Hei, para yang terbit dan terbenam di kematian!
yang cuma berjatahkan rasa lapar, haus dan rasa sakit.
Meringislah.
Menangislah jika harus.
Mengeranglah, sebab cuaca itu benar-benar sakit.
Yang terbit dan terbenam dari tangisan!
Jelajahi saja letihmu dengan malu.
Sebab tanah ini bukan kesombongan,
atau kekuasaan. Ini cuma adegan.
Hanya sesaat, dan cukup melelahkan.
Yang terbit pasti terbenam.
Miliki waktu ini sesempurna purnama yang juga hanya sekejap.
Segalanya cuma sehelai bayang-bayang yang retas. Yang hanya patuh pada takdir yang sangat deras.Â
Mondar-mandir. Dan lalu tamat dalam dalam buku usang berjudul air mata.
Samosir. Oktober kering '16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H