Mohon tunggu...
Muhammad Choirur Rokhim
Muhammad Choirur Rokhim Mohon Tunggu... -

memberikan apa yang saya bisa, berjuang demi sesuatu hak

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Puasa Sehat dengan Menu Ngabubu(read)

1 Juli 2015   11:39 Diperbarui: 1 Juli 2015   11:39 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada bulan puasa ini, salah satu kata yang sering kita dengar adalah kata "ngabuburit". Pada bulan puasa seperti ini, kata ngabuburit tidak bisa jauh dari lisan masyarakat.  Kita biasa mendengar atau malah kita sendiri yang sering mengucapkan ketika sore datang. Tidak ada kata yang tepat, saya kira, selain kata ngabuburit, untuk melakukan aktivitas di sore hari atau menunggu adzan Maghrib tiba. Kata ngabuburit sendiri sejauh ini tidak ada yang tahu tentang asal usul kata tersebut, namun banyak informasi mengatakan kata ngabuburit berasal dari Bandung, Jawa Barat.

Orang Bandung biasanya menunggu senja sore dengan sebutan "burit" yang artinya menunggu. Jadi kata ngabuburit ini berasal dari bahasa sunda 'burit' yang di tambah imbuhan 'nga' dan dengan pengulangan awal katanya sehingga menjadi 'nga-bu-burit' atau menunggu waktu 'burit' (senja/magrib). Jadi "ngabuburit" berarti menunggu waktu senja atau magrib.

Di balik asal usul kata tersebut, banyak yang lakukan oleh orang-orang untuk menjemput datangnya waktu adzan Maghrib. Dan banyak aktivitas atau kegiatan untuk mengisi beduk Maghrib tiba. Misal, dengan bertadarus dan beriktikad di Masjid, memperbanyak amalan sosial dengan berbagi atau takjil rezeki dengan masyarakat yang kurang mampu, juga menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di tepi pantai, atau berwisata kuliner untuk menu buka puasa. Selain itu juga memitil cengkeh (mematahkan gagang cengkeh) setelah dipetik dari hutan, ini tradisi masyarakat tempat tinggal saya, ketika bulan Ramadhan tiba. Dan Alhamdulillahnya tradisi ini bertahan karena setiap bulan puasa datang, musim Cengkeh pun ikut memberkahi masyarakat sekitar saya.

Namun, dari banyaknya aktivitas yang dilakukan untuk menunggu berkumandangnya adzan Maghrib, aktivitas yang tidak kalah penting adalah kegiatan membaca. Selain untuk mengisi waktu luang dan datangnya adzan Maghrib, membaca menjadi aktivitas intelektual yang memacu manusia berpikir analisis dan membuat otak menjadi sehat dengan asupan gizi informasi dan pengetahuan tersebut.

Di bulan puasa seperti sekarang ini, banyak masyarakat melakukan tadarus ria, mentadaburi ayatullah dengan riang gembira. Namun, sangat disayangkan setelah puasa berlalu, tradisi membaca tersebut ditinggalkan sebagaimana bulan Ramadhan yang meninggalkan kita. Tradisi nge(read) tidak lagi diberdayakan lagi sebagaimana di bulan puasa. Namun hal tersebut lebih baik daripada tidak sama sekali. Akan lebih besar manfaat bagi kita semua, setelah bulan puasa berlalu budaya ngabubu(read) digalakkan.

Selain bertadarus Al-Qur'an di bulan Ramadhan, sebagaimana orang muslim, juga membutuhkan asupan informasi biar sehat otak dan pikiran, membaca buku adalah kegiatan ngabubu(read) (menunggu waktu adzan Maghrib sambil membaca buku) adalah yang tepat. Membaca sangat penting untuk kepuasan hati dan pikiran. Membaca juga bukan sekedar lelaku dari tidak tahu menjadi tahu, tetapi juga mengubah pribadi seseorang yang awalnya bertindak kurang baik berubah menjadi pribadi yang berwibawa dan bijaksana. Menjadi pribadi yang bisa membuat perubahan besar kelak.

Hal tersebut juga dilakukan oleh K.H. Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan sapaan Gus Dur. Gus Dur adalah salah satu contoh orang yang keranjingan terhadap buku. Ketika di kuliah di Baghdad, Irak, tahun (1966-197), Gus Dur juga melahap buku-buku yang ada di perpustakaan kampusnya. Sebagai seorang penghafal Al-Qur'an dan seorang muslim yang memegang teguh tradisi Islam dari kakeknya, ia pun juga membaca Al-Qur'an ketika bulan puasa datang maupun tidak sedang puasa. Karena itu, ia sadar bahwa membawa buku penting bagi dirinya suatu saat nanti. Oleh karena itu, ia pun melahap habis buku-buku apapun yang ada dan belum ia baca. Karena membaca adalah pekerjaan politis dan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Sebagaimana dinarasikan dalam buku yang ditulis oleh K.H. Zainal Arifin Thoha yang berjudul Aku Menulis Maka Aku Ada (2003: 145, cetakan II"I), "Bahkan sewaktu studi di Baghdad--ini dikisahkan oleh almarhum KH. Azhari Marzuki dari Kota Gede, rekan Gus Dur waktu studi di Baghdad, Irak--bahwa Gus Dur sempat menyuap petugas perpustakaan, agar tiap malam diperbolehkan melahap buku-buku di perpustakaan kampus." Gus Dur sangat memahami dengan "menu" membaca atau "iqro'" yang diperintahkan oleh Allah SWT tersebut. "Karena itu, membaca adalah khas manusia, membaca adalah fitrah manusia. Dengan kata lain, tatkala manusia tidak membaca, sesungguhnya ia telah berlaku zalim terhadap fitrahnya, ia tidak memanfaatkan dan tidak mengembangkan hal positif dan potensi yang telah diberikan Allah kepada kita." (Hal. 113)

Oleh karena itu, ngabubu(read) atau menunggu waktu adzan Maghrib sambil membaca sangat penting bagi kita semua. Sebab, sadar tidak sadar, kita sesungguhnya membutuhkan membaca, butuh pengetahuan. Allah SWT tidak rela jika kita tidak bisa membaca, Allah tidak rela kita bodoh, Allah tidak rela kita tidak mendapatkan pengetahuan. Membaca, dengan demikian membaca berarti meng-aktualisasikan cinta Tuhan sekaligus juga kecintaan kita kepada Tuhan. Membaca adalah salah satu manifestasi syukur kita. Karena membaca tidak terlepas dari bergelut dengan buku tetapi juga bergelut dengan realitas kehidupan, alam semesta dan membaca lingkungan masyarakat, serta membaca manusianya. Dengan membaca kita dapat menegakkan dan meng-aktualisasikan nilai-nilai spiritualitas, intelektualitas dan nilai-nilai syukur yang lainnya.

Apabila ngabuburit kalian garing atau tidak melakukan apa-apa, maka dari itu, menu takjil sebelum adzan Maghrib berkumandang, ngabubu(read) tepat dilakukan. Karena membaca memiliki banyak manfaat bagi tubuh dan pikiran kita. Mengingat pentingnya membaca bagi kehidupan kita, maka budaya membaca perlu dibudayakan. Oleh karena itu, membaca, membaca dan membaca! Apapun profesi maupun pekerjaan yang kita lakukan. Karena membaca adalah media untuk mengisi ngabuburit dan otak dan pikiran kita. Wallahualam Bishowab. ("-")

Tm, 1/7/'15

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun