Mohon tunggu...
Anna Maria
Anna Maria Mohon Tunggu... karyawan swasta -

belajar.. belajar... dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengalah demi Ummat (Muhammadiyah)

4 September 2011   13:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:15 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kelompok pengamal hisab (diwakili oleh Muhammadiyah dan Persis – Persatuan Islam – ) kadang mengagungkan dalil dan hasil hisabnya. Mereka bisa mempubikasikan hasil hisab mereka lebih awal sehingga terkesan ”hebat” karena bisa menentukan sebelum rukyat. Persis sebagai ormas kecil tidak terlalu tampak sehingga luput dari perhatian media massa. Sebaiknya, Muhammadiyah sebagai ormas besar selalu menjadi sorotan publik atau sengaja mempublikasikan hasil hisabnya dalam suatu jumpa pers, walau Kementerian Agama selalu mengimbau untuk tidak mengumumkannya.

Walau Muhammadiyah dan Persis sama-sama pengamal hisab, namun ada perbedaan kriteria yang digunakan. Persis menggunakan kriteria imkan rukyat, sedangkan Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal. Jadilah ormas Islam pelaksana hisab rukyat terpecah menjadi dua: sebagian besar menggunakan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal) dan hanya Muhammadiyah menggunakan wujudul hilal.

Upaya untuk menyatukan sudah sering dilakukan, tetapi Muhammadiyah tetap bersikukuh dengan kriteria wujudul hilalnya. Manakah yang lebih baik antara wujudul hilal dan imkan rukyat? Untuk memutuskannya bukan dalil fikih atau syariah yang dijadikan dasar, karena itu sudah soal pilihan teknis astronomis. Pada kriteria itu sama sekali tidak ada terminologi fikih, yang ada adalah terminologi astronomi. Jadi, itu domainnya astronom, bukan domainnya fuqaha.

Secara astronomi, wujudul hilal adalah kriteria usang, ketika ahli hisab tidak mampu memformulasikan atau tidak mau direpotkan dengan kriteria rukyat. Sekarang banyak makalah astronomi yang mengkaji visibilitas hilal atau kemungkinan terlihatnya hilal yang dapat dijadikan rujukan. Hasil kajian tersebut kini banyak diformulasikan menjadi kriteria imkan rukyat atau visibilitas hilal. Tentu saja banyak kriteria imkan rukyat yang ditawarkan. Di internet kita bisa mencari ada beberapa kriteria: kriteria Ilyas, Yallop, Odeh, SAAO, dan lainnya. Di Indonesia ada kriteria MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), LAPAN (versi lama, tahun 2000), RHI, dan usulan baru dari LAPAN berupa Kriteria Hisab Rukyat Indonesia. Saat ini sebagian besar ormas Islam di Indonesia menggunakan kriteria MABIMS yang disepakati pada tahun 1990-an, walau saat ini perlu direvisi.

Demikian mudahkah mengubah kriteria? Ya, sangat mudah. Persis sudah beberapa kali mengubah kriterianya mengikuti perkembangan pemikiran astronomis. Logika sederhananya, karena masalah kriteria hanyalah masalah teknis astronomis, bukan masalah dalil fikih, semestinya bisa lebih sederhana. Sama halnya dengan pilihan kriteria waktu shalat. Dari sekian banyak pilihan kriteria astronomi waktu shalat, kita sudah bersepakat dengan kriteria yang saat ini digunakan oleh Kementerian Agama, sehingga apa pun ormasnya kini bisa membuat jadwal shalat yang relatif sama. Adzan di masjid sama dengan adzan di TV, radio, atau jadwal shalat terprogram di berbagai perangkat lainnya.

Bisakah kita mempersatukan kriteria awal bulan, sama dengan kriteria jadwal shalat? Semestinya bisa. Dari dua pilihan, kita gunakan saja kriteria imkan rukyat, karena kriteria itu mempersatukan metode hisab dan rukyat yang diamalkan di masyarakat Muslim di Indonesia dan internasional. Kriteria wujudul hilal yang sudah usang kita tinggalkan. Mari kita pilih kriteria imkan rukyat yang baru yang bisa menggantikan kriteria MABIMS yang selama ini digunakan oleh banyak ormas Islam, namun ditolak Muhammadiyah.

Kalau Muhammadiyah masih bersikukuh menggunakan kriterai wujudul hilal yang usang tersebut, sudah pasti perbedaan hari raya dan awal Ramadhan di Indonesia masih akan terus terjadi, karena hisab wujudul hilal jelas-jelas menjauhkan diri dari rukyat. Dari segi hisabnya, sudah pasti itu menyimpang dari kriteria yang banyak digunakan oleh ormas-ormas Islam lainnya. Dari segi potensi perbedaan, sangat jelas pasti akan selalu terjadi perbedaan dengan hasil rukyat ketika tinggi bulan sudah positif, tetapi kurang dari kriteria imkan rukyat.

Sebagai organisasi mujadid (pembaharu), sebenarnya Muhammadiyah tidak terlalu asing dengan perubahan. Semoga jiwa besar Muhammadiyah bisa membawa perubahan besar di ummat ini dan mendorong terwujudnya Kalender Hijriyyah tunggal yang mapan dan mempersatukan ummat. Tanpa kita memulainya sekarang, penyatuan kalender hijriyah hanya menjadi wacana teoritik yang belum tentu aplikatif. Saya menghargai kata akhir Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Syamsul Anwar pada dialog kedua tim teknis NU-Muhammadiyah 6 Desember 2007 lalu yang mengajak NU-Muhammadiyah ”mengalah demi ummat”.http://www.eramuslim.com/berita/nasional/nu-muhammadiyah-sudah-saatnya-kedua-ormas-mengalah-untuk-umat-islam.htm . Semoga penyatuan kalender hijriyah dapat segera terwujud, karena itu keinginan ummat. Saya sekadar menyuarakannya dan memformulasikannya.

http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/09/03/mengalah-demi-ummat/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun