Mohon tunggu...
Nurin Nazlah Maulida
Nurin Nazlah Maulida Mohon Tunggu... -

From Situbondo :) I pround with my life to be a success person.. Amiiin..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selangkah Tak Sampai

8 Desember 2014   04:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:49 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Selangkah Tak Sampai

By : Nurin Nazlah Maulida

Sebuah kisah tentang masa laluku. Dimana sekitar lima tahun yang lalu, aku sangat ingat sekali akan kejadian ini.

“ Braaaaaak! ” terdengar suara itu dari belakangku. Seketika aku langsung melihat kebelakang.

“ Astaghfirullah..kamu tidak apa-apa? “ tanyaku pada sosok laki-laki yang tidak ku kenali siapa dia.

Laki - laki itu hanya terdiam saja dan tiba-tiba pergi dengan sepedanya. Dia tidak menghiraukan pertanyaan dan kepedulianku. Tak mau berlama-lama di tempat itu, aku pun langsung melanjutkan perjalanan ke rumah karena malam sudah larut.

“ Assalamu’alaikum.. maaf bah, tiva pulang agak lambat, tadi di jalan ada pemuda yang terjatuh sendiri dari sepedanya, jadi tiva sempat menolongnya sebentar “ ucapku pada abah.

“ Pemuda siapa yang kamu tolong itu nak ? “ Tanya abah dengan penuh curiga,

“ Tiva juga kurang tahu bah siapa pemuda itu. Yasudah bah, tiva pergi ke kamar dulu. Assamu’alaikum “

Jam di dinding menunjukkan pukul 22.30 akan tetapi mataku masih saja tak mau terpejam. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba pikiranku mengingat kembali akan kejadian tadi. Siapa pemuda aneh itu, sepertinya bukan dari desa ini. Siapa dia? Entahlah….

***

“ Tiva? Apakah kamu sudah bangun? “ Tanya abah di depan pintu kamarku.

“ iya abah, sebentar lagi tiva keluar kamar “ jawabku singkat.

“ iya cepatlah nak, abah tunggu di musholla “

Abahku adalah pemilik pesantren kecil khusus untuk anak orang-orang desa sekitar yang kurang mampu. Aku dan abah hidup berdua. Umi telah meninggalkan kami berdua sejak umurku masih kanak-kanak. Jadi yang mengurus pesantren kecil ini adalah aku dan abah. Aku membantu beliau mengajari anak-anak kecil disini untuk mengaji dan mengajari mereka untuk menjadi para penghafal qur’an.

Setelah lulus sarjana pertama di Jakarta, aku hanya bisa membantu abah di pesantren. Abah sempat menyuruhku untuk melanjutkan kuliah beasiswaku ke Kairo. Akan tetapi hati kecilku menolaknya. Rasa-rasanya tidak ingin pergi jauh lagi meninggalkan abah, meninggalkan beliau sendiri mengurus pesantren ini.

Aku berijtihat untuk bisa terus mengembangkan pesantren yang abah miliki ini agar terus bisa menampung para anak-anak yang kurang mampu, yang ingin belajar dan menghafal qur’an disini bersamaku dan bimbingan beliau juga tentunya.

Adzan subuh dikumandangkan dan semua para santri menuju musholla bersiap-siap untuk sholat subuh berjama’ah.

Sepulang dari musholla…

“ Assalamu’alaikum ning tiva.. “sapa salah satu santri kepadaku.

“ Wa’alaikum salam.. bagaimana hafalanmu bunga? “

“ Alhamdulillah ning.. sudah setengah perjalanan. Oh ya ning, nanti ada rapat bersama pemilik pesantren Al-Hikmah dari Jakarta jam 9 pagi “

“ Oh iyaa.. nanti abah tidak bisa datang, kamu saja yang ikut menggantikan yaa.. “

“ Baiklah ning, yasudah saya pergi ke kamar dulu “ kata Bunga.

Bunga adalah salah satu santri yang sudah lama berada di pesantren ini. Umurnya 2 tahun dibawahku. Kedua orang tuanya sudah meninggalkan dia sejak masih kecil. Pamannya menitipkan dia di pesantren milik abah ini. Abah juga sudah menganggap Bunga seperti anaknya sendiri.

***

Mentari tampak tersenyum melihat banyak burung yang bernyanyi-nyanyi di pagi yang cerah ini..

“ Ning tiva? sudah siapkah ? tamu dari Al-Hikmah sudah datang ning “ panggil Bunga.

“ Iya.. mari kita temui mereka. Kita harus menyambutnya dengan senyuman tentunya “ sahutku singkat kepada Bunga.

Sesampainya di Musholla, ternyata yang kulihat bukanlah kiyai Idris. Aku tidak tahu siapa yang kiyai Idris utus untuk datang ke pesantren ini. Aku tak pernah melihatnya sebelumnya.

“ Ning, itu dia gus Imam yang baru saja pulang dari Kairo. Dia putera ke dua kiyai Idris “ sembari Bunga membuatku terkejut.

“ Astaufirullah.. benarkah dia gus Imam? Dia teman masa kecilku dulu Bunga, saat masih kecil kami sering sekali bermain bersama. Ah yasudah, cerita nanti saja, mari kita temui “kataku singkat.

“ Assalamu’alaikum.. apa kabar Gus? “ tanyaku dengan ramah.

“ Wa’alaikum salam.. ini benar ning tiva? Masihkah ingat saya? “ Tanya gus Imam.

“ Alhamdulillah masih ingat dan semua tiba-tiba sudah berubah semua yaa.. “ gumamku sambil tersenyum.

“ Hehe.. iya Alhamdulillah juga ning tiva masih bisa mengingat saya. Kedatangan saya kemari sebenarnya hanya untuk ingin melihat-lihat keadaan pesantren abah. Lama sekali rasanya tidak kesini selama saya berada di Kairo. Apakah abah sehat ning ? “ Tanya gus imam.

“ Alhamdulillah keadaan abah sehat, tapi maaf gus.. abah sedang pergi ke Jombang. Jadi gus imam tidak bisa bertemu beliau sekarang. Oh iyaa, ini saya perkenalkan santri saya sekaligus adik saya, namanya Bunga. Ayo Bunga perkenalkanlah dirimu “ pintaku pada Bunga.

“ Salam kenal dari saya gus, Bunga “ kata Bunga malu-malu.

“ Oh.. iya salam kenal juga dari saya “ ucap gus Imam.

Tak pernah ku sangka, dia datang kembali dan muncul kembali dengan semua perubahan sampai-sampai aku tak mengenalinya. Dialah teman masa kecilku dulu. Abah dan kiyai Idris sangatlah dekat. Masih ku ingat alm. Umiku dan Umi gus Imam dulu sempat berjanji ketika lahir anak mereka laki-laki dan perempuan maka kelak akan di jodohkan. Masa kecilku dulu memang hanya bersama gus imam. Saat kita menginjak madrasah tsanawiyah, aku tak pernah lagi bertemu gus imam. Kiyai idris menyekolahkan gus imam di kairo sejak itu. Dan sekarang dia kembali…

***

Keesokan harinya abah kembali dari Jombang.

“ Tiva, kemarilah nak, abah ingin menanyakan sesuatu sebentar kepadamu “ pinta abah.

“Iya bah, ada apa bah? Apakah abah ingin menanyakan tentang kedatangan gus imam kemari ? “

“ Ya, benar tiva. Bagaimana dia? Apakah masih sama seperti dulu? Yang sering membuatmu menangis? “ gurau abah kepadaku.

“ Tidak abah, tentunya sekarang gus imam sudah tidak seperti masa kecil dulu yang sering membuat tiva menangis. Gus imam sudah sangat berubah bah, dia tampak lebih dewasa sampai-sampai tiva tak mengenalinya “ jelasku kepada abah.

“ Alhamdulillah jika seperti itu, jadi sekarang bagaimana? Usia abah sudah tidak muda lagi dan pesantren ini butuh pengganti abah dan butuh orang yang bisa menemanimu disini untuk menjaga pesantren ini “ ujar abah.

“ Maaf bah, tiva tidak mengerti maksud abah. Disini juga ada Bunga yang menemani tiva, jadi abah tidak perlu mengkhawatirkan tiva “ sahutku.

“ Bukan itu maksud abah nak, mungkin umur abah tidak lama lagi dan engkau ? engkau perlu pendamping hidup nak. Apakah kau tak ingat janji alm. Ibumu dulu ? “ Tampak abah serius.

“ Iya, tiva ingat sekali akan hal itu bah, tapi tiva masih belum siap untuk itu bah. Tiva masih ingin menikmati kesendirian ini bah. Yasudah bah, hari sudah siang, tiva harus kepasar. Assalamu’alaikum “

***

Ditengah perjalanan ke pasar, aku menggumam sendiri. Aku mulai berbicara dengan hati kecilku. Apa maksud perkataan abah tadi? Aku sama sekali tak mengerti maksud abah. Apakah janji ibu dulu benar-benar akan terjadi. Gus imam? Dia hanyalah masa kecilku yang mungkin tak bisa kulupakan. Gus imam yang selalu membuatku menangis, gus imam pula yang hanya bisa menghentikanku menangis. Tapi..........

“ Braaaaaaak! ”

“ Aaaaaaaaaaaaaaaaaash, sakit sekali “

“ Eh mbak, mangkanya kalo mau nyebrang liat-liat dong. Pake mata, ketutupan kerudung ya matanya ? lihat nih, motor pada lecet semua! “

“ Astaufirullah.. maaf ya mas, mungkin memang saya yang salah. Saya benar-benar minta maaf. Nanti saya ganti kerusakannya “ sahutku pada pemuda itu.

“ Ngelamun jangan sambil jalan mbak, sambil nyuci aja biar aman “ balik sahut laki-laki itu.

“ Duh, iya maaf mas. Sekali lagi saya minta maaf. Em, sepertinya saya tidak asing dengan muka mas ini dan sepertinya pernah bertemu sebelumnya “ tuduhku padanya.

“ Namaku Morfin. Iya kita pernah bertemu dulu. Kamu ingat laki-laki yang jatuh dari motor itu ? “ jelasnya.

“ Astaufirullah.. iya saya ingat sekarang, yang dulu saya tolongin tidak menghiraukan dan tiba-tiba pergi? Iyakan ? “

“ Iya, dan sorry ya, dulu aku mabuk, mangkanya tiba-tiba aku jatuh dari motor. Yaa biasalah anak muda. Oh ya, kakimu ? sini mumpung aku lagi baik aku anterin kamu pulang dan untuk masalah ganti rugi gampang lah urusan belakang “ katanya.

“ Tidak, saya tidak apa-apa mas, tenang saja. Saja harus pergi ke pasar dulu. Baiklah saya pergi dulu ya. Assalamu’alaikum.. “

“ Eh.. eh tunggu dulu… woy tunggu woy ! “

Pemuda itu terus memanggilku dan aku berusaha untuk tidak menghiraukannya dan terus mempercepat langkahku.

Setelah sampai dipasar aku pun memilih sayuran yang hendak ku masak untuk abah dan para santri-santriku di pesantren. Semua sudah terkumpul dan akan ku bayarkan terlebih dahulu.

“ Srekkk srekkk sreeeek.. “

“ Loh, dompetku mana ya? Kenapa tidak ada? Haduhh.. bagaimana ini. Em, maaf buk, dompet saya tidak ada. Saya tidak jadi beli dulu ya buk. Permisi.. “ akupun pergi meninggalkan kios belanjaan.

“ Dompetku dimana? Apakah terjatuh saat dijalan tadi? Atau ada di pemuda itu ? ya Allah.. bagaimana ini.. “

Sang mentaripun mulai melarikan diri di ufuk barat. Tiba-tiba terdengar suara motor di depan gerbang halaman pesantren.

“ Tiva.. siapa yang datang hampir-hampir maghrib seperti ini. Lihatlah nak kedepan “ suruh abah.

“ Baiklah bah.. “

Pikiranku secara otomatis langsung tertuju pada Morfin. Apakah benar dia yang datang? Dan ternyataaa….

“ Nah loh.. ternyata anak pak kiyai yaa.. nih! Aku mau ngembaliin dompetmu yang jatuh tadi pagi “ ucap morfin.

“ Oh, iya terimakasih ya.. yasudah saya masuk dulu, assalamu’alaikum “

Entah tak tahu karena apa, rasa-rasanya aku tak ingin bersapa lama bersama pemuda itu. Mengapa aku bisa bertemu pemuda itu lagi?

“ Woy, aku gak disuruh mampir dulu nih? “ ujarnya dari kejauhan.

“ Maaf ya, sudah hampir maghrib dan ini waktunya sholat “ teriakku padanya.

***

“ Cuek banget cewek itu. Mentang-mentang anak pak kiyai. Udah mending dompetnya aku kembaliin. Nah.. malah nyuruh orang sholat “ gumam morfin diatas kendaraannya.

Waktu semakin malam saja, dimana ini adalah waktu morfin untuk berkumpul bersama teman-temannya.

“ Hallo guys… sorry men, gue datang lambat gue dari pesantren nih.. hahahaha “

“ Hahahaha.. apa men? Lo dari pesantren? Mau tobat lo? Hah ? hahahaha.. “ sahut salah satu temannya.

“ Wey wey wey.. jangan salah men, gue nganterin dompet cewek dan lo semua harus tahu kalo cewek itu anak pak kiyai men. Lo semua bisa bayangin gak? Hahahah “

“ Seorang morfin guys.. dia nganterin dompet cewek, dan anak kiyai pula.. hahah.. fin fin.. kesambet apa lo? Hah? “

“ Yang ini beda guys, yang ini bidadari surga yang selama ini gue cari. So, lihat apa yang akan terjadi, yaudah men, gue balik dulu yaa .. hahaha“

Keesokan harinya di pesantren….

“ Ning tiva? Apakah benar kiyai idris dan gus imam nanti malam akan datang kemari ? “ Tanya tiva kepadaku.

“ Kiyai idris dan gus imam? Aku tidak tahu bunga “

Perasaanku mulai tak nyaman. Aku takut kedatangan kiyai idris kemari untuk membicarakan hal itu bersama abah.

“ Bunga? Apakah kamu pernah jatuh cinta pada seseorang? “ tanyaku serius.

“ Saya ning? Apakah saya harus berkata jujur? “

“ Ya bunga, katakanlah.. “

“ Ya ning, saya pernah merasakan jatuh cinta pada seseorang, tapi mungkin itu bukan hak saya ning. Seperti langit dan bumi ning. Mengapa ning tiva menanyakan hal itu ning? Ning tiva jatuh cinta ya? “ gurau bunga.

“ Tidak, aku tidak jatuh cinta pada siapa-siapa. Yasudah, nanti malam jam berapa gus imam akan kemari ? “

“ InsyaAllah ba’da maghrib ning “ ujar bunga.

“ Oh.. yasudahlah, aku pergi ke kamar dulu ya.. “

Aku pun beranjak meninggalkan bunga dengan penuh kerisauan. Tampak para santri-santri berlarian di halaman pesantren dan ada satu santri yang menghampiriku.

“ Ustadzah va.. ada orang di depan sana ingin masuk. Apakah boleh kami bukakan pintu? “ ujar salah satu santri.

“ Ya, bukalah gerbangnya, mungkin itu tamu abah “ suruhku.

Terlihat dari kejauhan seperti sosok orang yang ku kenal.

“ Hai.. Assalamu’alaikum.. ustadzah Cannabis Sativa“ dia tersenyum.

“ Morfin.. untuk apa datang kemari ? “

“ Aku ingin menagih hutangmu padaku “ jawabnya.

“ Hutang? Hutang apa ? “ tanyaku penasaran.

“ Ya, atas kesalahanmu dulu, udah buat sepedaku lecet. Tapi aku tidak mau uang. Aku hanya ingin tidak di usir dari sini “

“ Ya, baiklah. Mari kita duduk saja kedalam “

“ Apakah ada pak kiyai didalam? “

“ Abah sedang keluar, mari masuk “

Morfin datang, untuk apa dia datang kemari? Disetiap aku memikirkan tentang gus imam, selalu dia yang tiba-tiba muncul di hadapanku.

“ Seorang pecandu sepertiku bisa juga ya masuk pesantren. Hahahaha “ ujarnya.

“ Untuk apa kamu datang kemari ? “ tanyaku serius.

“ Entahlah.. hatiku yang menyuruhku untuk datang kemari “

“ Ah.. Sudahlah, oh ya, mengapa kamu menjadi seorang pecandu fin? Apakah kamu tidak takut akan dosa? “

“ Ah, sudah terlanjur.. mungkin sebentar lagi giliranku untuk dipanggil “ ucap morfin.

“ Allah itu maha pengampun selagi kamu mau bertaubat fin “

“ Apakah kamu siap untuk mengajariku semua dari awal tiva ? “ Tanyanya serius.

“ Ya, asal kamu bersungguh-sungguh “ jawabku.

Mulai hari ini morfin benar-benar ingin belajar islam bersamaku. Seorang pecandu dan seorang pemabuk yang tidak tahu mengapa, tiba-tiba saja ingin berubah sejak dia bertemu denganku.

***

Gelap pun menampakkan bulan, bintang pun menampakkan kerlipnya…

“ Assalamu’alaikum.. “

Akupun membukakan pintu

“ Wa’alaikum salam.. apa kabar yai? Lama sekali tidak datang kemari, mari masuk, saya panggilkan abah dulu “ ucapku pada kiyai idris

“ Abah.. kiyai idris sudah datang bah.. “

“ Abah baru saja datang dari pesantren tetangga yai.. mohon maaf sebelumnya yai, gus imam tidak ikut? “

Aku tidak melihat gus imam. Kiyai idris hanya datang bersama supirnya saja. Kemana dia?

“ Assalamu’alaikum, apa kabar dris? Lama sekali kita tak berjumpa ya “ sapa abah.

“ Wa’alaikum salam. Yaaa.. lama sekali kita tak bertemu. Oh yaa.. kedatanganku kesini untuk mengantarkan ini kepadamu dan tiva “

“ Mengantarkan apa yai ? “ sambungku.

“ Ini undangan pernikahan imam bersama tunangannya yang berada di kairo, imam tidak bisa ikut kemari, karena sedang menjemput tunangannya yang datang ke Jakarta “

Langit yang semula tersenyum menjadi bersedih, hitam.. dan bungkam…

“ Jadi bagaimana dengan janji alm. istri kita dulu dris ? apakah semua itu hanya omong kosong ? “ gugat abah.

“ Abah… jangan seperti itu “ tambahku.

“ Nah, itu dia masalahnya. Imam tiba-tiba saja memberitahuku, bahwa dia sudah memiliki calon di Kairo. Aku tidak bisa menolaknya, karena imam sudah sangat kenal dan dekat dengan keluarga perempuannya. Aku minta maaf atas ketidaknyamanan ini “ papar kiyai idris kepada abah.

“ Oh.. begitu ceritanya. Yasudah mungkin imam dan tiva memang tidak ditakdirkan untuk bersama “ ujar abah.

“ Saya sangat senang mendengar gus imam sudah mempunyai calon, yai.. apalagi atas pilihannya sendiri “ kataku pada kiyai idris.

“ Aku sangat minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Akupun juga tak bisa berlama-lama, karena calon imam akan datang malam ini. Aku harap kau dan tiva bisa datang pada acara pernikahan imam, yasudah aku pulang dulu. Assalamu’alaikum.. “

“ InsyaAllah kami akan datang dris, iya wa’alaikum salam.. “

Aku tak menyangka, apakah ini benar-benar nyata atau hanya mimpi belaka. Bangunkan aku dari mimpi buruk ini, abah.. bangunkan tiva bah.. gus imam.. dia telah menemukan yang terbaik untuk dirinya dan itu adalah wanita lain, bukan aku. Pertemuan beberapa hari yang lalu mungkin adalah pertemuan pertama sekaligus pertemuan terakhirku bersamanya. Gus imam hanyalah masa laluku, masa kecilku yang tlah menjadi milik orang lain. Angan-angan abah mungkin tlah lusuh tergantikan oleh lembaran undangan itu.

***

Serasa langkahku berjalan ringan dan aku bisa menghempaskan nafas tanpa beban pada damainya dunia ini. Semangat pagi diselingi niat, aku selalu mengajari santri-santriku dengan ilmu yang ku punya. Pagi ini, aku kedatangan murid baru. Morfin… ya dia lagi..

“ Assalamu’alaikum ustadzah cantik.. hehe.. “ dia datang dengan gombalannya.

“ Wa’alaikum salam.. ya cepatlah masuk fin “

“ Cieee.. ustadzah va, itu siapa? Pacar ustadzah ya? “ sorak santri-santriku.

“ Bukan adik-adik, kakak masih calon kok, hehe “sambar morfin.

“ Sudah-sudah, mari semua kembali mengaji. Morfin, cepat buka Al-Qur’annya “

***

Hari demi hari selalu ada morfin di pesantren ini. Morfin selalu membuat santri-santriku tertawa dengan lepas, mereka bercanda gurau bersama, mengajakku dalam dunia yang sedang mereka nikmati. Membuat aku sedikit lupa tentang gus imam. Ya, dia yang selama ini menghilang, dan begitu ia datang kembali, sempat membuat ku tak percaya bahwa itu benar-benar dia, pikiran ini selalu tertuju padanya dan disetiap memikirkan dia, selalu saja ada morfin yang datang. Sedikit kekecewaan yang kuterima, semua terhapus seketika dengan adanya sosok pemuda ini.

Tiga bulan morfin bersamaku, dia mulai lancar membaca al qur’an, melakukan ibadah tepat waktu. Aku merasa sangat senang, bisa melihat dia berubah dengan sungguh-sungguh. Pagi ini dia datang terlambat, tidak seperti biasanya.

“ Kemana dia, sudah sesiang ini tak juga menapakkan wujudnya ? “ gumamku sendiri.

“ Ning tiva? “ bunga menepukku dari belakang.

“ Asssh.. kau mengagetkanku saja bunga, ada apa? “ aku terkejut.

“ Abah ingin berbicara bersama ning tiva “ ujar bunga.

“ Baiklah, mari kita kedalam “ ajakku.

Sesampainya di dalam rumah..

“ Assalamu’alaikum, ada apa memanggil tiva bah ?

“ Duduklah kalian berdua disini “ kata abah.

“ Apakah ada hal penting bah? “ tanyaku penuh penasaran.

“ Ya tiva, pertama ini tentang pernikahan imam. Sebaiknya kau tak perlu hadir, biarkan abah dan bunga saja yang datang pada acara pernikahannya. Kedua, abah ingin kau melanjutkan sekolah S2mu di Kairo, abah ingin melihatmu sukses tidak hanya dengan mengurus pesantren disini saja, ada bunga yang menemani abah disini dan abah sangat memohon kepada kau tiva. Berangkatlah ke Kairo, demi abah, pesantren ini, alm.umi mu dan juga bunga “ ujar abah serius.

“ Mengpa tiva tidak diperbolehkan hadir dalam acara pernikahan gus imam bah? Dan apakah tiva harus benar-benar berangkat ke Kairo ? “ sahutku merendah.

“ Abah tidak ingin melihat perasaan kau terluka nak, abah bisa merasakan itu, biarkan bunga yang menggantikanmu untuk hadir dan untuk pergi ke Kairo, abah sudah siapkan keperluan kau disana, abah sudah menghubungi rekan abah “ jelas abah kepadaku.

“ Jika memang itu ridho abah, tiva akan berangkat bah. Tiva pergi kedalam dulu bah “

Mimpi apalagi aku ini. Tiba-tiba abah melarangku untuk tidak hadir dalam acara pernikahan gus imam, abah menyuruhku berangkat ke Kairo. Bagaimana dengan morfin? Aku harus segera memberitahunya.

***

Hari berlalu semakin cepat, sudah seminggu lebih morfin tidak datang ke pesantren. Kemana dia ya Allah.. mengapa tiba-tiba menghilang seperti ini. Apakah dia kembali lagi seperti dulu ? entahlah… dan ini adalah minggu terakhirku sebelum berangkat ke Kairo. Aku harap hari ini dia datang.

“ Ustadzah va.. ustadzah… ada kak morfin di depan gerbang, tapi kami suruh masuk dia tidak mau “ kata santri-santriku.

“ Kalian tidak berbohong kan? Yasudah, cepatlah masuk “ suruhku pada mereka.

“ Morfin… kemana saja seminggu ini tak datang ? apakah kamu sudah tidak mau lagi belajar di pesantren ini? “ tanyaku serius.

“ Maaf tiva, ada hal yang tak bisa ku katakana padamu. Tapi hari ini aku datang “ pandang morfin dengan senyuman padaku.

“ Apakah kau ada masalah ? beritahu aku fin, siapa tahu akau bisa membantumu menemukan jawaban atas masalahmu itu “

“ Iya ada, dan ini masalah hati. Aku mencintaimu va. Mencintaimu karena Allah, terimaksih sudah membantu aku berubah kearah yang lebih baik. Apa jawabanmu untukku? Maaf jika aku lancang berkata seperti ini va “

Burung-burung menghentikan perjalannanya dan sibuk memandangi aku dan morfin dari atas tiang listrik, bunga-bungapun tampak mekar dengan warnanya yang cerah, secarah langit hari ini.

“ Emmm.. mengapa kau mencintaiku fin? Apakah kau berubah hanya untuk bisa mendapatkan hatiku ? tidak fin, tidak seperti itu caranya “ jawabku padanya.

“ Tidak va, aku berubah bukan karena hal itu, aku memang benar-benar ingin berubah, dan tak tahu mengapa aku bisa bertemu dengan orang yang sangat pas, ya sosok wanita seperti mu va. Terimakasih atas kesabaranmu dalam mengajariku tentang agama islam. Lalu bagaimana ? “ terang morfin.

“ Ada hal yang harus kau tahu fin. 1 minggu lagi aku akan berangkat ke Kairo. Temui aku dibandara dan terangkan semua kepada abah saat aku akan pergi, bahwa kau benar-benar serius kepadaku fin. Terimaksih, aku masuk dulu. Assalamu’alaikum “

Aku pergi meninggalkannya. Aku sendiri juga tidak mengerti akan perasaanku. Semua ini karena gus imam, ya.. dia yang selama ini ku tunggu untuk kembali, dan dia kembali bukan untuk aku. Morfin.. sosok pemuda yang sangat membuatku terkagum-kagum. Dia bisa melewati masa gelapnya sekarang. Apakah perasaanku sama dengan yang dia rasakan padaku sekarang?

***



Seminggu terasa cepat sekali bagiku. Hari ini adalah hari keberangkatanku ke Kairo. Hari ini juga hari dimana morfin akan mengungkapkan semuanya kepada abah. Pesawatku akan take off pukul 11.30 siang. Semua barang- barang sudah siap, dan….

“ Ning tiva? Sudah siapkah semua? Abah sudah menunggu di mobil ning “ kata bunga.

“ Iya, aku sudah siap, mari kita pergi bunga “ jawabku.

Abah dan bunga mengantarkanku ke bandara, aku harap morfin akan datang tepat waktu sebelum pesawatku take off.

Di pesantren hanya ada santri-santri. Mereka yang menjaga pesantren selagi abah dan bunga mengantarkanku ke bandara.

“ Bruuuuuuuuuuuuumm brummmm bruuuummmmm “

“ Seperti ada suara sepeda motor, mari kita lihat keluar “ kata salah satu santri.

“ Permisi dek, apakah tiva ada? “ tampak mereka tergesa-gesa.

“ Preman dilarang mencari ustadzah va, dan dilarang masuk karena tidak ada orang “ jawab salah satu santri.

“ Abang bukan orang jahat dek, kemana tiva? Cepatlah beritahu kami “ kata preman itu.

“ Tidak ada, semua orang sedang pergi ke bandara, mengantarkan ustadzah va yang mau keluar negeri “ sahut santri kedua.

“ Oh, baiklah, terimaksih dek “

Preman-preman itu adalah teman morfin. Mereka menyusulku ke bandara.

“ Mungkin itu yang bernama tiva “ ucapnya

“Ya, sepertinya itu, baiklah ayo cepat kita hampiri “

“ Tivaaa, tivaaaa, heyyyy… “ mereka memanggilku.

“ Seperti ada yang memanggilku, Morfin… “ akupun melihat kebelakang.

Mengapa bukan morfin? Siapa para lelaki itu, apakah mereka teman morfin? Apakah morfin sengaja memberiku sebuah kejutan dengan dia berada di belakang mereka, yaaa… mungkin seperti itu.

“ Tivaaaa, hey.. aduuuh.. “ tampak mereka ngos-ngosan.

“ Iya, saya sendiri. Ada apa ? siapa kalian ? “ tanyaku pada mereka.

“ Maaf, kami teman morfin. Ini untukmu “

“ Apa ini? Surat ? kemana morfin ? “ tanyaku.

“ Aaaaaaa.. aduuuhh, yasudah kita pergi dulu yaa… “ mereka pergi tanpa menjawab pertanyaanku.

“ Surat apa ini ? kemana morfin ? “ aku bertanya-tanya sendiri.

***

“ Diberitahukan kepada penumpang pesawat Arabic airlines 207, bahwa pesawat sebentar lagi akan take off “

“ Tiva.. jaga dirimu baik-baik disana yaa.. abah percayakan semua kepadamu, abah ingin melihat kau sukses disana nak. Jangan pikirkan abah disini. Abah akan baik-baik saja disini bersama bunga dan santri-santri yang lain “ ucap abah tegar.

“ Ning tivaaa, bunga pasti akan merindukan ning tiva.. jaga diri disana ya ning, beritahu kami ketika ada hal apa pun, entah itu hal baik ataupun hal buruk. Bunga akan merindukan ning tivaa.. “ meneteslah air matanya.

“ Tiva sayang kalian berdua.. abah.. jaga kesehatan abah ya, tiva tidak ingin mendengar abah sakit, tiva ingin abah selalu sehat.. dan bunga.. aku titip santri-santriku yaa.. ajari mereka dengan hati, aku yakin kau dapat menggantikanku dengan baik. Yasudah.. tiva berangkat dulu bah.. bunga.. aku berangkat dulu yaa.. Asslamu’alaikum.. “ peluk hangatku untuk mereka berdua.

Pesawat pun take off.. aku melambaikan tanganku untuk mereka berdua. Selamat tinggal abah.. bunga.. dan Morfin.. ya dia tidak datang, mungkin dia tidak berani menghadap abah. Mungkin juga dia tidak siap berjauhan denganku atau mungkin sudah ada wanita lain yang dia cintai selain aku. Aku menunggunya.. aku menunggumu fin.. apakah rasa ini harus aku dapatkan lagi fin? 10 tahun aku menunggu gus imam, dan ketika dia datang dia datang bukan untuk aku fin, hari ini aku juga menunggumu fin.. tapi mengapa kau tak datang ? ketika kau mengatakan bahwa kau mencintaiku karena Allah.. dimana keberanianmu fin.. Ya Allah.. jika memang aku dan dia ditakdirkan untuk bertemu kembali suatu saat nanti, pertemukanlah kami. Ketika engkau tak meridhoi aku dan dia untuk bertemu kembali, pertemukanlah aku dengan pendamping hidupku pertemukanlah juga dia kepada pendamping hidupnya ya Rabb…

****

Inilah hidupku yang sekarang. 5 tahun sangatlah cepat berlalu, dimana sekarang aku hidup bahagia bersama pendamping hidupku dan dua buah hatiku. Masa laluku dengan dua pemuda itu.. mungkin hanyalah cerita pelengkap sebelum aku menemukan takdirku yang sesungghunya.

Hari ini adalah hari minggu, dimana aku dan dua buah hatiku bekerja bakti membenahi seluruh isi rumah.

“ Umi, kopernya aisyah pindahin ke gudang saja yaa.. “ kata aisyah.

“ Ya, sebelum kau pindahkan, bersihkan terlebih dahulu ya.. “ suruhku pada aisyah.

“ Umi.. umi… ini surat apa ? “ tanya Fatimah buah hati kecilku yang ke dua.

“ Surat ? surat apa nak ? kemarilah, biar umi buka “

“ Surat apa ini ? “ kataku dalam hati.

Aku pun membukanya, selagi aisyah dan fatimah membersihkan koperku. Aku mencoba untuk mengingatnya. Surat apa ini.. akupun membukanya dengan penuh kehati-hatian.

Untuk bidadariku Cannabis Sativa,

Assalamu’alaikum wr.wb

Surat ini yang akan mewakilkanku untuk bertemu padamu va. Sebelumnya aku ingin mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepadamu. Aku sangat ingat sekali saat pertama aku terjatuh dibelakangmu, dengan kondisiku yangmabuk. Kedua, aku juga ingat saat kau terjatuh di depan sepedaku, disanalah Allah mempertemukan kita kembali va. Ketiga, aku nekat datang ke pesantren hanya untuk mengantarkan dompetmu yang terjatuh saat itu dan kau mengusirku tanpa mempersilahkan aku masuk terlebih dahulu. Keempat, aku berusaha untuk datang lagi ke pesantren untuk menemuimu va, bukan untuk menagih janjimu, akan tetapi karena aku ingin mengenalmu lebih dalam lagi. Selain itu, aku juga ingin belajar tentang agama kepadamu. Mungkin sempatkah kau ingat ketika aku mengatakan bahwa “mungkin giliranku untuk dipanggil sebentar lagi”. Disana kau yang membuka hatiku untuk mulai berubah va. Terimakasih kau telah sabar mengajariku tentang islam. Aku hanyalah bekas seorang pecandu narkoba, aku hanyalah bekas seorang pemabuk yang tak tahu akan apa itu islam. Sudah 7 tahun yang lalu aku mengidap penyakit ini va, aku mengidap penyakit hiv/aids. Ini semua akibat kelakuanku sendiri.

Maaf.. aku tidak menceritakan ini padamu, aku takut kau menjauhiku, aku takut kau tidak ingin bertemu denganku lagi, aku takut kau tak mau lagi mengajariku tentang agama. Semua ketakutanku menjadi satu. 3 bulan kau mengajariku tentang agama islam, 3 bulan juga kita bersama-sama dengan canda tawa. Aku menghilang bukan karena tidak ingin bertemu denganmu kembali. Masih ingatkah kau saat aku menemuimu di depan gerbang pesantren? Dan pada saat itu pulalah mungkin pertemuan terakhir kita. Saat ini, aku hanya bisa menuliskan surat ini untukmu, aku tak mampu untuk berjalan lagi va, aku tak mampu untuk bercanda gurau lagi va. Besok.. adalah hari keberangkatanmu ke Kairo. Dimana kau juga menyuruhku untuk datang kebandara, sekaligus menyatakan kepada abah bahwa aku benar-benar mencintaimu va. Tapi takdir berkata lain. hanya dengan sedikit tulisan ini yang bisa mewakilkan seluruh isi hatiku padamu. Umurku tak akan lama lagi, dengan keadaanku yang seperti ini. Semoga kau bisa seperti apa yang abah inginkan dan kuliahmu disana lancar dan baik-baik saja. Selamat jalan dan selamat tinggal bidadariku Cannabis Sativa.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Morfin

Alm.Morfin… ya.. ini surat dia 5 tahun yang lalu untukku…

Terimaksih tlah menjadi bagian dalam cerita masa laluku…

Semoga kelak kita dipertemukan lagi di Surga… Amiiin…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun