Kedatangan Komandan Satuan Tugas Bersama Pemenangan Pilkada dan Pemilu 2019 Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Selasa (6/3/2018) siang, ke Istana Presiden Jakarta memunculkan berbagai spekulasi.
AHY mengaku, menemui Presiden Jokowi atas perintah partai. Ia ingin mengundang Presiden Jokowi untuk menghadiri pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat 2018 di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada 10 Maret 2018.
Bertepatan dengan tahun politik saat ini dan jelang Pilpres 2019 mendatang, pertemuan Agus dan Jokowi jelas tak bisa dipandang sebagai ajang silaturahmi biasa. Apalagi sekadar ingin menyampaikan undangan. Keduanya sempat melakukan pertemuan tertutup dan tak bisa diliput media. Â
Jokowi selain sebagai Presiden, sekaligus merupakan Capres di Pilpres mendatang yang sudah mendapatkan dukungan dari beberapa partai politik.
Sementara itu, Partai Demokrat meski belum mengajukan secara resmi nama-nama yang akan diusung di Pilpres mendatang, nama AHY cukup santer diperbincangkan akan maju sebagai bakal Cawapres.
Pertemuan Jokowi dan AHY akhirnya dipandang sebagai jalan untuk mencari dan mungkin mendekatkan chemistry diantara keduanya. Pada situasi politik yang serba cair saat ini, bukankah segala kemungkinan memang masih bisa terjadi ?.
Pertanyaan besarnya, benarkah Partai Demokrat akhirnya mendukung Jokowi yang notabene merupakan kader sekaligus sudah diusung oleh PDI-Perjuangan ?. Teka-teki mengenai "dinginnya" hubungan komunikasi SBY-Megawati akan kembali mencuat.
Momen-momen pertemuan keduanya masih selalu ditunggu-tunggu awak media. Entah kebetulan atau tidak, momen pencabutan nomor urut partai politik peserta beberapa waktu lalu pun "gagal" mempertemukan keduanya. Megawati hadir langsung sebagai ketua umum PDI-P. Sementara SBY sebagai ketua umum Partai Demokrat tidak hadir. Â Â Â
Bukan rahasia lagi sosok Megawati tidak seperti Jokowi yang dengan enteng dan tanpa beban bisa datang ke kediaman lawan politiknya. Megawati sepertinya sangat sulit bisa menerima apalagi melupakan fakta pernah "ditikam dari belakang" oleh SBY, mantan anak buahnya sendiri.
Sementara SBY yang pernah memerintah selama dua periode, sepertinya terkesan kurang berupaya untuk memperbaiki hubungan dan komunikasi politiknya dengan Megawati.
Kurang harmonisnya hubungan keduanya juga berdampak pada sikap politik masing-masing partai termasuk para kader khususnya di parlemen. Mereka hampir selalu berseberangan dalam menyikapi berbagai isu kebijakan yang mencuat ke publik.