Minimal Dua Bolpoin untuk Belajar
Saat dosen menerangkan, saya mendengar suara berbisik dari bangku belakang. Sesaat dosen menyorotkan pandangan ke arah suara itu. Suara itu hilang seketika. Beberapa menit saat dosen menulis rumus perhitungan di papan tulis, suara berbisik terdengar lagi. Tetapi saya rasa yang ini lebih pelan. Bahkan dosen tetap menulis dan sekali-sekali menjelaskan rumus yang ditulisnya itu.
Namun tiba-tiba saya dikejutkan oleh sebuah tangan yang menepuk pundak saya dari belakang. “Bawa bolpoin berapa?” Tanya pemilik tangan itu, yang tak lain adalah teman saya. “Tinggal ini, yang satu sudah dipinjam,” jawabku, sembari menunjukkan bolpoin yang saya gunakan.
Sebentar, terdengar lagi suara berbisik teman saya itu. Saya yakin ia ingin mencatat rumus di papan tulis itu. Tetapi ia tidak kunjung mendapat pinjaman bolpoin. Di tengah perkuliahan, saya teringat ucapan Bu Lik sewaktu masih hidup. Ia pernah memberi saran pada saya untuk selalu membawa minimal dua bolpoin di sekolah, tempat les, TPQ, dan saat belajar yang lain. Alasan beliau hanya satu, “jaga-jaga saat ada teman yang nggak bawa.”
Saya merasa kasihan pada teman saya itu. Saya yakin ia tidak sengaja tidak membawa bolpoin. Tetapi mungkin hari itu memang bukan hari keberuntungannya. Bahkan ia tidak mengikuti kuis di akhir perkuliahan di hari itu. Seandainya, saat itu teman-teman membawa minimal dua bolpoin. Tentu, mereka memiliki kesempatan untuk berbagi dengan yang membutuhkan.