Mohon tunggu...
Daniel Iswahyudi
Daniel Iswahyudi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pencipta lagu anak, penulis cerita anak, trainer guru usia dini, pendidik dan pendongeng. "Anak pandai dan berkarakter tidak turun dari langit, tetapi harus dididik secara benar sejak usia dini"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dorongan Positif Menghasilkan Perubahan yang Besar Bagi Anak

4 November 2015   14:08 Diperbarui: 4 November 2015   14:28 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dorongan dan pujian atau ‘rewards’ itu merupakan terapi yang luar biasa bagi  seseorang, untuk melakukan sesuatu dengan senang, dan kalau seseorang melakukan sesuatu dengan senang, maka sebuah jaringan baru di otaknya bisa terbentuk, sebuah fungsi dibangun dan sebuah aspek kecerdasan dimunculkan.

Kisah ini mungkin bisa memberikan inspirasi bagaimana sebuah reward bisa memacu seorang anak untuk maju dan berprestasi luar biasa.

Hellen Keller lahir pada tanggal 27 Juni 1880 di Tasukambia di Alabama, AS. Sewaktu ia berusia 19 bulan dia terjatuh di kamar mandi. Akibatnya dia buta dan tuli seumur hidupnya. Orang tuanya ingin memperlakukan Hellen seperti anak-anak normal lainnya. Akhirnya, saat Hellen berumur 7 tahun, ayahnya menyerahkan pendidikan Hellen kepada seorang guru yang datang ke rumahnya, guru itu bernama Anne Sullivan. Sullivan sangat  terbeban untuk menolong orang yang cacat, dia pun hanya bisa melihat samar-samar saja karena sakit yang dideritanya pada masa kanak-kanak.

Mula-mula Sullivan mengajarkan Hellen untuk makan memakai  sendok dengan cara yang rapih. Kemudian Hellen diajarkan nama tiap-tiap benda. Sullivan menuliskan b.o.n.e.k.a dengan jarinya di telapak tangan Hellen, sementara itu ia mengajak Hellen meraba boneka yang sedang didekapnya. Berulang-ulang hal itu dilakukan. Kemudian Hellen pun menuliskan b.o.n.e.k.a di telapak tangan Ibu Sullivan.

Pada suatu hari yang cerah, mereka pergi ke pompa air di halaman. Di sana ibu Sullivan memberinya sebuah gelas, lalu ditulisnya huruf  g.e.l.a.s di telapak tangannya. Setelah itu dipompanya air dan tangan Hellen diletakkannya di bawah pancuran pompa. Air melimpah menimpa tangan Hellen. Kali ini Ibu Sullivan menuliskan  a.i.r. Kini, Hellen sadar bahwa wadah yang digenggamnya itu adalah gelas, dan yang dingin itu adalah air. Setelah hafal banyak kata-kata, lalu Hellen mulai belajar mengenal huruf  braille. Hellen mulai belajar tentang banyak hal yang ada di dunia yang tadinya  belum diketahuinya. Ia sekarang tahu tentang mimpi, cita-cita, dan kegembiraan. 

Ketika Hellen berusia 10 tahun, ia masuk ke sekolah Horseman. Letaknya jauh dari rumah. Di sana ia akan belajar untuk berlatih berbicara dengan bibir. Menjelang keberangkatannya, ia menuliskan sesuatu di telapak tangan Hellen, “Jaga dirimu baik-baik. Maju terus ya, kami mencintaimu.” Hellen pun mengambil tangan ibunya, dan menuliskan, “Saya pergi Bu. Doakan Hellen ya!”  Ibunya tak dapat menahan air matanya mengantar kepergian Hellen.

Di sekolah Horseman, mula-mula ia diajar metode latihan oleh Ibu Sullivan. Dengan metode itu, Ibu Sullivan memasukkan tangan Hellen ke dalam mulutnya, sehingga pada saat bicara, Hellen merasakan gerakan bibir dan lidah. Hellen lalu memasukkan tangannya ke dalam mulutnya sendiri, dan ia berusaha untuk berucap. “Betapa inginnya ia bisa berbicara,” kata Ibu Sullivan terharu melihat kesungguhan Hellen. Hellen terus berlatih walau dengan susah payah.  Akhirnya sedikit demi sedikit ia bisa berbicara.

