Mohon tunggu...
Sono Rumekso
Sono Rumekso Mohon Tunggu... -

Life is about helping and serving others.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kubler-Ross: Tahapan Emosi Prabowo

24 Juli 2014   18:44 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:21 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGINGAT kembali apa yang dilakukan Megawati pada tanggal 9 Juli 2014, saya berfikir dan berpendapat bahwa hal itu kurang tepat kurang etis. Pengumuman kepada publik bahwa Jokowi-Jk menang dalam Pilpres berdasarkan hasil qucik count beberapa lembaga survey adalah sesuatu yang memprovokasi perasaan lawan politiknya. Lembaga survey tersebut menyatakan disclaimer bahwa hasil sebenarnya harus menunggu penghitungan dari KPU pada tanggal 22 Juli 2014.

Saya berharap sikap yang ditunjukkan oleh Megawati saat itu adalah sikap seseorang yang humble dan penuh empathy kepada  kubu Prabowo. Pengumuman kemenangan pasangan Jokowi-Jk, secara langsung atau tidak langsung meneror perasaan segenap simpatisan dan seluruh pendukung Prabowo. Ketika mengumumkan kemenangan tersebut, Megawati ingin menunjukkan superioritasnya di hadapan kubu lawannya. Superioritas partai PDIP maupun superioritas calon presidennya. Situasi ini menjadi salah satu pemicu semakin meruncingnya 'permusuhan' di antara kedua Capres-Cawapres.

Seiring berjalannya waktu, pengalaman emosi Prabowo semakin lama semakin memuncak. Diawali dengan hasil quick count, pesta kemenangan kubu Jokowi, hujatan terhadap kredibilitas lembaga survey yang memenangkan prabowo, informasi kawalpemilu.org, teror dari media dan puncaknya menjelang pengumuman hasil rekapitulasi suara secara nasional.

Apa yang dialami oleh Prabowo dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan atau model Kubler-Ross. Pentahapan perasaan atau emosi Prabowo pasca pilpres sampai dengan pengumuman penghitungan suara nasional oleh KPU dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Tahap penyangkalan (denial). Prabowo menyangkal bahwa dirinya telah kalah dalam Pilpres meskipun  ada lembaga survey yang jumlahnya lebih banyak dan yang sudah sangat familiar yang memenangkan kubu Jokowo. Prabowo merasa ini hanya dan masih quick count belum hasil yang sesungguhnya. Meskipun sangat disadari bahwa tingkat keakuratan informasi dalam quick count sangat bisa dipercaya dan mendekati realita. Penyangkalan Prabowo ditunjukkan dengan sujud syukur hanya berdasar hasil quick count lembaga yang tidak kredibel.

2. Menawar (bargaining). Melihat realita bahwa lembaga survey yang memenangkan dirinya dipertanyakan kredibilitasnya, namun Prabowo masih menawar bahwa masih ada kesempatan dan peluang bagi dirinya untuk menang dalam Pilpres. Kekalahan dirinya hanya bisa diketahui setelah KPU mengumumkan secara resmi hasil penghitungannya pada tanggal 22 Juli 2014.

3. Marah (anger). Berulangkali Prabowo mengatakan bahwa ada kecurangan pilpres yang dilakukan secara massif, sistematis dan terstruktur sehingga peluangnya untuk memenangkan pilpres sudah tertutup. Puncak dari kemarahan dirinya adalah mundur dari pilpres dan menganggap mundurnya dari pilpres adalah hak yang dijamin secara konstitusi.

4. Depresi (depression). Situasi-situasi yang dialami di atas membuat kondisi Prabowo bisa dikatakan labil. Kondisi yang labil memungkinkan Prabowo mengambil langkah-langkah yang mungkin 'ekstrem'.  Misalnya memicu tindakan anarkis oleh para pendukungnya. Berharap ini tidak terjadi.

5. Penerimanaan (acceptance). Setelah situasi-situasi tersebut dilewati, dan kesadaran Prabowo kembali pulih, ia akan bisa melihat realita yang sebenarnya dan mengakui bahwa semuanya akan menjadi baik. Langkah-langkah yang rasional kemudian diambilnya. Bukti yang bisa dilihat adalah, tim kuasa hukumnya berencana untuk menggugat hasil pilpres ini ke MK. Hal ini menunjukkan sebenarnya sudah ada 'penerimaan' dalam diri Prabowo terhadap situasi yang dihadapi, meskipun belum sepenuhnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun