Mohon tunggu...
Siti Nurjanah
Siti Nurjanah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

jangan hanya lipat tangan, tp turun tangan - Mahasiswi Universitas Islam Sunan Kalijaga - Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wartawan Itu Harus Peka dan Punya Insting

3 Januari 2014   20:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:11 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekilas ketika bertemu dengan orang paruh baya ini tak ubahnya seperti bertemu dengan pemuda pada umumnya. Dia terlihat biasa saja dengan dengan kaos polo coklatnya dan sebatang rokok yang ia hisap. Namun ketertarikan saya untuk mencari tahu sosoknya muncul ketika seorang teman memperkenalkannya. Ternyata dia adalah seoranga wartawan Jawa Pos. Sebuah surat kabar yang telah berdiri sejak tahun 1949 tersebut yang juga pernah dipimpin oleh seorang jurnalis terkenal dan sekarang menjabat menjabat menjadi gubernur BUMN, Dahlan Iskan pada tahun 1982. Pembicaraan kami berawal ketika dia memnuhi janjinya pada teman saya untuk membantu saya dalam tugas Pengantar Ilmu Komunikasi. Ketika itu kami bertemu di salah satu kafe di kawasan tengah kota. Tak payah untuk menemukannya karena dia telah memilih tempat strategis untuk dapat kami temukan dan dengan menunjukan ciri-ciri yang mudah untuk kami cari tahu. Dengan sebuah ponsel yang asyik ia mainkan di tangannya dan sebatang rokok yang sesekali ia hisap, pembicaraan pun kani mulai. Namanya Zakki Mubarok, seorang warga asli Jawa Timur yang telah 2 tahun menekuni pekerjan di bidang jurnalis sebagai wartawan Jawa Pos, Radar Jogja. Pria kelahiran Tuban, 4 Oktober 1983 ini mengaku sudah bekerja selama ia masih aktif menjadi mahasiswa, di salah satu universitas terkemuka di Yogyakarta yaitu Universitas Islam Negri Yogyakarta di Fakultas Syariah tahun 2011 dan baru lulus tahun ini 2013. Kini ia di daulat oleh Jawa Pos untuk meliput perkembangan atau berita di daerah kab. Bantul Yogyakarta. Ketika diminta untuk menjelaskan ricinan pekerjan saat menjadi seorang wartawn, ia mengaku pekerjaan wartawan itu harus punya insting dan peka terhadap lingkungan, keadaan, situasi, dan kondisi. Serta keahlihan yang mendukung seperti komunikasi yang baik dengan orang, ramah, dan juga harus bisa nulis. Apapun kebisaanmu dalam menulis, dan untuk memperoleh atau menunjang itu smeua kita harus banyak-banyak membaca, dan pandai bergaul. Karena ketika kita banyak membaca, maka kita akan berani untuk berpendapat karena kita sudah mempunyai bekal ilmu dari apa yang sudah kita baca dan pelajari, dan bergaul karena sebagai makhluk sosial yang tak bisa hidup sendiri kita juga senantiasa butuh bergaul dengan sesama, selain itu kita juga dapat menambah informasi ketika kita bergaul, selama bergaul itu mengarah ke hal yang yang positif. Kita juga harus pintar-pintar untuk mencari sumber dan narasumber yang kompeten dalam mencari data di lapangan tentang peristiwa yang terjadi untuk kemudian data tersebut diolah dan lalu dijadikan laporan dan akhirnya kita kirim kepada redaktur via email apabila keadaan tidak memungkinkan untuk kita setorkan secara langsung, batas penyetorannya hingga jam 7 malam untuk bisa paginya diterbitkan, ini juga pengaruh perkembangan zaman yang memnuntut kita untuk selalu praktis tidak ribet dan cepat dan hal pemberitaaan. Setelah dikirim ke redaktur lantas diteliti oleh editor tentang keefektifan dalam pemilihan kata-kata dan ketelitian dalam menulis. Karena dia mengaku salah dalam menuliskan nama sesorang saja bisa berakibat fatal, dan bukan main-main sangsinya, yaitu pemecatan. Setelah diteliti oleh seorang edior kemudian dikirim ke layouter untuk diberi layout atau gambar untuk lebih menarik pembaca. Dia juga sempat berbagai pengalaman bahwa ketika dalam menjlankan tugsnya, di pernah mewawncarai beberapa tokoh-tokoh politik Indonesia, diantaranya Yusuf Kalla, Dahlan Iskan, Muhaimin, dll. Saat disingguh pribadi yaitu tentang gaji dalam menjalani profesinya sebagai wartawan, sedikit terbata dia menjelaskan gaji pertama yang ia peroleh ketika bergabung di Jawa Pos memang sudah cukup lumayan bginya seorang mahasiswa yang tinggal di Yogyakarta yang notebene dengan apa-apa murah ini, yaitu Rp800.000.00 dalam 3bulan pertama yaitu pada masa training. Dalam masa training ia sempat menuturkan bahwa 2minggu pertama ia menjalani proses ini mengalami stres dikarenkan di masih abu-abu dalam mencari berita yang ada. Lalu ketika pendapatan nasihat dari teman dan sharing sesama wartawan akhirnya ia sudah bis mensiasati ketika dalam mencari ataupun mengolah pekerjaan berta itu menjadi menarik dibaca oleh pembaca. Dalam training 3bulan tersebut juga diajarkan bagaimana menggunkan bahsa yang menraik pembaca tanp menambah-nambahkan fakta yang ada dengan bahasa kita sendiri dan kemudian terbiasa dengan gaya bahasa yang biasa digunkan oleh Jawa Pos. Seperti yang kita ketahui bahwa bahwa Jawa Pos dalam menyajikan beritanya menggunakan bahasa yang ringan, mudah dipahami dan biasanya untuk angka-angka yang sulit untuk dicerna, menggunakan grafis unutk lebih menarik dan mudah dipahami. Karena setiap surat kabar mempunyai gaya bahasa yang mereka pegang untuk menjaga ciri khas surat kabar tersebut. Kini setelah dua tahun ia menekuni pekerjaannya, gajiyang bisa ia kantongi bisa mencapai juta perbualan, itu belum temsuk yang lain-lain. Seperti jasa iklan, tunjangan-tunjangan, seperti yang mendekati saat ini adalah tunjangan tahun baru. Sambil asyik bermain bbm dia menjelaskan bagaimana proses ia menjadi wartawan seperti saat ini. Awalnya ia ditawari oleh seorang teman yang juga seorang namun bukan dari Jawa Pos. pri yang sudah mulai belajar menulis di bangku SMP ini mengaku agak ragu atas tawran temannya itu. Berbekal pengalamannya di bangku SMA di mana ia sempat menajdi pantia mading dan sering mengrim tlisan di mading dan kemudian dipublikasikan. Ia biasa menlulis pada bagian rubrik atau opini siswa. Kepekaannya dalam melihat situasi lingkungan sudah terlihat dari sini. Ia mulai kritis terhadap suatu peristiwa dan akhirnya kekritisannya ia tuangkan dalam sebuah tulisan dan ia publikasikn dalam mading di sekolahnya. Pria lulusan salah satu pndok pesantren di Tuban ini mengaku awalnya ia kurag percay diri dalam mempublikasikan tulisannya namun ketika teman membaca dan berkomentar bahw tulisannya bagus, maka ia memberanika diri untuk menampilakn tulisannya ini ke mading dan ia juga sempat menulis di media semasa sekolahnya. Awalnya ketika melamar di Jawa Pos, ia mengrimkan hasil tulisannya yang pernah ia buat, yaitu skripsinya ketika ia menjadi mahasiswa. Bukan wartawan kalau tidak banyak relasi. Sekilas yang di tuturkan oleh mas Zakki ketika ditanya tentang suka duka menjadi wartawan. Ia mengaku senang menjdi wartwan karena wartawan itu banyak relasinya. Selain itu, sambil cari uang dan nambah wawasan, wartawan juga suka jalan-jalan di tempat yang jarang orang boleh mengunjungi, bisa bertemu dengan artis dan pejabat-pejabat tanpa susah payah dan sudah merupakan suatu hal yang biasa menurutnya. Disampin itu ia juga merasa senang ketika kasus yang ia liput semisal kasus korupis bisa terungkap dan akhirnya sampai ke meja hijau dan koruptor bisa dihukum mati. Namun disamping itu ia juga menuturkan tentang dukanya menjadi wartawan, simple tapi cukup menggelitik yaitu meliput ketika hujan deras. Sedikit nyeleneh memang, tapi menurutnya ia pernah ditugaskan meliput di suatu desa di daerah Bantul yang lumayan pelosok, dan ketika itu sedang hujan deras yang cukup lebat. Ini membuat peliputannya kurang maksimal karena susahnya jalan ia harus ia tempuh menuju lokasi. Namun menurutnya itu merupakan suatu tantangan dan resiko yang harus ia hadapai ketika ia menjadi seorang wartawan. Karena wartawan itu harus berani dan siap dalam kondisi apapun. Selain itu kemamuan untuk terus belajar dan keuletan menjadi faktor penting dalam menjalani tugas menjadi seorang wartawan, karena wartawan yang baik, ia akan haus akan indormasi yang ada untuk itu kita butuh membaca. Tanpa membaca kita tidak akan tahu segalanya. Segalnya bisa diketahui dengan membaca buku, selama orang masih membutuhkan info maka surat kabar juga akan terus menjadi prospek yang baik. Karena kelebihan surat kabar dibanding dengan media digital lainnya ialah, surat kabar lebih mendetail dalam menguak berbgai kasus, dan data yang ditampilkan lebih banyak. Ini juga tak ayal membuat persaingan antar surat kabar untuk mendapatkan inforamsi yang jelas dan bisa dipercaya oleh semua pihak dan kalangan masyarakat. Utuk itu butuh kemampuan yang lebih untuk menunjang itu semua. Karena ke depannya seperti terkait kasus AFTA 2015, kita dituntut untuk bisa lebih mengembangkan kualitas SDM kita agar tidak mudah tersaingi dengan SDM luar negri yang orang memandang lebih menjanjikan. Karena pada akhirnya perusahaan luar negri akan dengan mudahnya mendirikan perusahaan di Indonesia, dan tidak mungkin mereka juga akan merekrut orang-orang luar negri sebagai karyawan mereka. Nah posisi ini yang kan menyingkirkan kita dalam kancah industri jika kita sendiri hanya sperti itu dan tidak berkembang. Maka Indonesia akan dikuasi oleh orang asing, padahal ini adalah negara kita sendiri. Maka dari itu kita perlu mengembangkan kualitas kita jika kita masih ingin eksis di era sekarang, atau pilihan lainnya kita akan lengser dimakan jaman. Perbincangn yang cukup berkesa dengan mas Zakki, karena saya bisa lebih tahu seluk beluk wartwan, dan tantangan menjadi wrtwan untuk sekarnag dan di masa yang akan datang, dan perbincngan pun kami tutup dengan mengabadikan moment dengan foto bareng mas Zakki serta ucapan terimakasih atas informasi yang sangat bermanfaat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun