Mohon tunggu...
Nurul Chotimah
Nurul Chotimah Mohon Tunggu... -

Lihatlah dunia dalam kacamata yang berbeda, maka kita akan tahu tentang kebesaran Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Golput? Anda Apatis Dengan Negeri Ini

9 April 2014   05:18 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:53 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang 9 April atau besok pagi, banyak sekali status di sosmed sperti BB, FB ,WA yang berkaitan dengan pemilu. Mulai dari kampanye caleg, program, hingga seruan golput. Saya sendiri pernah mendapatkan sms ajakan golput yang berisi tentang fatwa haramnya demokrasi dalam islam. Di sisi lain ada pula yang dengan terang-terangan bilang dia golput karena males lihat para caleg yang “cari muka”, baiknya cuma saat pemilu saja. “Nggak ada bedanya ada pemilu atau nggak,negeri ini dari dulu sampai sekarang tetap aja miskin.”

Ungkapan diatas sebenarnya salah satu jeritan rakyat yang sudah capek dengan kebobrokannegeri ini. Setelah berpuluh tahun negeri ini merdeka namun tidak menunjukan kemajuan yang signifikan,justru yang terlihat adanya kemunduran (dilihat dari hutang negara yang makin menggunung serta kemiskinan yang makin terlihat). Namun apakah golput adalah salah satu solusi kita untuk menghadapi masalah di negri ini. Kemiskinan, TKW yang teraniaya, korupsi, pendidikan yangmahal serta persoalan lain yang makin rumit apakah akan selesai dengan sikap rakyat yang golput?

Sungguh, sikap golput sebenarnya bukan suatu sikap yang bijak. Kita boleh marah, kita boleh sedih dengan keadaan negeri ini, marahlah dengan keadaan negeri ini. Namuan jangan sampai kemarahan itu membuat kita bersikap apatis. Apatis memandangkemajuan negeri ini. Akankah kita memukul rata bahwa semua caleg sama? Kalau semua buruk, berarti sampai kita punya anak cucu bahkan cicitpun maka negeri ini pun akan tetap miskin dan tidak maju karena semua caleg kita anggap buruk. Padahal bisa jadi kitalah yang tidak mau membuka mata kita dengan caleg-caleg yang ada di Dapil masing-masing. Tidak mau mencari info caleg A kiprahnya seperti apa, caleg B kiprahnya seperti apa. Coba kita lihat kembali hati kita. Pernahkah kita melakukan hal itu,mencari info dahulu sebelum kemudian memutuskan golput.

Padahal ketika seseorang sudah golput, pemilu tetap berjalan. Dan suara terbanyaklah yang menang, tidak perduli dia orangnya amanah atau tidak. Nah ,bisa dibayangkan bukan ketika kemudian yang menduduki kursi dewan adalah orang yang tidak amanah. Orang yang menang karena dia memakai sistem money politik, sedangkan ketika ada caleg yang benar-benar ingin mengabdi untuknegeri ini justru kita mencemoohnya. Memandang terlalu cinta dunia, cari ketenaran, memukul rata semua caleg sama.

Dengan keadaan seperti ini akankah kita masih keukeuh untuk golput? MUI sendiri sudah mengeluarkan fatwa tentang diperbolehkannya mencoblos dalam pemilu, demikian pula halnya dengan ulama-ulama dari berbagaiormas islam. Ulama HTI dan Salafi sudah mengeluarkan fatwanya terkait diperbolehkannya menyoblos dalam pemilu. Nah, dengan ini pun apakah kita tidak tergerak untuk menyumbangkan suara kita bagi negeri ini. Lihatlah bahwa negeri ini sesungguhnya membutuhkan kita semua. Akanlah dengan sikap apatis kita maka indonesia akan lebih baik? Bisa jadi lebih buruk bukan? Sebelum negeri ini menjadi semakin buruk karena sikap apatis rakyatnya, maka bukalah pintu hati kita. Cermati nama-nama caleg yang ada. Plih yang bisa mewakili rakyat. Kalau sama-sama baik maka pilihlahyang terbaik,kalau dianggap buruk . maka pilihlah yang memiliki keburukan yang paling sedikit. 5 menit untuk 5 tahun, jangan sampai menyesal kawan. Inilah salah satu peran kita dalam memajukan negara. Salam Indonesia..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun