2019GantiPresiden yang sempat mencuat selama beberapa waktu sepertinya akan segera tenggelam dan kehilangan daya magisnya pasca insiden persekusi dan intimidasi yang dilakukan oleh massa aksi terhadap seorang ibu yang membawa anaknya di acara Car Free Day kemarin di Jakarta.

Kegalauan Gerindra dipastikan kian bertambah setelah adanya desakan PKS saat ini. Bagaimanapun, PKS merupakan sekutu politik terdekat Gerindra sejak awal dan hingga kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun