Mohon tunggu...
Saepul Solihin
Saepul Solihin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pandeglang-Banten

Selanjutnya

Tutup

Money

Pertamina Sabar Menunggu Keputusan yang Populis dari Pemerintah

9 September 2014   20:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:11 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_323013" align="alignnone" width="1000" caption="Retrieved from: Edukasi LPG Pertam"][/caption]

Seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia memaksa berbagai pihak diseluruh dunia untuk mulai memikirkan solusi alternatif bahan bakar yang mudah digunakan, murah, terjamin kesediaannya, ramah lingkungan dan dapat diandalkan dalam jangka waktu yang panjang untuk terus dapat digunakan dalam kehidupan manusia. BBG (bahan bakar gas), arang, ethanol, briket batubara, alcohol, minyak jelantah dan lain sebagainya adalah contoh dari solusi alternatif pengganti BBM (bahan bakar minyak). Tak terkecuali Indonesia adalah salah satu negara yang terkena imbas dari kenaikan harga minyak mentah dunia

Hingga saat ini solusi alternatif bahan bakar yang banyak digunakan di Indonesia adalah LPG (liquid petroleum gas) yang merupakan campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam. LPG yang terdiri dari Gas Propane dan Gas Butane yang perbandingan campurannya adalah Propan 30% dan butane 70%.Sesuai Keputusan Dirjen Migas No. 25 K/36/DDJM/1990 tanggal 14 Mei 1990, yang menyebutkan bahwa spesifikasi bahan bakar gas elpiji untuk keperluan dalam negeri adalah spesifikasi LPG Propane (C3) dan spesifikasi LPG Butana (C4) menggunakan standar ASTM (American Standard Testing Method).

14102429071554576555
14102429071554576555
Retrieved from http://bahanbakarminyak.files.wordpress.com/2012/11/poster_penggunaan_lpg_3kg1.png?w=640&h=640

Ada beberapa alasan kenapa pemerintah menggunakan LPG sebagai solusi alternatif dibandingkan dengan arang, alcohol, minyak tanah, dan briket batubara adalah karena dari sisi daya pemanasan yang dihasilkan dalam pembakaran, gas elpiji jauh lebih baik daripada solusi alternatif lainnya. Daya pemanasan gas elpiji sebesar 11255 kcal/kg, briket batubara sebesar 5000 kcal/kg, minah / mitan / minyak tanah sebesar 10479 kcal/kg dan arang sebesar 8000 kcal/kg (sumber poskota 31-05-08). Disamping itu gas elpiji lebih cepat menyala, efisien, praktis dan yang paling penting adalah gas dan zat buangannya tidak mengganggu kesehatan manusia serta tidak membutuhkan cerobong emisi khusus.

Sesuai Permen ESDM No. 26/2009 LPG terdiri dari 2 jenis yaitu LPG Tertentu dan LPG Umum. LPG tertentu dapat diuraian sesuai dengan pasal 24 ayat 1 dan 2 yaitu sebagai berikut:

a)Harga Jual LPG Tertentu ditetapkan Menteri dengan berpedoman pada Harga Patokan LPG yang berlaku

b)Harga Patokan dipengaruhi oleh Harga Indeks Pasar (HIP) yang menentukan besaran CP Aramco berdasarkan komposisi Propan dan Butan dalam LPG. Berdasarkan Kepmen ESDM No.3298-K/ 12/MEM/2013 HIP ditetapkan sebesar 42% CP Aramco Propana dan 58% CP Aramco Butana

c)Harga Patokan LPG tahun 2013 berdasarkan SK Menteri ESDM No. 2047-K/12/MEM/2013 sebagai berikut

Sedangkan LPG umum bisa diuraikan sesuai dengan pasal 25 ayat 1 dan 2 yaitu sebagai berikut:

a)Harga jual LPG untuk pengguna LPG Umum ditetapkan oleh Badan Usaha dengan berpedoman kepada: Harga patokan LPG, kemampuan daya beli konsumen dalam negeri dan kesinambungan penyediaan dan pendistribusian

b)Yang termasuk dalam LPG Umum diantaranya: ELPIJI PERTAMINA 12 kg, 50 kg, dan LPG Curah/bulk, dimana ELPIJI 12 kg masih dijual dengan harga dibawah keekonomian (rugi)

c) Selain PERTAMINA, telah ada kompetitor LPG non subsidi lainnya diantaranya: Bluegas, Harigas, Go-Gas (Surabaya) yang harganya mengikuti mekanisme pasar.

Berdasarkan Nota Keuangan dan RAPBN 2014 dijelaskan bahwa subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg dan LGV diberikan dalam rangka mengendalikan harga jual BBM, BBN, LPG tabung 3 kg dan LGV bersubsidi, sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat, sehingga dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. LPG adalah bentuk pengalihan program konversi minyak tanah ke bahan bakar gas yang diterapkan pemerintah Indonesia melalui Perpres No. 104 Tahun 2007. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan subsidi untuk LPG tabung 3 kg dalam mendorong pemanfaatan energy nonfosil. Sejak 2007 hingga November 2008 pemerintah telah membagikan bantuan LPG 3 kg sebesar 15.059.535 tabung dimana rinciannya adalah diperuntukan untuk warga yang kurang mampu sebesar 14.443.832 dan usaha kecil 614.703 berikut kompor dan regulatornya. Dikutip dari Tribunnews tanggal 21 april 2014, “Program konversi minyak tanah ke gas yang digulirkan pemerintah sejak 2007 terbukti mampu menghemat anggaran negara sekitar Rp 32 triliun per tahun. Jika dihitung sampai 2014 ini berarti penghematan subsidi mencapai Rp 115,6 triliun”. Dalam RAPBN tahun 2014 alokasi anggaran subsidi mencapai Rp336,2 triliun. Alokasi anggaran belanja subsidi dalam RAPBN tahun 2014 tersebut, direncanakan akan disalurkan untuk subsidi energi (subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV serta subsidi listrik) sebesar Rp284,7 triliun.

[caption id="attachment_323011" align="alignnone" width="1000" caption="Retrieved from : Serial Edukasi LPG Pertamina"]

14102437741347107291
14102437741347107291
[/caption]

Berbeda dengan pencapaian pemerintah yang dapat menghemat anggaran hingga 32 triliun per tahun. Pertamina sebagai pemasar LPG 3 kg, LPG non PSO 12 kg dan 50 kg, telah "jual rugi" dan menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai 22 triliun dalam kurun waktu 6 tahun dari penjualan LPG 12 kilogram, dimana harga pokok perolehan mencapai Rp10.785 per kg sedangkan harga yang berlaku saat ini adalah harga yang ditetapkan Oktober 2009 sebesar Rp5.850 per kg. Dengan kondisi ini maka menurut Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir, kondisi ini tentunya tidak sehat secara korporasi karena tidak mendukung Pertamina dalam menjamin keberlangsungan pasokan elpiji kepada masyarakat.Hal tersebut disebabkan harga penjualan LPG 12 kg lebih murah dari harga keekonomiannya. Menindak lanjuti hal tersebut PT. Pertamina mengemukaan, “Untuk itu, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014 pukul 00.00 Pertamina memberlakukan harga baru Elpiji non subsidi kemasan 12kg secara serentak di seluruh Indonesia dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp3.959 per kg. Besaran kenaikan ditingkat konsumen akan bervariasi berdasarkan jarak SPBBE ke titik serah (supply point). Dengan kenaikan inipun, Pertamina masih "jual rugi" kepada konsumen Elpiji non subsidi kemasan 12kg sebesar Rp 2.100,-/kg.” Namun hal tersebut sangat memberatkan masyarakat terutama pelaku bisnis restoran. Menanggapi hal tersebut sesuai Surat Pertamina kepada Menteri BUMN dan ESDM No. Roo4 tanggal 15 Januari 2014 perihal Roadmap Penyesuaian Harga Jual ELPIJI 12 kg Non Subsidi. Untuk mencapai perbaikan margin ELPIJI 12 kg, PERTAMINA mengusulkan kenaikan harga LPG 12 kg secara berkala:Kenaikan @ Rp. 1000/kg pada Januari dan Juli menjadi Rp. 6944 /kg di Juli 2014 dengan estimasi Harga di konsumen Rp. 8.640/ kg (Rp. 103.700/ tabung). Disamping itu dengan kenaikan @ Rp. 1500/kg pada Januari dan Juli menjadi Rp. 9.944/kg di Juli 2015, estimasi Harga di konsumen Rp. 12.250/kg (Rp. 147.000/tabung)dan untuk kenaikan @ Rp. 1.500/kg pada Januari dan Rp. 500/kg pada Juli menjadi Rp. 11.944 /kg di Juli 2016, diperkirakan estimasi Harga di konsumen Rp. 14.660/ kg (Rp. 175.900/ tabung). Dimana sebelumnya pasca Kenaikan Harga ELPIJI 12 kg pada bulan Januari 2014, Pertamina telah menyampaikan Roadmap Kenaikan Harga ELPIJI 12 kg secara berkala kepada Pemerintah.

Dalam hal ini pemerintah berkepentingan menjaga daya beli masyarakat dan kelangsungan sektor usaha kecil, mikro dan menengah. Mengutip dari laman sekertariat kabinet senin 6 januari 2014 menuturkan bahwa, “Arah kebijakan ekonomi pemerintah di tengah ketidakpastian ekonomi dunia selama ini sangat jelas yakni menjaga daya beli dan mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat melalui pengendalian harga dan inflasi. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan pengelolaan fiskal yang hati-hati dan disiplin.” Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, sebelum diterapkan harga baru, pemerintah harus bisa membereskan soal tata niaga LPG 3 kg dan cukup khawatir terhadap dampak kenaikan LPG 12 kg. Pasalnya, hal tersebut bisa menimbulan anomali harga yang jauh berbeda dengan produk sama. Alhasil, potensi konsumen yang seharusnya mengonsumsi LPG non subsidi bermigrasi ke LPG 3 kg. Sebelum diterapkan harga baru, pemerintah harus bisa memberekskan soal tata niaga LPG 3 kg. Kalau bisa sistem perdagangan terbuka ini ditutup untuk LPG 3 kg karena jika tidak masyarakat yang membutuhkan kesulitan mendapatkan pasokan dikarenakan harus berebut dengan orang yang migrasi dari tabung LPG 12 kg.

Sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia, konsumsi rumah tangga perlu terus dipertahankan karena stabilitas menjadi kata kunci untuk menjaga tingkat konsumsi rumah tangga. Bagaimanapun kebijakan komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak memerlukan persiapan yang matang tidak serta merta terkait penentuan kebijakannya, tetapi juga koordinasi, mekanismenya, prosedur, distribusi hingga sosialisasi. Sejauh ini Pertamina telah melakukan kenaikan tabung LPG 12 kg sesuai dengan prosedur yang diambil melalui mekanisme RUPS yang telah mengikuti aturan perundang-undangan dan rambu-rambu sebagaimana yang mengatur Perseroan Terbatas. Hal ini berdasarkan temuan BPK (badan penyelidik keuangan) yang melaporkan adanya kerugian Pertamina yang mencapai 22 triliun selama 6 tahun.

Sebagai contoh yang paling merasakan dampak dari kenaikan tabung LPG 12 kg adalah pengusaha restoran, depot dan warung warung. Sebab konsumsi gas mereka per hari cukup besar. Salah satunya, depot Mirasa Kediri. Ibu Yuyun pemilik Depot Mirasa Kediri mengaku, kenaikan harga gas LPG ukuran 12 kilogram menjadi pukulan bagi para pengusaha restoran seperti dirinya karena dalam sehari ibu Yuyun menghabiskan LPG 4 tabung ukuran 12 kilogram. Dengan kenaikan harga yang cukup drastis ini otomatis akan berpengaruh pada pembekakan biaya operasional. Hal ini akan berpengaruh terhadap kenaikan harga dan loyalitas pelanggan, sebagai satu satunya langkah untuk menyiasati kenaikan harga LPG 12 kilogram ini adalah dengan beralih ke LPG ukuran 3 kilogram. Meski begitu, untuk proses memasak yang membutuhkan api yang tidak boleh terputus ibu Yuyun akan tetap menggunakan LPG ukuran 12 kilogram.

[caption id="attachment_323014" align="alignnone" width="1000" caption="Retrieved from : Edukasi LPG Kompas"]

141024427281920275
141024427281920275
[/caption]

Namun dalam hal ini sebagai warga negara yang baik, kita harus mendukung BUMN-BUMN yang sehat untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional. Bandul-bandul yang memberatkan gerak BUMN seperti Pertamina harus dilepaskan agar peran mereka untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bisa terwujud. Sebagai contoh Pertamina kerap mengalami kesulitan ketika harus menaikkan harga jual elpiji 12 kg. Pemerintah terlihat ragu untuk memberikan ruang lebih luas bagi badan usaha milik negara itu untuk menutup kerugian, padahal dalam hal ini kita harus meyakinkan bahwa dalam hal ini kerugian yang dialami Pertamina adalah bukan kerugian Pemerintah, namun kerugian bisnis Pertamina yaitu Business to Business. Dikutipdari lamaA Kontan 13 agustus 2014, menurut juru bicara PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir mengatakan, kenaikan harga elpiji ukuran 12 kilogram merupakan hak prerogratif perseroan. Dengan demikian, rencana kenaikan tersebut tidak perlu meminta restu pemerintah. "Sesuai Permen ESDM, Pertamina hanya melaporkan kepada pemerintah bukan meminta izin.”

[caption id="attachment_323015" align="alignnone" width="400" caption="Retrieved from : http://2.bp.blogspot.com/_Y8QNaNDLGFQ/S1s2VZyPTxI/AAAAAAAAAE4/Nn-4wln-tso/s1600-h/dunia_elpiji.png"]

1410244414760879663
1410244414760879663
[/caption]

Bertempat di Penang Bistro Jl. Pakubuwono VI, Kebayoran Baru – Jakarta Selatan, 29 Agustus 2014, PT. Pertamina bareng 100 Blogger Kompasiana mengadakan acara “Nangkring Kompasiana Bareng Pertamina. Acara tersebut adalah salah satu solusi sederhana membantu mensosialisasikan program- program pertamina kedepan, kerugian Pertamina dari bisnis LPG dan langkah-langkah yang sudah atau kebijakan yang akan diambil Pertamina dalam menentukan kenaikan tabung LPG 12 kg. Melalui tulisannya Blogger Kompasiana diharapkan mampu mengedukasi masyarakat akan PT. Pertamina, salah satunya Pak Tubagus Encep yang telah mengulas kembali acara tersebut melalui kelihgayan jari temalinya mengemukakan opini yang bisa dibaca ditautan ini http://regional.kompasiana.com/2014/09/03/-tabung-gas-12-kg-antara-kelas-menengah-dan-beban-berat-pt-pertamina-676893.html. Blogger Kompasiana selalu memberikan pertanyaan-pertanyaan pedas Nan membangun dalam setiap diskusinya, jadi tidak mengherankan bila hasil ulasan dari para Blogger Kompasiana sangat menginspirasi bagi pembacanya.

Sebagai kesimpulan yang bersumber dari Pertamina, bahwasannya agar rencana penyesuaian harga LPG non PSO yang akan diimplementasikan pada awal 2015 dapat berjalan dengan lancar, hendaknya perlu disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat. Pertamina juga harus berkoordinasi dengan pemerintah khususnya Kementerian ESDM, BUMN, Keuangan dan Kementerian Perekonomian, karena semua hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak merupakan domain dari pemerintah. Bagaimanapun LPG adalah solusi terbaik dari energy alternatif lainnya seperti arang, alcohol, minyak tanah, dan briket batubara, karena dari sisi daya pemanasan yang dihasilkan dalam pembakaran, gas elpiji jauh lebih baik, efisien, ramah, praktis dan aman bagi kesehatan daripada sumber energy alternatif lainnya.

[caption id="attachment_323016" align="alignnone" width="300" caption="Retrieved from : http://1.bp.blogspot.com/-IbFqfvfCX64/Usp-Mz83SnI/AAAAAAAACKE/Hri8gDH-VDE/s1600/energi-alternatif.jpg"]

1410244611406221518
1410244611406221518
[/caption]

Namun tidak ada salahnya bila masyarakat memanfaatkan sumber energy alternatif lainnya untuk membantu mengurangi beban Pemerintah dan Pertamina dalam hal pemasok energy utama. Dalam hal ini masyarakat dapat memanfaatkan sumber energy alternatif seperti menggunakan kayu bakar, biogas dari kotoran hewan, bio-etanol dan lain sebagainya. Seluruh masyarakat khususnya yang kurang mampu dan kalangan usaha mikro selaku pengguna LPG (subsidi) 3 kg, berharap tidak terkena dampak buruk penyesuaian harga LPG non PSO. Dalam hal ini masyarakat kecil mempercayakan harapannya dan implementasinya ke Pertamina agar tidak salah sasaran yang dimanfaatkan oleh konsumen yang curang. Dengan begitu Pertamina mampu memberikan rasa keadilan buat pelanggannya dan mampu mengurangi beban pengguna LPG subsidi khususnya kalangan bawah termasuk usaha kecil

Source Retrieved from :

Kementerian Keuangan, Nota Keuangan dan RAPBN 2014, 2013, Jakarta, http://regional.kompasiana.com/2014/09/03/-tabung-gas-12-kg-antara-kelas-menengah-dan-beban-berat-pt-pertamina-676893.html,

TEMPO.CO,merdeka.com.  Jakarta 13 Agustus 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun