Mohon tunggu...
Reza Zaki
Reza Zaki Mohon Tunggu... -

S1 Fakultas Hukum UGM (Minsus Hukum Dagang)\r\n\r\nS2 Hubungan Internasional UGM (Minsus Diplomasi Perdagangan Dunia)\r\n\r\nKetua @rumahimperium (Lembaga Wirausaha Sosial Kab Sumedang)\r\n\r\nPeneliti Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM\r\n\r\nwww.rezazaki.com I @RezaSZaki

Selanjutnya

Tutup

Money

Menggugat WTO di Bali

7 Desember 2013   07:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:13 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

History repeats itself, first as tragedy, second as farce (Karl Marx).

SANGAT tepat apa yang dikatakan oleh Karl Marx bahwa sejarah berulang dengan sendirinya, pertama sebagai tragedi, kedua sebagai lelucon. Indonesia kembali mengadakan perhelatan pertemuan tingkat internasional pada isu perdagangan. Setelah KTT APEC diadakan dua bulan yang lalu di Bali, kini di tempat yang sama diadakan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) IX World Trade Organization (WTO) yang diselenggarakan pada 3-6 Desember 2013.

Sebuah Tragedi

Kehadiran Menteri-menteri perdagangan WTO ini dipastikan akan mendapatkan tekanan yang serupa dengan persitiwa pada bulan November 1999 di Seattle (Barlow dan Clarcke 2002). Ketika itu WTO sedang mengadakan pertemuan di Seattle untuk membicarakan agenda liberalisasi perdagangan jasa. Tapi kemudian muncul 40.000-50.000 demonstran yang tak diundang yang berasal dari berbagai spektrum aktivis mulai dari serikat buruh Amerika sampai sederetan aktivis NGO dan koalisi aktivis yang mengumandangkan isu-isu seperti pelestarian lingkungan, perdagangan yang adil dan penghapusan hutang dunia ketiga. Protes ini menyebabkan Amerika Serikat dan Uni Eropa mengalami kebuntuan di dalam proses negosiasi. Putaran negosiasi WTO gagal total dan derap langkah neoliberalisme untuk sementara berhasil dihentikan (Eric Hariej 2012).

Protes sosial yang sengaja ditujukan untuk pertemuan-pertemuan internasional menyebar tak terkendali di Washington, Millau, Melbourne, Prague, Nice, Gothenburg, Quebec City, Genoa, Barcelona, Doha, Chiang Mai, Cancun, Porto Alegre adalah kota-kota yang menjadi saksi kelahiran kembali perlawanan terhadap kapitalisme global. Ada kemungkinan, Bali menyusul sebagai kota yang menjadi simbol perlawanan terhadap neo-imperialisme global. LSM yang sering sekali bergerak dalam kritik sosial terhadap kebijakan WTO begitu banyak seperti IGJ, FMN, Serikat Petani Indonesia, dan Koalisi Anti Utang. Kritik mereka kebanyakan mengarah kepada isu pertanian yang hingga kini belum tuntas dibahas dan disepakati di dalam WTO.

Kemacetan Putaran Doha selama 12 tahun sejak digulirkan di Qatar pada tahun 2001 menimbulkan keresahan yang teramat besar kepada pelaku perdagangan multilateral. Pasalnya, jika KTM IX WTO ini tidak memberikan hasil, bisa jadi para pelaku bisnis akan melimpahkan libido perdagangan mereka ke sistem regional, bilateral, atau unilateral.

Kementrian Perdagangan Republik Indonesia melalui Gita Wirjawan begitu yakin jika KTM IX WTO ini dapat menghasilakan “Paket Bali” yang terdiri dari 3 isu yang dibahas yakni : Isu fasilitasi perdagangan, isu-isu perundingan pertanian, dan isu-isu pembangunan. Namun, pada pertemuan di bulan November 2013, Jenewa, proposal yang diajukan oleh G-33 (Grup negara-negara berkembang pada sektor pertanian) mengalami antiklimaks. Salah satu acuan kelompok G-33 mengenai Publicstockholding tidak mendapatkan respon meriah dari negara-negara maju. Diharapkan pada kesempatan KTM IX WTO, Indonesia sebagai Ketua G-33 dapat memperbaiki peta diplomasi yang sempat tanpa arah selama sebulan yang lalu.

Sebuah Lelucon

Gita Wirjawan didaulat menjadi Chairman pada KTM IX WTO sejak 4 Juni 2013. Kesempatan ini seharusnya dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dan juga negara-negara berkembang WTO untuk meloloskan proposal G-33 terkait pertanian negara berkembang yang membahas mengenai Special Product (SP), Special Safeguard Mechanism (SSM), dan Publicstockholding. Fakta bahwa arus deras impor produk-produk pertanian dari luar negeri terutama negara-negara maju mengakibatkan distorsi pasar, maka sudah semestinya proposal G-33 yang sudah diajukan sejak pertemuan di Cancun, Meksiko 2003 ini bisa terealisasi pada pertemuan Bali ini.

Di sisi lain, pada isu fasilitas perdagangan justru sampai sejauh ini Indonesia belum menemukan keuntungan yang dapat diambil sama sekali. Dari segi bantuan infrastruktur cenderung hanya menguntungkan negara-negara maju untuk memasukan barangnya dalam skala lebih besar melalui pelabuhan Indonesia. Jika ini yang terjadi, maka walhasil Indonesia akan terus mengalami defisit neraca perdagangan dan loyal menjadi net importir.

Di dalam isu pembangunan, pembahasan mengenai transfer tekhnologi juga belum tuntas dibahas secara tekhnis dalam rangka untuk menstimulasi kemampuan tekhnologi nasional di masa depan. Indonesia memiliki tujuh Undang-undang yang relevan antara lain UU No 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, UU No 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Melalui Undang-undang tersebut semestinya pemerintah Indonesia mampu untuk mengikat para investor untuk mentransferkan tekhnologi mereka dengan cara-cara yang disepakati.

WTO menganut prinsip Single Undertaking yakni jika ada satu negara tidak sepakat, maka tidak akan tercapai konsensus/keputusan.  Prinsip ini yang memang menjadi ranjau dari tidak berhasilnya Putaran Doha selama ini. Akan tetapi prinsip ini juga yang sesungguhnya membedakan WTO dengan UN dimana unsur politik bisa diredam. Indonesia yang memimpin KTM IX WTO ini sudah semestinya mampu memaksimalkan hasil pada forum dunia ini. Kegagalan forum KTT APEC dua bulan yang lalu seharusnya menjadi preseden bagi pengambilan sikap selama negosiasi Putaran Doha ini. Jangan sampai lelucon anggaran sebesar Rp 319,6 milliar yang keluar berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pembentukan Panitia Nasional Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Menteri Negara-negara Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) IX tahun 2013 tidak berarti apa-apa karena dana ini sama besarnya dengan dana perbaikan gizi se-Indonesia (FITRA 2013).

M.Reza S.Zaki

Peneliti Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun