Budaya jak meu urõh
Oleh ║Rahmad Nuthihar
Sebuah pesta tanpa dihadiri oleh kerabat family rasanya tidak lengkap. Apalagi hari tersebut adalah peristiwa yang bersejarah dan tak akan terulang kedua kali bagi pasangannya masing - masing. Maka sangat penting untuk disampaikan kepada khalayak umum tentang jadwal berlangsunnya resepsi pernikahan itu. Dalam menyampaikan khabar acara tersebut bisa dilakukan dengan banyak ragam. diantaranya, menyebarkan undangan, memuatnya di media, datang kesetiap rumah - rumah untuk memberitakannya ataupun membuatnya di media cetak, tapi ini hanya untuk kalangan yang berada. Ada juga hal yang sederhana dan tidak memerlukan biaya yang besar adalah dengan mengirim utosan (utusan). Kebanyakan masyarakat aceh utusan yang dipilih adalah saudara dekat dari empunya yang mengadakan pesta. Tugas utusan ini sendiri menyampaikan kabar mengenai jadwal berlangsungnya pesta nanti, tidak mesti orang yang ditunjuk sebelumnya akan tetapi utusan ini bisa juga ditujukan kepada teman yang berada di suatu daerah yang jauh darinya untuk menyampaikan informasi yang sebelumnya tuan rumah tuturkan.
[caption id="attachment_115454" align="alignright" width="300" caption="ranup sigapue"][/caption]
Namun seiring perubahan jaman kearah yang lebih canggih, agenda ini sudah rentan digunakan bahkan sangat sulit kita temukan di kota - kota besar. Mereka memilih dengan cara yang instan dengan mengirim pesan singkat (sms) ataupun menelponya, dan bagi mereka yang memiliki tingkat ekonomi yang tinggi pemberitaan mengenai acara tersebut dilakukan dengan menyebarkan undangan kepada karib familinya, adaikata mereka tidak punya waktu untuk mengerimnya tuan rumah akan menitip undagan kepada orang lain ataupun menyuruh pak Pos untuk menujukan undangan tersebut seperti halnya yang tertera di halaman depan undangan . Satu hal yang sudah sudah jarang digunakan oleh masyarakat aceh sekarang adalah jak meu urõh (ranup sigapu).
jak meu urõh tidak memerlukan biaya yang besar untuk dilakukannya, kita hanya perlu membeli sirih, gambir dan kapur ranup tak lupa juga perlengkap kenikmatan ketika mengunyah sirih dengang menambangkan pinéng musang (biji pinang). Kemudian dibungkus dengan kain kuning yang didalamnya ditempatkan sebuah pateé ranup (wadah). Kain kuning sendiri mempunyai makna yang tersirat menandakan warna kejayaan aceh pada masa Iskandar Muda dan akan berlangsunya pesta. Maksud diberikan sirih adalah sebagai upaya mempererat tari silahrurahmi sesama keluaraga, tak terlepas dari itu semua sirih adalah makanan khas rakyat aceh dan memiliki banyak manfaat bagi kita semua ketimbang dengan mengirim sebuah undangan yang nantinya dibuang percuma, dan bisa kita katakan dengan hal yang sia - sia (mubazir). Bukankah Allah sangat membeci hal yang mumbazir ?.
jak meu urõh ini disutradarai oleh ayah atau ibu pasangan yang akan menikah, ketika meberikan ranup sigapu ini sang ayah menjelaskan secara rinci kapan pesta tersebut dilangsungkan dan dengan siapa anaknya akan menikah,
"neulangkah urumoeh bak uroe selasa, kemeng peukawen sinyak dara dengoen linto nyan dari meulaboh"
terhindar dari kesalahan penulisan gelar dan sangat efesien siapun bisa menangkap informasi yang diberikan oleh utusan dengan jelas dan ketimbang dengan sebuah undangan yang diberikan, mungkin saja didalamnya terdapat penulisan tanggal tidak jelas dicantumkan, jika dengan budaya jak meu urõh kesalahan tersebut bisa diminimalisir dengan penjelasan yang rinci ataupun menanyakan kembali kepada si pengatar sirih ini.
waktu jak meu urõh biasanya dimuali sejak 4 hari sebelum hari H (berlangsungnya pesta), selagi si empunya punya pesta menyebarkan berita, tetangga dekat mebantunya dengan mendirikan dapur umum ataupun persiapan pesta yang diperlukan saat berlangsungnya. Suasana kebersamaan sangat kental , saling bahu membahu untuk menyuksekan acara.
Rahmad Nuthihar Mahasiswa Gemasastrin Unsyiah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H