FR, inisial pelaku dari penusukan korban SMAN 6 Jakarta, Alawy, akhirnya tertangkap polisi di Yogyakarta.
Ini bukan kejadian yang pertama terjadi, karena perseteruan dua SMA favorit di Jakarta, dan cukup bergengsi antara SMA 6 dan SMA 70 Jakarta Selatan. Melihat ironi permusuhan secara menahun ini, bagaimana sebaiknya menyikapi supaya para pelajar-pelajar terpilih ini tidak baku hantam dijalan seperti layaknya segerombolan preman?. Bukan hanya untuk SMA favorit sajalah, tentunya untuk seluruh SMA seJakarta, karena saya tidak pernah mendengar tawuran SMA di kota Sukabumi, misalnya.
Seperti lirik lagu...mau dibawa kemana....pelajar kita?....sedih rasanya jika melihat mereka baku hantam apalagi membawa senjata tajam, apa yang mereka dapat disekolah?kemana gurunya?apa yang dikerjakan? Sebegitu displinnyakah aturan sekolah sampai stress mereka harus menyalurkan stressnya dengan membacok pelajar dari sekolah lain?
Apakah perlu sistem militer diwajibkan bagi para pelajar laki-laki dengan mengundang misalnya TNI masuk sekolah, dan memberikan pemahaman moral? Karena sayapun belum pernah baca ada tawuran yang melibatkan pelajar puteri. Semoga tidak akan pernah. Rasanya contoh diatas konyol dan tidak masuk akal. Lalu apa gunanya guru Bimbingan, wali kelas, guru agama?pelajaran moral, atau apapunlah yang berbau moral etika.
Kembali ke keluarga. Mungkin ini yang masuk akal sehingga mereka tidak perlu turun ke jalan bagaikan ninja. Bukan kaya atau miskinnya, bukan juga latar belakang orang tuanya, tapi moral agama, etika,kesantunan yang ditanamkan oleh orang tuanya,mungkin orang tua angkatnya,misalnya, jika anak terbiasa menyelesaikan masalah dengan kekerasan, setiap hari, dengan ancaman, bukan hanya fisik tapi juga verbal misalnya, tentunya tertanam bagaikan chip komputer harus menyelesaikan masalah dengan kekerasan pula. Bahkan, supaya keliatan keren, jadi seperti ya itu tawuran.
Sudah kejadian ini apa?balas dendam?bukan menyelesaikan masalah,tapi justru memperpanjang masalah yang tidak akan ada habisnya. Sekarang bukan hanya peranan guru, lingkungan,alumni dan teman-teman juga, dari moral setiap pelajar yang terbentuk di rumahlah yang mempunyai peranan penting. Anak berangkat dari rumah, pulang dari sekolah ke rumah, atau jika anak itu harus kost, ya seharusnya ada keluarga terdekat yang mengontrol. Setidaknya si anak mempunyai tempat curhat ketika dia membutuhkan solusi. Bukan curhat ke preman, atau teman atau senior yang punya pemahaman keliru.
Peran guru kemana? Bukan menjadi orang yang ditakuti di semua kelas, namun guru selayaknya juga mengikuti jaman moderen juga, mejadi teman bagi murid, jangan tertinggal teknologi dengan muridnya. Misalnya, dengan mempunyai account twitter,facebook,setidaknya ketika muridnya sedang galau (bahasa trend saat ini), maka kadang nih si murid pasang status di wall fb-nya, atau twitternya..lalu guru (wali kelas) misalnya, tahu akan kegalau-an apa yang terjadi anak didiknya. Jadi, bukan semata masuk kelas, kasih tugas,kasih PR,kasih ulangan,balikin kertas jawaban,selesai. Upgrade-lah diri anda para guru tercinta....murid anda juga anak didik yang berkembang sesuai dengan jamannya, sesuai dengan porsinya tentunya. Projek kelas misalnya,bisa juga di upload ke video youtube, sehingga bukan hanya para murid bangga dilihat oleh sesama pelajar sekolah lain, namun juga mungkin di seluruh Indonesia, saling berbagi pengalaman.
Semoga tidak lagi tawuran antar pelajar di Jakarta ataupun di manapun di Indonesia tercinta ini. Damai itu Indah..Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H