Mohon tunggu...
faaqih irfan djailani
faaqih irfan djailani Mohon Tunggu... -

Saya orang yang suka membaca dan menulis. Itu saja.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Imagine a Double Decker

28 Juli 2010   03:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:33 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Oh, gitu gue naik AC nih,"

"Gaya banget lho. Hahaha,"

"Setan lo! Tunggu gue ya di Bogor?"

"Oke,"

Lepas sepuluh menit keretaapi AC Ekonomi yang ditunggu-tunggu akhirnya datang setelah sebelumnya operator di stasiun Tebet memberitahukan kedatangan kereta dari arah Utara. Benar apa yang dipikirkan Darwin. Penuh dan padat. Itu yang terlihat olehnya ketika kereta melintas di depan para penumpang yang hendak naik. Ketika pintu dibuka para penumpang berebut ingin masuk ke dalam. Darwin pun juga terpaksa seperti karena tidak ada pilihan lain. Mulailah ia berdesak-desakan dengan sesama penumpang. Benar-benar seperti terhempit banyak beban. Salah seorang penumpang ada yang menginjak kakinya untungnya ia merasa tidak kesakitan karena memakai sepatu. Di sisi lain ada penumpang yang berteriak-teriak, heh jangan main dorong dong. Ia berkata seperti itu karena merasa didorong oleh penumpang yang hendak naik. Kereta pun berjalan. Di tiap stasiun bukannya berkurang kepadatan makin bertambah seperti layaknya Jakarta yang tiap tahun makin padat.

Dalam keadaan seperti ini Darwin hanya bisa terpaku sambil memegang pegangan yang berada di atasnya. Tak ada si pemeriksa karcis kalau sudah seperti ini karena si pemeriksa karcis sudah ogah untuk melanglang buana diantara banyak kepala. Teriakan anak kecil seperti menambah kepadatan yang sudah membahana tersebut. Mendengar itu Darwin kesal di hatinya walaupun ia teringat perkataan ibunya bahwa tangisan anak kecil bisa menyelamatkan orang dari kecelakaan karena jiwa mereka yang bersih dan dijaga malaikat. Darwin pun berharap semoga kepadatan ini berkurang ketika kereta mencapai stasiun Depok Baru.

Di dalam itu ia lalu mengkhayal karenanya. Keadaan keretapi di Indonesia yang semakin memadatkan penggunanya dan bukan menyamankan. Dirinya yang mengkhayal itu lalu menerawang ke seluruh interior kereta AC Ekonomi dan terlihat bahwa keretaapi ini adalah "buangan" dari Jepang. Di negara asalnya pasti tidak sepadat ini. Darwin melihat kepadatan ini seperti dibuat-buat dan akhirnya dimanfaatkan oleh mereka yang sebenarnya tidak memiliki tiket AC Ekonomi untuk ikut masuk ke dalam.

Ia lalu teringat tentang keretaapi lantai ganda atau double decker. Keretaapi itu seharusnya ada di Indonesia terutama di jalur jabodetabek yang begitu padat menggila penggunanya. Di negara-negara lain yang ada sistem komuternya saja kereta jenis itu ada. Ia yakin kereta itu pasti bisa menjawab kepadatan dalam gerbong ini. Ia lalu membayangkan bentuk kereta itu yang besar dan padat berwarna putih dengan lambang KA yang berwarna merah. Jika satu gerbong kereta normal berjumlah 8 gerbong maka jika ada double-decker akan berjumlah 16. Manusia-manusia di Jabodetabek yang menggunakan keretaapi untuk ke tempat kerja dan ke kampus akan bisa terangkut semuanya dengan tertib dan karenanya tidak boleh lagi ada manusia-manusia konyol yang mencari mati di atap kereta.

Keretaapi jenis ini pun juga bisa diaplikasikan untuk lokomotif yang keluar kota apalagi saat mudik. Berita tentang padat tidak teraturnya keretaapi sudah tidak akan terdengar lagi. Kereta sapu jagad karenanya tidak diperlukan lagi.

Tetapi dalam hatinya ia meragukan apa bisa negara ini membuatnya?

Keretaapi AC Ekonomi yang ia tumpangi terus melaju sampai akhirnya ke stasiun Depok Baru. Benar sesuai dengan pikirannya. Para penumpang memang kebanyakan turun di stasiun ini. Kemudian di stasiun berikutnya dari Depok Lama hingga Cilebut terus terjadi pengurangan penumpang. Darwin pun lega.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun