Mohon tunggu...
Muhammad Burniat
Muhammad Burniat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa filsafat dengan hobi menulis, jalan-jalan dan aktivitas sosial. Menulis adalah cara saya untuk hidup dan berbagi. E-mail: muhammadburniat@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Awas! Jangan Terjebak dalam Arena Cyber War Keagamaan

14 September 2016   13:32 Diperbarui: 14 September 2016   18:21 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. http://katadata.co.id/public/media/images/temp/2016/01/13/2016_01_13-15_05_27_26176f999c0fba6d63331c464d96f5c9.jpg

Indonesia ditakdirkan oleh Tuhan menjadi negeri yang kaya akan budaya, suku, agama, etnis dan bahasa. Keberagama-keberagaman ini pula yang kemudian menjadi ciri khas negara Indonesia terhadap negara lainnya. Segera geografis misalnya, negara Indonesia terdiri dari lima pulau besar, Sumatera, Jawa, Kalimanta, Sulawesi dan Papua, yang kemudian di dalamnya hidup berbagai kebudayaan berdasarkan tatanan kehidupan yang terbentuk. Dari situ, agama pun menjadi beragam menyesuaikan dengan historis yang telah atau sedang berkembang. Lima agama terbesar masuk; Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghuchu saling bercampur baur. 

Dan baru-baru ini juga muncul beberapa paham atau aliran keagamaan lokal yang merupakan warisan para leluhur kita. Dengan keragaman yang ada, semestinya kita patut bersyukur dan mengembangkannya menjadi sebuah warisan yang terus tumbuh dan subur. Namun, apabila kita tidak pandai, maka ada kemungkinan kalau kemajemukan yang tinggi tersebut bisa menjadi alat untuk memecah persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia.

Apabila kita berbicara kasus, memang sampai saat ini masih terus ada kejadian yang muncul disebabkan konflik keagamaan, baik itu sesama Islam maupun dengan agama yang lain. Lagi-lagi, ada orang-orang yang bermain di balik layar untuk melahirkan konspirasi. Mereka yang paham, akan berpikir jernih, sementara yang awam akan mencoba mencerna informasi sebatas kemampuannya, atau malah ikut terprovokasi oleh para provokator. Masih enak kita terprovokator dengan orang-orang yang betul-betul ada dihadapan kita, sebab kadang kita bisa membaca lagat dan maksud dari gerak-geriknya. 

Namun, yang paling bahaya lagi adalah ketika kita terjebak dalam alur permainan media. Awalnya kita membaca, kemudian menyimpulkan dengan seenaknya, atau termakan alur media, terus kita pun membagikan informasi yang belum tentu kebenarannya kepada teman-teman kita. Padahal informasi yang tadi didapatkan perlu ditelaah dan dianalisis, sayangnya menyebar dalam sekejap saja. Yang tadi awalnya bersumber pada satu orang, bisa mencapai puluh ribuan orang dari berbagai media sosial yang ada. 

Contohnya kita sebut saja media jejaring facebook, si A membaca sebuah tulisan yang mengatakan keyakinan atau agama A itu kafir. Dengan pengetahuan seadanya, kita pun menyimpulkan hal yang sama. Karena merasa bahwa kasus ini benar dan tanpa pikir panjang, kita pun membagi informasi ini. Menurut saya pribadi, hal semacam ini sangat salah, terutama apabila informasi yang tersebar tersebut salah. Artinya dosa yang kita tanggung bukan dari diri sendiri, tetapi juga dosa orang yang termakan oleh ulah berbagi informasi yang kita bagikan tadi ikut menjadi tanggung jawab kita. Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati dan lebih jeli melihat permainan media. 

Media itu tidak bertuan, pengguna bisa dimanipuasi. Akun-akun palsu bergentayangan dan menyusup berbagai lini untuk mempengaruhi orang. Tergantung bagaimana kita menanggapi dan membangun diri terhadap nilai-nilai toleransi. Belajar dari pepatah lama “sepandai-pandai menyimpan bangkai, maka akan tercium pula.” Maksud saya jika ada sesuatu yang buruk dan menyimpang, maka semua orang akan tahu nantinya. Jadi selama itu tidak buruk, berarti tidak ada hak kita untuk memberi label pada sebuah paham yang ada.

Permasalahan agama memang menjadi alat nomer satu pemecah persatuan. Apalagi ketika disangkutpautkan antara mayoritas dan minoritas, siapa yang memimpin dan dipimpin, dan siapa dan apa yang dibicarakan. Orang yang tadi memiliki rasa cinta kasih kepada sesama, bisa saja berbalik arah menyerah setelah melihat orang yang dikaguminya berbicara. Lagi-lagi menyebar dan terjebak dalam permainan yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Maka pantas sebuah pepatah arab mengatakan “Jangan lihat siapa yang berbicara, tapi lihatlah apa yang dibicarakannya.” Kalau itu baik, maka patut kita patuhi, sedangkan kalau itu salah sepatutnya pula kita jauhi.

Sekarang memang kita harus peka terhadap pertempuran oleh pihak-pihak tertentu melalui media sosial, atau yang disebut Cyber War. Isu-isu yang diangkat merupakan bola panas yang paling gampang membakar masyarakat, apalagi paling mudah menyerang kalangan awam dan lemah dalam pengetahuan. 

Banyak kasus-kasus yang dimanipulasi guna menebar kebencian dan mendukung pihak-pihak tertentu. Dan nahasnya sebagai pengguna media sosial, kita begitu cepat terprovokasi, bahkan memberikan komentar yang sebetulnya diperlukan berbagai informasi penunjang yang tepat agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Maka dari itu, saat ini, kita tidak bisa lepas dari jeratan informasi yang begitu cepat lalu lalang. Yang A bisa dikatakan B dan begitu sebaliknya, selama apa yang diharapkan bisa tercapai. Dari sini sebagai konsumen informasi atau pengguna media sosial, kita harus mampu memilih dan memilah dengan cerdas kebenaran informasi agar tidak menjadi pihak yang brutal dan sadis.

Bagaimana Dengan Keadaan Indonesia?

Apabila kita melihat dari sudut pandangan penggunaan internet, Indonesia menduduki posisi ke empat tersebar di Asia. Posisi yang terbilang berpengaruhi ini sangat rentan dimana seperti di awal dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki kemajemukan tinggi, terutama dalam hal agama tentunya. Data mengatakan bahwa setiap tahun pengguna internet terus bertambah. Dan sebagian besar pengguna adalah menggunakan smartphone dengan rata-rata umur belasan tahun hingga 40 tahunan. Parahnya lagi adalah smartphone atau telpon genggam merupakan alat yang selalu menemani aktivitas kita sehari-hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun