Sampaikanlah! Walau satu ayat__
Wajah-wajah polos nan penuh ceria itu terpancar menyambut pagi yang sebentar lagi akan berganti. Saya duduk tepat dihadapan mereka, perlahan mengamati gerak-gerik dan tingkah laku satu per satu, tiba-tiba saja memori 10 tahun yang silam itu berbicara.
Juli 2001, saat itu usia saya baru memasuki 6 tahun. Tepat pada hari itu pula perpisahan saya dengan Emak. Datang dari kampung mengadu nasib di kota dari Panti Asuhan. Tidak terlalu merengek pada waktu itu, karena tujuan saya hanya ingin sekolah. Maklum, kalau di kampung lihat anak-anak orang bisa bersekolah bawaanya iri pengen sekolah juga. Kebetulan pada masa itu bayar uang sekolah sulit, apalagi buat saya yang hidup tanpa sosok Bapak. Mau tidak mau, kalau ingin sekolah harus mencari cara, kebetulan Panti Asuhan adalah pelabuhan saya untuk meraih masa depan.
Kali pertama berpisah tentu tidak mudah. Usia 6 tahun merupakan masa-masa yang sangat membutuhkan pendampingan orang tua, apalagi tahun 2000 an. Bahkan setelah saya masuk sekolah, masih banyak anak-anak kelas pertama yang buang air besar (BAB) dalam celana, dan sebagainya. Tahun pertama sekolah waktu itu benar-benar tidak bisa saya lupakan sampai sekarang. Bahkan kalau bertemu teman-teman saya, ada-ada saja ulah saya mengulang kisah lama yang bisa mengocok perut.
Tidak di Panti Asuhan meninggalkan kisah yang cukup mendalam. Suasana susah, senang, duka, bahagia terpetakan cukup baik. Tetapi berjalannya waktu tidak begitu terasa, sebab hidup dalam kebersamaan dengan orang-orang yang senasib, menjadi sumber kekuatan sendiri. Canda dan tawa menghiasi hari-hari kami mengejar impian; impian dari orang tua maupun kami sendiri.
Semenjak di Panti, saya selalu mendapatkan perlakuan yang baik dari setiap orang. Mungkin karena status itu, atau memang pada waktu itu kepedulian antar sesama masih sangat tinggi. Kejadian yang selalu ingat di benak saya ketika pembagian raport tiba, karena kebetulan saya selalu menjadi juara kelas, teman-teman sekelas bersama orang tua menyediakan kue buat saya pribadi. Satu per satu pemberian dikumpulkan, dan memang mereka tahu kalau saya memang tidak pernah membawa apa-apa saat pembagian rapot berlangsung, hanya baju sekolah di badan dan air putih.
Menjadi anak panti bagi saya pribadi memberikan motivasi tersendiri untuk lebih maju. Hal itu sudah saya wujudkan dari kecil dengan belajar rajin dan suka akan sebuah tantangan. Dan hasilnya saya pun sudah melanglang buana ke beberapa tempat yang awalnya tidak pernah saya duga. Berbagai prestasi saya raih, bahkan berhasil menginjakan kaki ke beberapa negara tetangga tanpa kocek pribadi. Memang hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha. Semakin kita berusaha, semakin banyak hal lauar biasa menanti.
Di usia 21 tahun ini, saya meraih karunia yang luar biasa dari Tuhan. Selama kuliah saya ditanggung oleh kampus karena memberikan beasiswa penuh bagi mahasiswa berprestasi. Saya juga berhasil menjadi delegasi untuk program Leadershipke Thailan dan hasilnya diajak menjadi salah satu panitia untuk program Leadership ke Singapura bulan Mei yang lalu. Selain itu, saya pun juga mengikuti salah satu sekolah politik, dan dikirim untuk melihat kehidupan masyarakat Indonesia di perbatasan. Dan alhamdulilah saya pun juga bisa menginjakan kaki di Malaysia meskipun bukan di kota besarnya.
Maka dari itu lah, beberapa kali saya kerap dipanggil untuk berbagai pengalaman kepada orang-orang baru yang saya temui. Kebetulan saya memang sangat menyukai kegiatan sosial yang berbau mengajak dan mendorong untuk bangkit bersama. Di kampus, di komunitas atau bahkan ketika teman-teman saya sedang menemui fase kebosanan dan keputus asaan. Entah mengapa saya begitu suka, tetapi dasar dari itu semua mungkin karena posisi awal saya memulai hidup yang cukup berat.
Berbagi dalam benak saya itu tidak perlu menunggu kaya atau mampu. Segala sesuatu yang kita miliki bisa menjadi bekal dan modal untuk disampaikan kepada orang lain; pengalaman, keilmuan, keterampilan, atau bahkan cerita-cerita lucu penuh inspiratif. Kembali lagi, apakah kita berbagi karena karena menyadari bahwa lebih baik bergerak dari hal kecil, atau mau berbagi dari hal besar namun terus menanti?
Salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) meminta saya memberikan training motivasi dengan berani bermimpi bagi anak-anak Panti Asuhan. Kebetulan jarak antara asrama tempat tinggal saya tidak terlalu jauh dari lokasi. Tentu meskipun jauh, saya pasti tidak akan menolak untuk diminta, bahkan tanpa dibayar pun saya rela. Selain kaena saya memang lahir dan tumbuh dari lingkungan yang sama, saya ingin menceritakan pada mereka kalau kita punya kesempatan sama untuk meraih masa depan yang lebih cerah. Saya ingin memberitahukan kepada mereka kalau sebetulnya anak-anak Panti itu punya energi yang jauh lebih besar untuk merubah hidupnya. Saya ingin menyatu dan bercerita bahw kita, anak-anak Panti adalah titipan Tuhan yang tidak akan pernah disia-siakan.
Pukul 10:30 WIB, Tiba lah waktu saya untuk berbagi. Saya mulai dengan mengucapkan salam dengan nada rendah ke tinggi untuk membangkitkan semangat pagi yang masih tersisa. Acara yang diusung dengan tema ‘Indahnya Berbagi Dari Hati” saya mulai dengan memperkenal diri saya, dilanjutkan dengan intermezzo keberadaan di panti asuhan dulu. Saya coba menyampaikannya dengan bahasa yang santai sebab anak-anak yang hadir dari usia yang beragam. Pendekatan demi pendekatan saya balut dengan canda tawa agar anak-anak tersebut merasa kehadiran saya benar-benar menyatu. Kebetulan ibu pembina panti asuhan tersebut datang dan ikut menemani saya. Satu per satu saya tanyakan nama mereka. Dan satu per satu pula saya tanyakan mimpi mereka. Ada yang kadang malu-malu menjawab, ada yang semangat dan ada pula yang takut. Hari itu benar-benar saya merasakan masa-masa kekanakan saya dulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H