Mohon tunggu...
Sono Rumekso
Sono Rumekso Mohon Tunggu... -

Life is about helping and serving others.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Psikologi Freud dalam Penarikan Diri Prabowo

23 Juli 2014   19:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:27 1625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BERITA penarikan diri Prabowo dari Pilpres terus mengisi dan menjadi topik perbincangan di media baik cetak maupun elektronik. Menarik diri dari Pilpres secara psikologi bisa dipahami sebagai upaya atau mekanisme pertahanan diri atas situasi yang dihadapi Prabowo. Situasi yang dihadapi Prabowo menjelang pengumuman rekapitulasi suara adalah situasi yang membuatnya menjadi orang yang takut, cemas, kuatir, tidak percaya diri.

Persoalan berawal ketika ada sejumlah lembaga survey (Puskaptis, JSI dan IRC)  yang memenangkan Prabowo sebagai Presiden pilihan rakyat. Ini adalah awal dari petaka yang menimpa Prabowo di kemudian hari. Kepercayaan kepada lembaga survey tersebut mendorong dirinya untuk bertahan dan percaya pada realita bahwa dirinya mempunyai kesempatan yang sama untuk menang dalam Pilpres 2014. Meskipun secara jumlah dan kredibilitas lembaga survey yang memenangkan dirinya dipertanyakan, tetapi setidaknya Prabowo masih mempunyai peluang untuk menang. Belum lagi ada dorongan dan motivasi dari Timsesnya bahwa Prabowo belumlah kalah.

Jika Puskaptis, JSI dan IRC  tidak ada, barangkali persoalan sudah selesai tanggal 9 Juli 2014 yang lalu.

Seiring berjalannya waktu, semakin tampak bahwa rakyat tidak berpihak kepadanya. Situasi tersebut membuat diri Prabowo berada dalam konflik batin yang hebat. Prabowo kemudian mencoba melindungi dirinya dari beragam perasaan tersebut dengan  cara menarik diri dan mencoba memutarbalikkan realita yang ada yang dianggapnya sebagai sumber dari kekuatiran, kecemasan, ketakutan dan rasa tidak aman bagi dirinya. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikkan kenyataan.

Akumulasi dari beragam perasaan yang berkecamuk mempengaruhi pola pikir Prabowo dalam mengambil sikap menjelang pengumuman hasil rekapitulasi. Sikap menarik diri itulah yang diambilnya. Dengan menarik diri dengan mengajukan beragam argumentasi diharapkan akan mampu meredakan kecamuk dan perang batin dalam diri Prabowo. Prabowo sesungguhnya tidak berperang dengan pihak lain, melainkan dengan dirinya sendiri. Prabowo mempunyai persoalan dalam self esteem karena beragam peristiwa masa lalu yang tidak menguntungkan dirinya yang berimbas pada  apa yang dialami saat ini. Kegagalan di masa lalu dan kemungkinan besar mengalami kegagalan berikutnya (gagal menjadi Presiden RI ke-7) telah membuat Prabowo menjadi seorang yang tidak berani menghadapi realita yang menanti di depannya. Tentu dengan beragam argumentasi untuk membenarkan sikapnya.

Pembenaran sikap prabowo oleh orang, kelompok atau pihak-pihak lain, akan membuat Prabowo merasa nyaman. Perasaan yang selama ini telah hilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun