Sepagi ini Alyn anakku yang nomer 2 sudah bergegas bangun dari tempat tidurnya, sambil mengucek matanya yang masih malas untuk terjaga dia bangkit dari peraduan dan segera membuka handphone ibunya untuk absen sekolah. Sudah hampir 2 tahun masa Pandami dia tidak masuk kelas dan berkumpul dengan teman-teman sekolah.
Rasa-rasanya saya seperti menonton tayangan discovery anak pedalaman yang berangkat menuju ke sekolah dengan hanya mencuci mukanya saja dan tidak berpakaian sekolah yang lengkap. mereka mulai malas untuk mandi, biasanya usai absen dia tidur kembali dan sesekali bangun untuk mengecek tugas yang diberikan gurunya.
Gadged yang tadinya bukan pegangan wajib bagi mereka kini sudah menempel tak lepas dari tangan anak-anak itu. mungkin dia agak sedikit senang juga dengan masa pandemi, betapa dia boleh seharian dengan gadged ibunya. saya memang berkomitmen untuk tidak memberikan anak-anak itu handpone pribadi sebelum mereka masuk jenjang SMP. sama seperti kakaknya yang sabar menunggu masa SMPnya untuk mendapatkan Hp pertamanya.
Beberapa hari ini agaknya mulai terasa berat bagi anak-anak itu untuk tetap belajar di Rumah, saya terkadang tertawa melihat mereka yang hanya berpakaian rapi di atasannya saja untuk sekedar terlihat rapi di monitor sama seperti saya dan kebanyakan Anda mungkin ketika ada zoom meeting dari kantor..hehe..
Beruntungnya saya telah di PHK beberapa bulan yang lalu saat krisis keuangan melanda tempat saya bekerja dikarenakan pandemi yang memukul financialnya. jadi saya tidak perlu lagi direpotkan dengan meeting zoom dan rapat-rapat virtual di kantor.
Pada beberapa bagiannya mungkin saya juga tidak terlalu dipusingkan dengan keberadaan virus ini, toh dunia sudah mulai bisa beradaptasi dengan cara baru peradaban dunia yakni hidup berdampingan dengan corona. Tetapi tidak bagi anak-anak yang mulai gelisah dengan ketidak hadiran teman-teman di bangku sekolahnya. Merekapun mulai jenuh dengan kehidupan virtualnya.
Tetapi pada bagian yang lain saya dan ibunya mulai kewalahan, maklum kami berdua bukanlah tamatan Sarjana Pendidikan yang bisa sekaligus menjadi guru bagi anak-anak ini. pelajaran mereka yang sudah up to date dari kurikulum kami berdua saat sekolah adalah sebuah kesulitan tersendiri bagi kami. Belum lagi dengan masalah kuota untuk mereka berdua, untungnya kami menggunakan saluran indihome di rumah untuk mengirit biaya orang serumah.Â
Beberapa kali pada akhirnya kami menyerahkan jawabannya untuk ditanyakan ke paman Google meski kami harus memilah mana jawaban yang dirasa paling tepat untuk soal-soal mereka. Entah bagaimana cara guru mereka memberikan penilaian yang objektif pada hasil anak-anak ini. Jauh dari pengawasan bahkan saat ulangan sekolahnya mereka bisa bebas menyontek, satu kebiasaan buruk yang akhirnya saya maklumi hari ini.
Suatu hari saya iseng membawa Alyn dan kakaknya ke sekolah demi mengobati kerinduan mereka pada halaman tempat dimana mereka berlarian bersama sahabat-sahabatnya, pada bangku-bangku kelasnya yang mulai berdebu dan tak terawat, juga pada taman-taman yang mulai layu bunga-bunganya.
Nanar dan kosong Alyn menatap sudut demi sudut gedung sekolahnya, sayapun menggendongnya dia agar bisa untuk sekedar  mengintip dimana bangkunya berada dari balik jendela kelas yang tertutup rapat. Sepulangnya dari sekolah tak ada cakap-cakap diantara kami. masing-masing terdiam hingga sampai di pintu rumah.Â
Bisa jadi ada banyak tanya yang ingin diutarakan anak-anak itu tapi mereka bosan untuk mengutarakannya kepadaku, pertanyaan yang sama dan berulang-ulang, tentang kapan mereka bisa kembali ke sekolah, dan dengan jawaban yang selalu sama. Tunggu hingga pandemi ini berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H