Mohon tunggu...
Daniel Iswahyudi
Daniel Iswahyudi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pencipta lagu anak, penulis cerita anak, trainer guru usia dini, pendidik dan pendongeng. "Anak pandai dan berkarakter tidak turun dari langit, tetapi harus dididik secara benar sejak usia dini"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Generasi Tanpa Ayah

11 November 2015   08:51 Diperbarui: 11 November 2015   09:08 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Alice berpacaran dengan Ben selama beberapa tahun. Ben berjanji akan meminangnya awal pada hari ulang tahunnya. Percaya akan janji itu Alice melangkah terlalu jauh. Dia terlalu intim sehingga ia hamil. Sesudah itu Ben menghilang entah kemana. Alice melalui hari-harinya dengan penuh penderitaan, sampai akhirnya lahirlah seorang bayi mungil tanpa ayah.

Sam dan Vivi berpacaran sejak mereka berdua masih kuliah dulu. Mereka menikah baik-baik dan telah dikaruniai dua orang anak, Riko dan Amanda. Tetapi berhubung Sam sekarang telah menjadi 'orang  besar' maka Sam menjadi terlalu sibuk sehingga tidak pernah punya waktu untuk Riko dan Amanda. Setiap kali anaknya mengajaknya berlibur, Sam selalu memiliki alasan. Riko dan Amanda memang memiliki ayah, tetapi sebenarnya mereka telah kehilangan dia.

Ini hanya sebagian kecil dari realita kehidupan ini. Kita masih dapat menyaksikan banyak kasus lain di sekitar kita yang mirip dengan kasus di atas. Pergaulan bebas telah merusak pandangan anak muda tentang seks dan perkawinan. Tak ada penghormatan terhadap Tuhan yang menciptakan lembaga perkawinan itu. Seks hanya digunakan untuk bersenang-senang dan memuaskan diri sendiri. Itu sebabnya sering kita jumpai anak-anak gadis yang hamil di luar nikah. Masih beruntung bila pemuda kekasihnya mau menikahinya, tetapi bila tidak  mereka akhirnya memilih jalan aborsi sebagai jalan keluarnya, atau bila tidak mereka akan melahirkan generasi tanpa ayah.

Begitu pula dengan keluarga-keluarga yang hidup di tengah dunia yang glamour dan sarat dengan pandangan materialisme dan konsumerisme ini. Ayah sibuk bekerja, bisnis, dengan dalih untuk membahagiakan anak. Memang hakekat seorang ayah itu adalah pekerja. Sejak manusia pertama, yang dibebani untuk bekerja menanggung keluarga adalah seorang ayah, sebagai kepala keluarga. Tetapi bila kerja terlalu berlebihan, maka kerja itu tidak mendatangkan berkat atau rezeki. Bekerja bukan berarti harus melupakan keluarga, istri dan anak-anak. Uang memang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan keluarga, tetapi kehadiran seorang ayah di rumah bagi anak-anak itu sangat dibutuhkan. Kesibukan kerja atau bisnis tak seharusnya menjadikan seorang ayah mengabaikan anak-anaknya.

                Kehadiran seorang ibu saja bagi anak-anak belumlah cukup. Tanpa ayah di rumah terasa ada yang kurang dan keluarga pasti akan menjadi timpang. Uang dan barang tak dapat menggantikan sosok seorang ayah. Anak butuh kehadiran seorang ayah untuk dijadikan figur yang mereka kagumi, mereka hormati dan mereka teladani. Dan seorang ayah seharusnya dapat menjadi tempat berbagi rasa sejak anak-anak masih kecil. Anak akan merasa senang bila ayahnya mau mengajaknya jalan-jalan di pagi hari, bermain bersama, membacakan cerita menjelang tidur dan mengajaknya berdoa sebelum makan. Anak akan merasa senang bila ayahnya bisa membetulkan mainannya, menggendongnya dan menciumnya sebelum mereka berangkat sekolah. Dan rasa senang seperti itu tak dapat digantikan oleh uang atau barang.

Jangan heran bila suatu hari Anda menemukan di kantong baju anak Anda sebatang rokok, sebungkus sabu dan beberapa butir pil exstacy. Jangan heran bila suatu hari anak Anda mulai berani membantah dan membentak Anda. Dia tidak lagi seperti bayi mungil yang lucu. Dia tak lagi seperti kanak-kanak yang gampang diatur. Mereka berbuat begitu karena tidak ada sosok seorang ayah yang dapat mereka teladani. Seorang ayah yang berwibawa, tetapi bukan pemarah. Seorang ayah yang sayang, tetapi bukan yang hanya bisa memberi uang. Seorang ayah yang memberinya rasa aman, nyaman dan bahagia.

Itulah sebabnya, anak-anak muda harus berhati-hati memilih pasangan hidup. Jangan sembrono, berpacaranlah dengan baik dan sopan dan lakukanlah semua itu bukan untuk kesenangan diri sendiri, tetapi ingat pada akibatnya, ingat juga ada generasi yang tercipta sesudah dirimu. Dan kepada para ayah, jangan gantikan kedudukanmu di rumah dengan uang atau barang! Bila kita ingin menciptakan generasi yang baik, generasi yang kuat, jangan ciptakan generasi tanpa ayah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun