Saya merasa agak aneh aja sih dengan konstruksi berpikir penulis yang membangun penjelasannya berangkat dari "kepretan" Rizal Ramli atas beberapa kebijakan Menteri ESDM (Sudirman Said) seperti soal perpanjangan kontrak freeport, blok masela, listrik 35.000 mw; sebagai bentuk sikap tidak mendukungnya Rizal Ramli terhadap pemberantasan mafia migas (Petral) yang beberapa hari lalu disampaikan oleh Sudirman Said.
Justru jika dilihat dari beberapa fakta di media, Rizal Ramli sejak lama telah banyak membuka pokok persoalan migas ini dalam berbagai forum. Sejak kenaikan BBM tahu 2008, Rizal Ramli telah nyata menyatakan bahwa "Telah menjadi rahasia umum, proses pengadaan dan distribusi BBM oleh Pertamina sarat dengan KKN dan ketidakefisienan. SBY harus berani menyikat mafia yang mengutip minimal US$2/barel dari impor minyak. Kenapa ini tidak dilakukan?," katanya. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=10&dn=20080512163814
Rizal Ramli mengaku sangat prihatin dengan pembentukan opini yang dilakukan pemerintah dan berbagai lembaga penganut Jerat Washington (Washington Consensus), bahwa seolah-olah kenaikan harga BBM adalah langkah terakhir. Kalau saja pemerintah kreatif, mau dan berani, sejatinya banyak alternatif lain untuk menyelamatkan APBN tanpa harus menaikkan BBM. Beberapa langkah itu antara lain, mereformasi tata niaga migas dan menghapuskan mafia impor migas.
Kita bisa juga baca pendapat Rizal Ramli ketika menjadi saksi ahli dalam JR UU Migas pada 18 Juli 2012. Berikut transkrip dan rekamannya di youtube :
Transkrip: DR. Rizal Ramli - MK Pengujian UU Migas (18 Juli 2012)Â
DR. RIZAL RAMLI
Saksi Ahli PERKARA NOMOR 36/PUU-X/2012
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001.Mahkamah Konstitusi, Rabu, 18 Juli 2012.
Yang Mulia Bapak Ketua dan Anggota Mahkamah Konstitusi, Pak Din Syamsudin Ketua Muhammadiyah, Pak Amidhan dari MUI, dan kawan-kawan dari Muhammadiyan dan NU, dan para tim pembela.
Inisiatif untuk meminta judicial review tentang Undang-Undang Migas ini menurut saya ini suatu hal yang historis yang diminta oleh kawan-kawan organisasi sosial kemasyarakatan paling besar di Indonesia.
Saya ingin menyampaikan beberapa hal. Yang pertama adalah proses pembuatan Undang-Undang Migas ini. Undang-Undang Migas ini dibiayai dan disponsori oleh USAID dengan motif: