Mohon tunggu...
Nta Utami
Nta Utami Mohon Tunggu... lainnya -

Semiotic lover

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Kala Itu

27 September 2013   00:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:20 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Apa buktinya bahwa Adit benar-benar mencintaiku?" kataku sinis.

"Rasakan perhatiannya, Ci! Apakah hatimu tidak memiliki kesensitifan untuk merasakan itu?

"Apa katamu? Perhatian? Buatku sebuah perhatian bukanlah bagian dari cinta, Ra! Perhatian ya hanya sebatas perhatian belaka tanpa arti dan juga makna,"

"Kenapa kau simpulkan seperti itu?"

"Ara. Dengar! Dulu aku pernah terbuai dengan sebongkah besar perhatian yang begitu dalam. Pada akhirnya, aku menyimpulkan perhatian itu adalah bentuk cinta dia padaku. Namun, apa yang terjadi? Dia pergi tanpa kabar berita sampai akhirnya aku mendapati sepucuk undangan pernikahan. Undangan pernikahan berwarna biru muda bergambar rangkaian bunga lili putih serta bertuliskan namanya dan namamu. Kau tahu itu kan? Semenjak itu, aku tak pernah terbuai oleh segala macam bentuk perhatian apapun dari seorang lelaki. Jadi jika hal ini terjadi lagi padaku, apakah kau masih berpikir bahwa aku terlalu selektif?"

Setelah lelah adu mulut, kami semua terdiam. Aku menatap mengkuk es krim mocca yang kuletakkan di pinggiran meja. Es krim mocca itu tampak benar-benar telah mencair. coklat chipnya pun telah tenggelam dalam cairan berwarna coklat pekat itu. Aku melirik jam tanganku. Rupanya sudah jam enam sore. Aku menatap Ara yang masih termenung di depanku.

"Ra. Sudah jam enam sore. Aku harus kembali," kataku hati-hati. Aku tahu kata-kataku tadi pasti telah menyakitinya dan membuka luka lama di dalam hati kami masing-masing.

"Maafkan aku, Ci. Aku tidak pernah bermaksud merebut dia dari dirimu," Ara terlihat merasa bersalah.

"Kau tak salah Ra. Tak ada yang salah. Cinta itu absolut, tidak bisa disalahkan. Cinta itu datang tiba-tiba. Cinta itu hinggap di hati siapa saja yang dikehendakinya tanpa menghiraukan situasi dan kondisi yang tengah terjadi". Aku berdiri dan memeluk Ara. Aku berkata padanya bahwa aku tak sabar ingin melihat kelahiran bayi mungilnya. Bayi mungil buah cinta Ara dengan dia. lalu beranjak pergi meninggalkannya.

Di tengah jalan pun pikiranku masih kacau. Mangkuk es krim mocca, wajah Ara, dan percakapan kami masih memenuhi benakku. Tuhan! tak bisakah aku normal kembali saat pikiran ini jauh dari kata 'laki-laki'? Dia memang telah kucampakkan dari pikiranku jauh-jauh, tapi kali ini Adit masuk dalam rekaman memori otakku. Ah andai saja memori otakku hanya 128 gb dan Adit 2 kb. Aku yakin otakku tak kan mampu menyimpan memori tentangnya. Dan aku bersyukur untuk itu. Namun kenyataannya tidak. Sayang sekali.

"Ici!" Seseorang memanggil namaku dari belakang. Aku membalikkan badanku dan melihat Adit berdiri tegap di ujung trotoar. aku mendekatinya dan dengan memberanikan diri aku berkata padanya,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun