Mohon tunggu...
Mochammad Irvan Efrizal
Mochammad Irvan Efrizal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

jari jemari ini bergerak mengayuh sang pena meluapkan kepenatan, kekesalan hingga kebahagiaan. perihnya jalan hidup yang aku alami terkadang membuatku lebih banyak bencekrama bersama sang pena yang senantiasa ku jadikan sahabat untuk mengexpresikan apa yang sedang ada dalam angan ini.. terkadang diri merasakan berbagai dinamika liku kehidupan yang luar biasa, mulai dari kehidupan pribadi, keluarga hingga sosial masyarakat. dalam hidup ini tak banyak yang ku inginkan tak lain hanya ingin berguna bagi siapa saja dan rasanya ingin membuat perubahan walau dimanapun kaki ini berpijak. disaat langkahku diiringi dengan sebuah motto "visi tanpa eksekusi adalah lamunan, eksekusi tanpa visi adalah mimpi buruk" membuat kepribadianku justru lebih banyak berfikir dari pada berbicara. dan terkadang diamku menjadi emas bagiku namun justru petaka bagi mereka MUSUHKU,, ada apakah di balik diamku ??? * Terlahir di kota namun Besar di desa, membuatku jadi ‘orang kampung‘ yang tak mampu menangkap makna retorika pejalanan kehidupan bangsa, yang kadang sarat dengan pesan kemanusiaan. aku berontak, terbang dengan sayap imajinasiku, jauh, menembus atap langit, sesekali bertengger di dahan cakrawala mayapada. mata jiwaku mulai terbuka, memandang deretan kosa kata yang tergurat di dinding langit, bercahaya.., sarat makna..! tak berkedip, kutelan semua, biar nuraniku menterjemahkannya lewat keropak budaya dan peradaban manusia dari zaman ke zaman, tanpa jedah. Bagiku, kebangkitan kejayaan Nusantara adalah harga mati. Sebagai anak bangsa yang mewarisi kekayaan budaya dan peradaban besar di bumi Nusantara ini, sudah waktunya memahami kebangkitan bukan mimpi, tapi harus diperjuangkan dan dimaknai, untuk kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini. Demi keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Bersatulah Indonesia! Salam Nusantara !!!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nilai Keaktifan Mahasiswa Ajang Unjuk “Eksistensi” Tanpa “Esensi”

25 April 2012   05:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:08 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13353343401578792389

Proses pembelajaran yang dihadapi mahasiswa dalam perkuliahan tentu berbeda dengan apa yang di hadapi para siswa di sekolah, dimana dalam pembelajaran yang di alami mahasiswa ini proses pembelajaranya yakni dua arah. Proses perkuliahan dikembangkan melalui bentuk komunikasi dua arah, antara dosen dan mahasiswa melalui kegiatan Tanya jawab, pembuatan makalah, dan diskusi kelas. Guna menunjang pemahaman terhadap materi perkuliahan, mahasiswa diminta untuk mencari informasi terbaru melalui, buku atau di internet sekalipun.

Dalam kontrak belajar di awal semester biasanya ada nilai tambahan yang biasanya berkisar 5% - 10% bagi mahasiswa yang aktif dikelas (Partisipasi kelas), contohnya bagi mahasiswa yang berani bertanya hingga menyanggah pernyataan teman dalam persentasinya, atau sekalipun menyanggah pernyataan dosenya.

Hal ini memang sangat menarik dan menjadi corak pembeda antara pendidikan di sekolah menengah atas, dan bangku perkuliahan. Mengajarkan dan senantiasa menuntut mahasiswa untuk mampu berbicara dan aktif dalam kelas, tentunya untuk membuat hangatnya perkuliahan dan tidak menjenuhkan mahasiswa atau dosen itu sendiri.

Namun dalam perjalananya metode seperti ini terkadang tidak sejalan dengan apa yang di harapkan, tuntutan untuk senantiasa aktif dalam kelas dengan “iming-iming” tambahan nilai tentu membuat sebagian mahasiswa terkadang bertanya tentang apa yang justru telah dia ketahui (hanya untuk menguji dosen atau untuk menjatuhkan temanya sekalipun). Dan yang lebih parahnya lagi ketika ada yang menanyakan tentang apa yang tidak di ketahui, lalu menjatuhkan dengan pertanyaan yang menyalahkan kejadian yang tidak ketahui itu. Kasus lainya yaitu mahasiswa saling berpendapat, menjatuhkan hingga menuhankan dirinya sendiri, hingga forum sudah layaknya perdebatan di luar kelas tanpa seorang dosen. Terkadang ada juga yang menjadikan ajang perkuliahan khususnya dalam  penerapan diskusi kelas dengan metode persentasi makalah misalnya, mahasiswa menjadikan itu lebih dari prosesi sidang skripsi, dan “mengorek-ngorek” kesalahan dari yang kecil sampai yang besar, dalam hal demikian memang tidak bisa di salahkan, namun terkadang dalam perjalananya membuat mahasiswa itu sendiri menjadi hakim, dan meninggi dengan merendahkan orang lain seakan forum kelas sebagai ajang unjuk eksistensi.

Dalam kasus seperti ini dosen sangat berperan penting dalam penerapan sistem pembelajaran dua arah ini, dan tentu harus bisa mengawal jalanya pembelajaran agar lebih kondusif, berjalan sesuai apa yang dibicarakan, tidak melebar dan sesuai dengan essensi dari perkuliahan tersebut, agar terciptanya kehangatan forum yang murni membicarakan apa yang pantas dibicarakan dan sesuai bahasan.

Semoga pembelajaran dua arah ini, tidak hanya menjadi intensitas dari pepatah “tong kosong nyaring bunyinya”, dan semoga metode ini berjalan selangkah dengan esensinya. Serta tidak membiasakan mahasiswa untuk menghujat, menjatuhkan dan menghakimi hingga menuhankan dirinya sendiri.

Karena pepatah mengatakan,“Membuat orang lain nampak bodoh tak berarti menjadikanmu terlihat pintar dan hebat. Melemahkan orang lain justru membuat kelemahanmu terlihat” (Mohammad Panji Islami)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun