Hanya dalam hitungan hari, provinsi DKI Jakarta akan segera memiliki Gubernur-Wakil Gubernur baru yaitu Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Mereka akan dilantik sebagai pemimpin baru DKI Jakarta setelah berhasil memenangkan pertarungan yang bisa dikatakan paling hingar bingar di sepanjang sejarah pelaksanaan Pilkada di republik ini.
Siapapun harus bisa menerima fakta ini. Rakyat DKI Jakarta sudah menentukan pilihan. Cukuplah keriuhan yang sudah menguras banyak energi bangsa ini. Tak ada gunanya saling sindir atau saling ejek. Sudah saatnya menatap masa depan dan beri mereka kesempatan untuk menunaikan janji-janji yang pernah diucapkan.
Hal menarik yang perlu kita tunggu, mampukah pemimpin baru DKI Jakarta bersinergi dan bekerjasama dengan Pemerintah Pusat?. Bagaimanapun juga, DKI Jakarta merupakan provinsi paling strategis yang merupakan pusat pemerintahan nasional saat ini dan sekaligus juga ibukota negara. DKI Jakarta adalah simbol, etalase dan miniatur Indonesia di mata dunia.
 Jika ditarik sedikit ke belakang, kita ingat bagaimana optimis dan semangatnya Ahok bekerja sebagai Gubernur DKI Jakarta karena merasa "klop" bersinergi dengan pemerintah pusat yang dipimpin oleh Joko Widodo, mantan atasannya di DKI Jakarta.
Tak dapat dimungkiri, keberhasilan program-program di DKI Jakarta akan terkait erat dengan kebijakan pemerintah pusat. Demikian halnya, keberhasilan pembangunan di DKI Jakarta akan berkontribusi positif pula terhadap pemerintahan nasional.
Kita ambil contoh konkret. Saat Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan sedang berjuang mengatasi kemacetan dengan berbagai program, tiba-tiba pemerintah pusat justru mengeluarkan kebijakan mobil murah. Sangat tidak sinkron. Lalu, ketika masalah macet tak juga teratasi, masing-masing pihak saling lempar tanggung jawab. Â Â Â Â
Lalu, bagaimana dengan kepemimpinan Gubernur Anies nantinya? Jika dirunut sejarahnya, semestinya tak ada lagi kendala mengingat Anies sudah pernah bekerjasama dan menjadi bawahan Joko Widodo saat menjabat Menteri Pendidikan Nasional, meskipun akhirnya dicopot di tengah jalan.
Alasan pencopotan tersebut memang masih menjadi misteri dan menimbulkan banyak spekulasi hingga hari ini. Alasan normatifnya, bahwa pergantian anggota kabinet memang hak prerogatif Presiden. Namun, banyak pula yang membaca bahwa itu menjadi bukti tidak klopnya hubungan kinerja antara Anies dan Jokowi. Kinerja Anies dianggap tak mampu memenuhi ekspektasi Jokowi.
Jalan nasib ternyata berkata lain. Setelah tak menjabat sebagai Menteri, karir Anies bukannya meredup, justru semakin mengkilap. Ia maju dalam pertarungan Pilkada DKI Jakarta dan berhasil memenangkannya. Ahok, sang petahana berhasil dikalahkan. Lebih tragisnya lagi, sekarang Ahok bahkan harus mendekam di penjara akibat kasus penistaan agama. Â
Kembali lagi, sinergi hubungan kinerja antara Anies dan Jokowi nantinya memang patut ditunggu sekaligus dipertanyakan. Mampukah mereka bekerjasama?. Apakah Anies masih sakit hati lantaran pernah dipecat Jokowi?. Apakah Anies akan patuh dan bersinergi dengan program-program nasional yang sudah dirancang Jokowi?
Tambahan catatan lainnya, saat maju di Pilkada DKI Jakarta, Anies didukung oleh sedikitnya 2 partai politik besar yang notabene sudah mengikrarkan diri sebagai oposan pemerintah yaitu Gerindra dan PKS.