Liburan musim panas telah tiba. Hellen dan Ibu Sullivan kembali pulang ke rumah setelah lama pergi. Hellen sudah rindu sekali dengan keluarganya dan suasana di rumah. Ayah, ibu serta adiknya menjemput Hellen dengan perasaan harap-harap cemas. Begitu sampai di depan rumah. Hellen langsung lari mendapatkan ibunya. “Ayah! Ibu! Saya pulang,” teriaknya sambil datang berlari. Dari mata ibunya, mengalirlah air mata kebahagiaan. “Hellen, panggil ibu sekali lagi.” “Ibu, ibu!”, demikian Hellen memanggil ibunya lagi. Mereka sangat  terharu bertemu dengan Hellen.

Dalam mempelajari sesuatu, Hellen harus berusaha berkali-kali dibandingkan dengan orang biasa, tapi Hellen bertekad terus. Setelah lulus sekolah dia meneruskan ke Perguruan Tinggi di Radcliffe. Ibu Sullivan menemani Hellen selama kuliah dengan cara “mengeja” apa yang dikuliahkan pada tangan Hellen.  Singkat cerita pada tahun 1904, setelah mempelajari bahasa Jerman, Yunani, Latin dan Perancis, Hellen Keller menjadi orang buta dan tuli yang pertama yang menguasai 5 bahasa dan mendapatkan gelar sarjana . Dan gelar sarjana ini dia peroleh dengan gelar ‘cum laude’.

Dia menulis 14 buku, memberikan kuliah di Perguruan Tinggi, mengunjungi Gedung Putih, dan berkeliling dunia mengunjungi 20 negara untuk orang-orang yang cacat tubuh seperti buta, tuli, dan bisu serta memotivasi mereka hidup.

Suatu waktu, Ratu Inggris Victoria, ketika menyematkan tanda penghargaan Inggris yang tertinggi bagi orang asing, bertanya kepada Helen Keller, “Bagaimana Anda mendapatkan pencapaian yang menonjol dalam kehidupan? Bagaimana Anda menjelaskan kenyataan bahwa walaupun Anda tunanetra dan tunarungu, Anda bisa mencapai begitu banyak?” Tanpa keraguan barang sesaat, Helen Keller mengatakan ; “Kalau tidak ada Annie Sullivan, nama Helen Keller  tetap tidak akan terkenal.”

Hellen amat berterima kasih kepada Ibu Sullivan, dan ia pun bertekad akan bekerja mengabdikan seluruh hidupnya untuk orang-orang cacat seperti yang dilakukan oleh gurunya — Ibu Anne Sullivan.  Helen Keller mempengaruhi berjuta-juta orang setelah kehidupan disentuh oleh Anne Sullivan.

Banyak orang menceritakan kisah di atas, dan memilih Hellen Keller sebagai lakon utama cerita tersebut. Tapi saya menceritakan kisah di atas dan menjadikan  Anne Sullivan sebagai lakon utamanya, yaitu orang yang memberikan dorongan yang positif kepada orang lain.

Bagaimana  Sullivan bisa memberikan dorongan dan merubah hidup seseorang, meningkatkan kecerdasan dalam berbagai aspek mulai  ‘kecerdasan berbahasa’ dan terutama ‘self- image’ / kecerdasan emosi seorang cacat? 

Kuncinya menurut Sullivan adalah; memberikan ‘rewards’ atau ‘imbalan’ atau pujian untuk sebuah kemajuan kecil saja yang positif.   Jangan menunggu sebuah perubahan besar dan baru memberikan pujian. Berikan reward, meskipun itu hanya sebuah pujian yang positif kepada anak kita, untuk menghasilkan perubahan yang luar biasa dalam hidupnya di masa mendatang.***

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun