Mohon tunggu...
Revie Juniarti
Revie Juniarti Mohon Tunggu... -

Terbang hinggap kian kemari\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Payudara

26 September 2011   07:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku hanya tahu ada 10 selang di badan Ibu. 2 infus, 2 darah, 1 untuk urine, 1 selang ke jantung lewat paha, 1 selang ke paru" (ketika dibuka akan ditarik manual tanpa bius, diameternya 1cm), 1 ventilator dr mulut, 1 masker oksigen, 1 selang ke lambung lewat hidung. Dokter bilang, aku menderita kanker, karena jenis tumornya sudah ganas. Dan dokter juga bilang, karna tumor ukurannya besar dan menempel di tulang belakang, akhirnya 1 tulang iga ku pun diangkat (dibuang) dengan cara dibakar didalam.

Tidak begitu saja, yang paling menyakitkan mungkin adalah mengingat Ayah. Ayah sudah meninggalkan Ibu ketika payudara ibu mengeluarkan cairan aneh dari putingnya. Ketika payudara ibu tidak bisa lagi memuaskan Ayah. Ayah pergi entah kemana, mungkin dia mencari wanita yang berpayudara sebesar kepala atau melarikan diri takut malu punya istri yang tidak punya payudara.

Aku tahu di saat itu, ibu hanya butuh genggaman tangan dan tatapan ”aku masih mencintaimu sampai kapanpun” hanya itu, yang ia butuhkan. Aku hanya menangis melihat ibu bersiap memasuki kamar operasi. Takut sekali di saat itu aku juga membutuhkan peran seorang Ayah yang menabahkan anaknya, menghapus air mata anaknya. Tidak juga Ibu apalagi Aku kami sama-sama gelisah, Ibu butuh suaminya dan Aku butuh Ayah. Dan Ayah? Kau tahu kemana Ayah. Ia pergi  begitu saja.

Untungnya Ibuku masih punya ketabahan sampai sekarang. Dan sampai sekarang Ayah tak kembali, ia lebih suka perempuan lain. Hinggap dari hotel ke hotel lain dengan perempuan yang tentunya masih punya dua payudara yang kencang dan memuaskan. Tidak seperti ibu yang hanya punya payudara sebelah. Semangat untuk hidup Ibu begitu besar sehingga membuat aku tegar dan berjanji akan menjaga ibu.

Aku selalu menemani ibu chek up ke dokter. Begitu mata ibu kulihat ada suatu harapan akan kehidupan. Tak pernah kami bahas tentang Ayah, yang kami bahas adalah tentang kami dan cita-cita kami. Kadang-kadang ada sedikit rasa anehku dan benci melihat payudaraku sendiri.

Seringkali aku berkaca di kamar sambil telanjang, menatap dalam-dalam bentuk dan setiap inci tubuhku. Apakah kesempurnaan dan kecantikan wanita itu hanya dipandang dari payudara saja? Lalu bagaimana tanteku yang meninggal karena kanker payudara, bagaimana ibuku yang hanya memiliki satu payudara dan harus mondar-mandir ke rumah sakit? Kini ibu setiap 6 bulan sekali harus kontrol untuk rogent dan CT-Scan.

Ibu tak pernah merasa tersinggung atau malu kalau dia hanya memiliki satu payudara. ”Bu, Ibu nggak pernah nangis? Pernah nggak Ibu marah sama Tuhan?” ujarku sambil menatap ibu. ”Marah? Kenapa mesti marah? Dengan begini Ibu lebih bersyukur bisa berbagi pengalaman dengan penderita kanker seperti Ibu”.

”Ayah, Bagaimana dengan Ayah, Ibu gak sakit hati?”, sedikit ragu-ragu, sebenarnya aku tak ingin menanyakan hal ini namun ku beranikan saja, aku ingin tahu apa yang dirasakan oleh Ibu sebenarnya. Lagi-lagi Ibu hanya tersenyum yanpa berkata-kata tapi matanya menunjukkan ungkapan ”semua aku terima”, benar-benar wanita hebat, aku bangga memiliki Ibu seperti ini.

Dengan sakitnya Ibu, ia tidak hanya diam. Ibu selalu aktif menulis di blog. Menulis motivasi-motivasi untuk para penderita kanker payudara. Aku juga penggemar tulisan-tulisan Ibu di blognya. Cerita Ibu begitu menggugah, banyak sekali para penderita kanker dan yang bukan memfollow blog Ibu. Mereka begitu menyukai Ibu. Dan kadang-kadang mereka meminta saran Ibu bagaiman bersikap tabah dan tetap semangat menjalani aktivitas dengan fisik yang tidak sempurna ini.

Aku kini menjadi penggemar Ibu. Kubutuhkan nasehat-nasehat dari Ibu untuk menegarkan Aku yang kini memiliki anugerah yang sama seperti Ibu. Aku juga dinyatakan terkena kanker payudara tetapi masih stadium awal. Ibu masih menggunakan pengobatan traditional dan rawat jalan di rumah sakit. Ibu tak pernah menatapku dengam belas kasihan karena aku juga mengalami hal yang sama sepertinya.

Ada 3 wanita dirumah ini tapi hanya memiliki 2 pasang payudara, 2 payudara pembantuku, 1 payudaraku dan 1 payudara Ibuku. Aku tidak pernah protes sekali lagi, aku tidak pernah protes. Hanya menerima seperti Ibu dan tetap menjalani hidup dengan semangat. Selain payudara masih ada lagi hal yang dapat kita banggakan dari diri kita. ”Ibu, kita sekarang sama ya?” ujarku. ”Ia, kita sama  sayang, walupun kita hanya punya satu payudara namun kita punya banyak cinta untuk sesama”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun