Kemudian ada Pasal 10 di Undang-Undang Migas, “Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan usaha hulu dilarang melakukan kegiatan usaha hilir.”
KETUA: MOH. MAHFUD MD
Saudara Ahli supaya dipercepat ya.
AHLI DARI PEMOHON: RIZAL RAMLI
Iya Pak Ketua, akan saya percepat.
Pasal itu bagus supaya tidak ada monopoli vertikal. Tapi dalam praktiknya, Shell atau BP tinggal bikin PT di hilir, tetapi tetap di hulu, migas. Jadi, kalimat-kalimat di pasal itu, multiinterpretasi, sangat sumir. Dalam praktiknya, tetap terjadi integrasi vertikal. Kemudian pasal ayat (22) Migas tentang DPR. DPR hanya diberitahu, tidak dimintai persetujuannya. Yang kemudian yang juga penting pasal tentang arbitrase internasional. Di situ dikatakan kalau ada pertikaian, diserahkan kepada arbitrase internasional. Prof. Joseph Stiglitz, pemenang Nobel, melakukan studi, ternyata 99% dari hasil arbitrase internasional sangat merugikan negara berkembang dan selalu menguntungkan negara-negara maju. Oleh karena itu, pada tahun 2007, Stiglitz datang ke Jakarta, ketemu Presiden SBY, meminta agar arbitrase internasional ini dihapuskan dari rencana Undang-Undang Investasi. SBY seperti biasa, “Iya, bagus,” manggut-manggut, tapi tetap saja ada itu pasal arbitrase internasionalnya. Stiglitz ketemu saya, kecewa betul, “ternyata Presiden kamu bilang, ‘Iya, iya,’” ya kan? Kejadian terus itu berulang.
Kesimpulannya, Bapak Hakim Yang Terhormat, kami minta Undang-Undang Migas yang disponsori, dibiayai oleh USAID dengan membawa kepentingan strategis mereka bertentangan dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945, sebaiknya dibatalkan. Banyak terjadi manipulasi dari kata dikuasai negara, sehingga menjadi multitafsir, sehingga pada praktiknya menjadi swastanisasi dan asingnisasi besar-besaran. Untuk itu kami minta dengan hormat kepada Ketua dan Anggota dari Majelis Hakim untuk menyatakan Undang-Undang Migas ini bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945 dan menetapkan peraturan peralihan. Memang bakal ramai, tapi tidak apa-apa kok, ramai sebentar, ya. Masih lebih mending daripada di negara lain, dinasionalisasi. Di Venezuela dan banyak Negara Latin Amerika, sector migas di nasionalisasi. Kita tata ulang lagi undang-undang Migas agar supaya betul-betul bekerja sesuai dengan semangat Undang-Undang Dasar 1945. Terima kasih.**
Kita juga dapat melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Sudirman Sait justru ada yang menimbulkan pertanyaan dipublik, misal ketika Sudirman Said justru menolak pembubaran Petral http://www.antaranews.com/berita/461868/menteri-esdm-sudirman-said-pertahankan-keberadaan-petral dan ketika Sudirman Said menggunakan pesawat pribadi yang dibiayai oleh Petral ketika di Singapura http://www.harianterbit.com/hanterekonomi/read/2015/05/26/29979/21/21/Petral-Mafia-Migas-Ongkosi-Sudirman-Said-Naik-Jet-Pribadi
Jadi sekarang bagaimana konstruksi berpikir penulis ini jika mencoba hubungkan antara kepretan Rizal Ramli dalam kebijakan Sudirman Said (menteri ESDM) untuk coba-coba beri perpanjangan kontrak Freeport, pengelolaan Blok Masela, Listrik 35.000 MW; ingin dijadikan dasar pembenaran bahwa Rizal Ramli hambat atau tidak dukung pemberantasan mafia migas?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H