Partai Berkarya didirikan tanggal 15 Juli 2016 dan mendapatkan legitimasi hukum sebagai partai politik di Indonesia pada tanggal 17 Oktober 2016. Partai ini merupakan hasil penggabungan (fusi) 2 partai politik yaitu Partai Beringin Karya dan Partai Nasional Republik.
Partai Berkarya juga telah ditetapkan secara resmi sebagai peserta Pemilu 2019 mendatang. Putra mantan presiden Soeharto yaitu Tommy Soeharto telah terpilih sebagai Ketua Umum pada 11 Maret 2018 lalu.
Entah disengaja atau tidak, publik jelas mengingat tanggal tersebut sebagai peringatan keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Salah satu titik tonggak yang menandai peralihan kekuasaan dari rezim orde lama ke rezim orde baru yang dipimpin oleh Soeharto.
Partai Berkarya sepertinya memang sedang mencoba mengulang romantisme zaman Soeharto. Salah satu indikasi selain terpilihnya Tommy sebagai Ketua Umum adalah pemilihan logo partai yang sangat identik dengan logo Partai Golkar -partai paling berkuasa di era orde baru- yaitu pohon beringin.
Indikasi berikutnya, beberapa nama purnawirawan jenderal duduk dalam struktur dewan pimpinan pusat (DPP) Partai Berkarya. Di antaranya adalah Mayjen TNI (Purn) Muchdi PR sebagai Ketua Dewan Kehormatan, Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno sebagai Ketua Dewan Pertimbangan, dan Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal selaku Ketua Dewan Penasihat.
Sepertinya ini pun terinspirasi dari gaya Soeharto ketika membesarkan partai Golkar yaitu dengan melibatkan para tokoh berlatar belakang militer. Â Â Â
Pertaruhan
Keberadaan Partai Berkarya bisa dikatakan sebagai ajang pertaruhan eksistensi rezim Soeharto (keluarga Cendana) di zaman now yang konon katanya masih dirindukan oleh banyak orang.
Bisa dipastikan, partai ini akan habis-habisan menggaet suara para pemilih yang mungkin pernah merasakan nikmatnya hidup di zaman orde baru dan ingin mengulanginya lagi. Romantisme itu yang sepertinya akan menjadi bahan dagangan utama Partai Berkarya.
Satu hal yang pasti, partai-partai lain dipastikan takkan bisa lagi menjadikan itu sebagai bahan kampanye untuk meraih suara publik.
Biasanya hampir dalam setiap pelaksanaan pemilu, beberapa partai rajin melemparkan wacana pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto. Dari sisi politis, jelas ini sebagai upaya untuk menarik simpati para pemilih yang masih rindu zaman Soeharto.