Mohon tunggu...
H.Sabir
H.Sabir Mohon Tunggu... Freelancer - Lakum Dinukum Waliyadin

Dunia ini hanya untuk disinggahi dan dinikmati sesekali kita memang akan kedatangan sial, tapi tak akan berlangsung lama tidak ada pesta yang tak usai demikian juga tidak ada badai yang tak reda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Negara Harus Tegas dengan Penista Agama?

22 September 2021   18:30 Diperbarui: 22 September 2021   18:32 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi: Kompas

Negara kita adalah negara yang berlandaskan asas Pancasila dan UUD 1945, dimana didalamnya telah diatur sedemikian rupa mengenai falsafah hidup bernegara. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah menjadi bagian dari Bangsa ini sejak diproklamirkan kemerdekaannya 76 tahun silam.

Indonesia menjadi sebuah negara yang sangat majemuk dan bisa hidup rukun dan damai dalam kehidupannya, melalui perdebatan panjang dan berliku untuk menentukan dasar negara kita, bukan perkara mudah menyatukan semua keyakinan, kepercayaan antar umat beragama yang berbeda-beda, juga suku budaya, kebiasaan, adat-istiadat dan perangainya dalam satu bingkai kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bersyukur kita mempunyai founding father dan elemen-elemen bangsa yang telah secara sadar dan tanpa paksaan untuk bersatu dalam sebuah nama Bangsa Indonesia.

Pada masa orde baru dimana Pancasila sangat-sangat ditanamkan sejak dini, bahkan ketika memasuki usia sekolah kita terus di doktrinkan dengan ajaran-ajaran dan tatanan-tatanan dalam cara berdampingan hidup dalam satu cita-cita Indonesia bersatu yang dituangkan dan dilaksanakan melalui P4 secara terus-menerus selama di bangku sekolah.

Sejak runtuhnya kekuasaan Orde Baru dan berganti dengan kehidupan pasca era Reformasi, anak didik kita seperti kehilangan sebuah doktrinisasi Pancasila dan hanya dijadikan sebagai satu mata pelajaran di sekolah yang hanya mengacu pada nilai-nilai akademik, tidak terpatri dan berhasil dijewantahkan dalam kehidupan generasi-generasi anyar.

Pancasila tidak lagi menjadi sebuah hal yang sangat prinsipil dan sprirituil, sehingga tidak jarang kita sering menemukan pelecehan-pelecehan terhadap nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Adapun jika menjadi bagian penting terkadang hanya menjadi sebuah simbolisasi dan identitas politik, tidak bisa dipungkiri banyak jargon-jargon politik yang bernada Pancasilais seperti misalnya "Saya Pancasila", sehingga melahirkan sebuah gap bahwa ada bagian dari anak bangsa ini yang tidak pancasilais!. sebab ada saya berarti ada kontranya yakni "Kamu, kalian dan Mereka".

Mengapa Negara harus tegas kepada Penista Agama?

Pertanyaan ini saya coba telaah menyikapi perkembangan-perkembangan di media sosial dan berita-berita mainstream tentang adanya penista agama yang dihukum secara bar-bar layaknya hukum rimba di dalam tahanan Bareskrim Polri baru-baru ini. Terlepas dari pelakunya yang mirisnya adalah seorang Abdi Negara, Penegak Hukum yang berpangkat tinggi yang seharusnya menjadi teladan tentang bagaimana cara hidup rukun dan damai namun  sedang menjalani masa tahanan.

Bintang Cemerlang kepangkatannya redup sinarnya oleh tindakan menghakimi tahanan lainnya yang sedang disangkakan menista Agama. 

Namun ada sisi lain yang harus kita pahami dan coba telusuri latar belakang penganiayaan yang dilakukan oleh oknum yang tidak sembarangan tersebut. 

Sebagai umat beragama tentunya kita semua diajarkan melebihi sebuah doktrinisasi, bahwa agama yang kita anut adalah sebenar-benarnya agama di muka bumi. Mau Islam, Kristen, Budha, Hindu dan sebagainya di dalam ruangan peribadatannya keyakinan mereka adalah benar dan lainnya adalah kafir.

Itulah sebabnya mengapa Penista Agama harus dihukum seberat-beratnya, fungsi ini harus dijalankan sedini mungkin untuk membuat efek jera kepada pelaku-pelakunya.  Hukum ini harus menjadi sebuah tameng, sebuah pembatas bahkan sebuah pemicu alaram agar pelaku-pelaku berikutnya akan berpikir seribu kali ketika berucap, mengetik atau mendistribusikan buah pemikiran yang tidak seharusnya dia dengungkan di alam kehidupan toleransi dan kerukunan kita sebagai bangsa.

Konten-konten bernada profokatif meskipun berbalut agama harus segera diblokir dan dihentikan peredarannya, siapapun dan apapun agamanya. Sebab buah dari konten-konten negatif tersebut akan memicu imbas balik dari ujarannya.

Keyakinan beragama adalah sebuah perangkat tertinggi dalam kehidupan seorang manusia, lihatlah betapa seorang Jenderal Berbintang Dua sekalipun lupa siapa dirinya, apa pangkatnya dan bagaimana dia seharusnya bertindak. 

Penulis sendiri bahkan mencoba untuk mengesampingkan egosentris agama, dalam penulisan ini tetapi sangat sulit mungkin jika berhadapan dengan kenyataan sesungguhnya berhadap-hadapan dengan penista Agama dalam satu kesempatan, Jihad Fisabilillah adalah Pelatuknya.

Maka Keduanya harus dihukum seberat-beratnya, agar kedepan tidak akan ada lagi oknum-oknum yang dapat merusak tatanan nilai-nilai Pancasila, mari kita kembali ke Gereja, Wihara, Masjid dan Kuil kita masing-masing meyakini sepenuhnya ajaran agama kita didalamnya dan hidup berdampingan ala Pancasila.

Negara harus melindungi kebebasan beragama tetapi tidak lantas membiarkan kebebasan berekpresi menjadi liar dan sesuka hati, sebab baik buruknya kedua pelaku tersebut tetaplah mempunya dua sisi yang pro dan kontra, dan jika ini meluas maka runtuhlah benteng toleransi kita.

Mari kita Kembali Ke Pancasila dan UUD 1945 secara konsekuen tanpa tedeng aling-aling!

Salam Pancasila, Hidup Bhineka Tunggal Ika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun