Mohon tunggu...
Rini Nainggolan
Rini Nainggolan Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Rini O. Nainggolan, Mrs. Paul Schmetz

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Apakah Eropa Kaya?

11 Oktober 2014   02:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:31 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membahas Eropa (Uni Eropa) kaya atau miskin itu capek di mulut. Jikalah saya turuti hati saya yang muda (karena masih muda), setiap orang yang berasal dari Indonesia dan merantau ke Eropa lalu sibuk mengatakan Eropa kaya, akan saya usir dan tidak bolehkan kembali ke Indonesia.

“Negara Eropa (EU) "kaya" dilihat dari pengaturan keuangan yang transparan.” Itulah salah satu kalimat komentar Facebook saya karena ada yang comment tulisan saya berikut ini:

KOMENTAR TENTANG PARIWISATA DI INDONESIA

Apakah bisa pariwisata Indonesia tanpa anak-anak yang berjualan? Juga para "pemandu" dan pihak terkait yang ikut campur seperti "memaksa" dipandu, memungut uang dengan berbagai alasan yang dibuat mereka sendiri?

Bagaimana jika berwisata seolah tanpa beban di atas? Maka saat berwisata hati pengunjung cukup tenang dan dapat merasa "orang kaya." Kaya karena dapat berwisata dan orang-orang yang ada di sekitar area kunjungan pun terkesan "kaya" karena tidak "menghiba-hiba."

Susah kalau berwisata jumpa "orang miskin." Ingat yang berwisata juga adalah "orang-orang miskin" (karena biaya wisata pakai kartu kredit dulu).

Pengalaman di Eropa, "kaya" atau "miskin" itu antara "yang sanggup kredit" dan "yang terima bantuan keuangan dari anggaran pemerintah" (yg bisa sementara maupun terus-menerus). Pengecualian hanya untuk Bos IKEA, H&M, Zara dll (mungkin)

*Pembahasan ini ditekankan pada anak-anak yang berjualan, baik karena keinginan sendiri maupun dorongan/ suruhan orang tua.

Setiap transaksi dapat diamati karena melalui bank. Uang koin 1-2 Euro saja masih banyak kok warganya yang berpikir dua kali memberinya ke “tunawisma”, alasan kebanyakan adalah bahwa mereka sudah dapat tunjangan biaya hidup. Ini pun tak usah dibahas karena sudah dibahas juga oleh orang-orang Eropa bahwa para pendatang berdatangan ke Eropa terus dapat uang tunjangan hidup terus uang itu dikirim ke kampong asal.

Barangsiapa yang asalnya dari Indonesia dan “durhaka sama Indonesia” akan “diusir” dari Indonesia.

Penghuni Eropa harus bayar biaya gas untuk penghangat di musim dingin, juga bisa dibilang lumayan penduduknya yang mandi jarang. Selain biaya air yang kualitas air siap minum juga dingin. Coba suruh mereka byur-byur 2x sehari pakai gayung. Waktu saya kos, mandi bisa 3x sehari dan membayar listrik dengan kesadaran bahwa saya tak perlu hemat mandi karena selain cuaca kota yang gerah juga penghuni kos bayar yang boros listrik sama. (catatan: air adalah air sumur bor)

Penghuni Eropa umumnya juga bayar ini-itu dengan kredit. Kredit bahasa halus untuk hutang. Berani-beraninya bilang Eropa kaya. Ok, Eropa kaya, puas?

Juga tak akan saya lupakan ini, “Buat apa kembali ke Indonesia? Semiskin-miskinnya di sini (yang berkomentar tinggal di Eropa) masih bisa makan keju, makan daging, minum susu,”

OK, tinggallah di Eropa selamanya ya. Salam marah dari presiden masa depan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun