KARAWANG -- LSM Kompak Reformasi menyayangkan digelarnya rapat tertutup antara pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang beserta Dirjen KLH dengan beberapa perwakilan petani penggarap LMDH yang membahas mengenai pengelolaan hutan sosial di daerah Karawang Selatan, yang digelar di ruang rapat Bupati Karawang, pada  Jum'at (28/7/17) lalu.
Sekretaris LSM Kompak Reformasi, Pancajihadi Alpanji menduga, program hutan sosial yang digulirkan pemerintah pusat dengan menggandeng Pemerintah Daerah adal modus alias akal-akalan konglomerat pemilik "Gunung Sewu Holding Company" dalam rangka mengakuisisi atau menguasai lahan seluas 5009 Ha yang ada di Karawang Selatan untuk kepentingan bisnisnya.
"Menurut hasil investigasi kami, rapat yang digelar antara Menteri Agraria dan Tata Ruang beserta Dirjen KLH dengan beberapa perwakilan petani penggarap LMDH yang membahas mengenai pengelolaan hutan sosial di daerah Karawang Selatan beberapa hari lalu, adalah akal-akalan pihak Gunung Sewu Holding Company yang didirikan oleh "Go Soei Kie" alias Dasuki Angkosubroto, yang endingnya mengarah pada land acquisition atau penguasaan lahan seluas 5009 Ha yang arealnya ada di 7 Desa dan 4 Kecamatan untuk kepentingan bisnisnya, "kata pria yang akrab disapa Panji kepada tintabiru.com, Minggu (30/7/17).
Panji menjelaskan, Gunung Sewu Holding Company memiliki anak perusahaan dengan nama PT. Great Giant Pineapple (PT. GGP) sebuah perusahaan yang sukses dalam budidaya buah nanas di wilayah Lampung dengan ribuan hektar lahan perkebunan.
Lahan perkebunan nanas milik PT. GGP yang berada di wilayah Lampung
"Keberhasilan PT. GGP ini sengaja akan diterapkan di Kabupaten Karawang dengan memperalat Pemerintah Pusat dan Daerah, "ujar Panji.
Secara legalitas, ungkap Panji, konsep Great Giant Food (GGF) yang akan diterapkan di wilayah Karawang Selatan oleh Gunung Sewu Holding Company melalui PT. GGP, akan berbenturan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
"Areal yang akan dijadikan sebagai lahan perkebunan itu adalah kawasan hutan. Â Jika dipaksakan, maka hutan tersebut harus di land clearing (Ditebang hingga gundul-red) terlebih dahulu dan diganti dengan tanaman holtikultura yang sejalan dengan core business Gunung Sewu Holding Company yakni buah-buahan impor seperti nanas dan pisang, "jelasnya.
Aktivis LSM sekaligus pengusaha perkebunan kelapa sawit ini juga mempertanyakan sistem yang akan diterapkan dalam penanaman tanaman holtikultura di lahan seluas 5009 Ha tersebut.
"Mau menggunakan sistem apa ? Apakah mungkin akan menggunakan sistem tumpangsari ? Menurut kami itu tidak masuk akal. Jika menggunakan sistem tumpangsari berarti diatasnya ada pohon keras atau pohon besar kemudian dibawahnya ditanami tanaman holtikultura. Saya yakin konsep Great Giant Food (GGF) akan menggunakan sistem teknologi modern perkebunan, sehingga minim dari penyerapan tenaga kerja, "ucapnya.
Panji juga mempertanyakan keterlibatan beberapa LMDH di Karawang yang nantinya akan dipekerjakan pada perusahaan tersebut.
"Sesuai dengan UU nomor 41 tahun 1999 yang telah dirubah menjadi UU nomor 19 Tahun 2004 tentang kehutanan, bahwa LMDH adalah masyarakat yang memberdayakan dan memanfaatkan hutan. Jika program ini terealisasi, maka hutan di wilayah Karawang Selatan akan terkonversi menjadi perkebunan, sehingga pada gilirannya LMDH akan beralih fungsi menjadi "Kuli Perusahaan Perkebunan". Walaupun mereka memiliki hak garap selama 35 tahun, namun jika hanya berdasar kepada SK Menteri atau SK Perhutani, maka sewaktu-waktu bisa SK tersebut bisa saja dicabut secara  De Facto, sehingga nantinya pihak perusahaanlah yang akan menanam tanaman holtikultura di lahan tersebut dengan menggunakan sistem peralatan modern, "tambahnya.
Tak hanya itu, Panji mencurigai adanya modus baru pihak Gunung Sewu Holding Company yang akan merubah status kepemilikan lahan 5009 Ha tersebut menjadi HGU atau HGB.k
Jika lahan seluas 5009 Ha itu menggunakan sistem sewa, maka akan tetap merugikan pihak LMDH sendiri, karena pada posisi itu LMDH tidak memiliki daya tawar tinggi. Dan bukan hal yang mustahil jika Gunung Sewu Holding Company secara diam-diam akan mengajukan status lahan seluas 5009 Ha tersebut menjadi HGU atau HGB, "ungkap Panji.
Panji juga mempertanyakan Perda tentang RTRW mengenai peruntukkan kawasan hutan yang ada di wilayah Karawang Selatan tersebut.
"Dilihat dari sisi tata ruang, Â kawasan tersebut adalah kawasan hutan. Jika kawasan hutan akan dikonversi menjadi kawasan perkebunan tanaman holtikultura, maka Perda No. 2 tahun 2013 Â tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Karawang Tahun 2011-2031 harus dirubah terlebih dahulu, "tegas dia.
Sekretaris LSM Kompak Reformasi ini menyangsikan rencana mega proyek Gunung Sewu Holding Company akan berhasil dalam penanaman tanaman holtikultura di kawasan tersebut.
"Kami skeptis dan menyangsikan jika Gunung Sewu Holding Company akan berhasil dengan rencananya yang akan menanam tanaman holtikultura di kawasan hutan tersebut, karena kawasan hutan itu dulunya adalah kawasan perkebunan yang gagal saat dikelola oleh perusahaan bernama "NV. Â MAATSCHAPPIJ TOT EXPLOITATIE DER TEGALWOROE LANDEN KRAWANG" dengan luas lahan 50.000 Ha, yang dikelola pada Jaman Hindia Belanda.
Dan bukan pula hal yang mustahil, saat Gunung Sewu Holding Company menemui kegagalan, maka pihak manajemen yang didirikan oleh Go Soei Kie alias Dasuki Angkosubroto akan merubah haluan bisnisnya itu dari yang semula adalah kawasan perkebunan dirubah menjadi kawasan industri. Sebab, walau bagaimanapun, Gunung Sewu Holding Company memiliki anak perusahaan yang bergerak pada bidang property, selain perusahaan yang bergerak pada perkebunan dan asuransi, "tandas Panji.
Selain itu, LSM Kompak Reformasi mengajak kepada seluruh para penggiat lingkungan untuk bersama-sama menolak rencana alih fungsi kawasan hutan di Karawang Selatan yang akan dirubah menjadi kawasan perkebunan.
"Kami mengajak kepada semua para penggiat lingkungan untuk bersama-sama menolak rencana ini, karena rencana alih fungsi lahan ini akan menghilangkan 5000 Ha hutan yang ada di Kabupaten Karawang. Kami juga meminta kepada pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang agar berani dengan tegas menolak program tersebut, meskipun program ini akan mendatangkan keuntungan materi dan telah mendapat restu dari pemerintah pusat. Karena bukan tidak mungkin program ini nantinya akan memberikan kontribusi nyata bagi timbulnya berbagai bencana alam di sekitar wilayah Kabupaten Karawang, "seru dia.
LSM Kompak Reformasi meminta agar jajaran TNI dan Polri bisa secara arif dan bijaksana dalam menyikapi permasalahan hutan di Karawang Selatan yang saat ini tengah menjadi permasalahan krusial.
"Kami meminta pihak TNI dan Polri bisa secara arif dalam menyikapi permasalahan ini. Jangan sampai permasalahan hutan di Karawang Selatan pada ujungnya akan menimbulkan gejolak dan konflik sosial, yang pada gilirannya TNI dan Polri akan berhadapan dengan masyarakat sipil, "pintanya. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI