Mohon tunggu...
Muhammad Burniat
Muhammad Burniat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa filsafat dengan hobi menulis, jalan-jalan dan aktivitas sosial. Menulis adalah cara saya untuk hidup dan berbagi. E-mail: muhammadburniat@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Unlimited Dream: Mak Janda, Bapak Tunanetra, Tapi Saya Akan Terus Bermimpi Belajar ke Amerika

20 Mei 2016   10:47 Diperbarui: 20 Mei 2016   11:24 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada kata tidak mungkin di dalam kamus saya, kecuali hal-hal yang memang sudah menjadi otoritas Tuhan. Bukan berarti saya ingin berlagak sombong, hanya saja yang membuat sesuatu dirasa tidak mungkin adalah diri kita sendiri. Pelajaran hidup dari  kecil dengan penuh kesendirian menjalani hari demi hari untuk menjemput mimpi besar meraih pendidikan setinggi mungkin, adalah guru terbaik yang sudah mendidik saya. Pengalaman, perjalanan spiritual serta arti sebuah semangat menjadi unsur yang melengkapi itu semua. Dari waktu ke waktu, setapak demi setapak dan dijalani dengan penuh kesabaran, saya pun akhirnya menemuai sesuatu yang awalnya tidak mungkin beralih menjadi mungkin. Bahkan orang-orang yang kini mengenal saya mencoba memberikan pujian, karena keberhasilan yang tak disangka-sangka di mata mereka. Sayang, bukan itu yang sebetulnya saya harapkan, melainkan semangat ini bisa tertular pada mereka bahwa tak selamanya kebuntuan, kemelaratan, dan ketidakpastian akan menghalangi keinginan besar kita. Semua itu akan terwujud ketika kita yakin, baik secara niat dan tujuan, kemudian berusaha dengan sungguh-sungguh serta menjalaninya dengan penuh kesabaran yang dilandasi rasa semangat, maka apapun insyallah tercapai.  

Awalnya sebagai anak laki-laki begitu berat atas takdir Tuhan yang harus hidup dengan orangtua yang serba kekurangan. Akan tetapi, lambat laun, saya pun belajar arti sebuah keikhlasan, dan menganggap ini semua adalah anugerah terindah dari Sang Pencipta. Takdir bukan sesuatu yang mesti disesali, melainkan harus dijalani. Kalau saja saya terpuruk dan tidak mengambil tindakan, saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada saat ini. Untung saja, rasa iri kepada anak-anak lain yang bisa sekolah menjadi lokomotif awal yang membangun kesadaran bahwa saya harus bisa menjadi seperti mereka. Perlahan dan semakin berkembangnya pola pikir, saya pun baru menyadari kalau takdir Tuhan tak pernah salah dan buruk bagi hamba-Nya. Di balik itu terdapat nilai dan ajaran yang begitu sangat berharga, yang mungkin tidak bisa didapatkan oleh orang lain. Saya pun begitu bersyukur karena bisa menjadi anak yang benar-benar bisa membanggakan kedua orangtua meskipun dalam keadaan serba kekurangan. Dan saya merasa bangga lahir dari rahim dan sperma orangtua yang mengajari saya arti kehidupan.

Dalam lubuk hati yang paling dalam, ada niatan besar saya yang ingin menebar virus  kepada anak-anak lainnya akan arti penting mempertaruhkan pendidikan di negeri ini. Dan akan lebih bahagia lagi saat mimpi-mimpi yang saya sampaikan pada Tuhan tercapai, yang sekaligus menjadi bekal saya dalam menebar semangat mengejar mimpi besar dalam hidup. Mengajak anak-anak kurang beruntung di berbagai pelosok negeri agar peka kalau hidup tak selamanya di bawah saat kita memperjuangkannya. Lalu, bagaimana saya hidup dengan mimpi-mimpi saya?

Mustahil bisa sekolah!

Dulu waktu kecil, saya berpikir sangat tidak mungkin bisa sekolah. Ibu saya hanya seorang buruh tani di kampung dan sudah menjanda dua kali sebelumnya. Sedangkan bapak saya penyandang tunanetra, tunawicara dan tunarungu. Ibu saya harus menjanda ketiga kalinya setelah keduanya berpisah karena harus mampu mempertahankan hidupnya masing-masing (Panjang ceritanya kalau saya ceritakan di sini, mungkin bisa mencapai puluhan halaman, He-he). Singkatnya, bapak tinggal bersama kakak-kakaknya yang terbilang mampu di kota, sementara emak harus mengurus keempat anaknya di kampung, termasuk saya. Dari pernikahan emak dan bapak, lahir dua anak laki-laki, yakni saya dan adik saya. Sejak itu saya pun berpikir kalau sekolah adalah sesuatu yang mustahil bisa diwujudkan. Mana lagi kedua kakak dan keluarga dari emak tak ada satu pun yang mengenyam bangku sekolah. Kalau kata emak “jangankan sekolah, makan saja susah”. Tak bisa dipungkiri jika ada saja pola pikir yang sudah mendarah daging akan menjangkit para generasinya. 

Dok. https://adistiarprayoga.files.wordpress.com
Dok. https://adistiarprayoga.files.wordpress.com
Perjalanan saya menempuh pendidikan di negeri ini pun begitu panjang serta menemui berbagai halangan dan rintangan. Lagi,-lagi kalau saya cerita pun akan membutuhkan banyak lembaran; mulai dari masuk panti asuhan, kemudian keluar karena terjadi kasus kekerasan kepada saya. Setelah keluar saya harus berusaha sendiri untuk sekolah dengan menjadi pemulung, penjual kantong plastik di pasar, dan bahkan tukang sapu sekolah. Sedangkan untuk bisa sekolah di bangku SMP saya menjadi pembantu hingga tiga tahun agar bisa memenuhi kebutuhan sekolah. Nasib tetap berlanjut, masuk SMA saya pun bekerja sebagai tukang cuci kendaraan; motor, mobil, truk, bus dan transportasi berat lainnya selama 3 tahun. Dan saat kuliah, alhamdulilah Tuhan memberikan hadiah pertama atas usaha saya selama ini yaitu mendapatkan beasiswa penuh dari salah satu universitas swasta di Jakarta.

Segalanya akan saya lakukan untuk mengejar pendidikan setinggi mungkin selagi itu baik. Sebab saya yakin ketika tak ada satu orang pun yang peduli terhadap diri kita, maka diri kita lah yang harus membuat orang lain tahu ada kita. Artinya perjuangan dan semangat akan menjadi tolok ukur bagi orang lain bagaimana mereka hendak membantu, begitu sebaliknya dengan Tuhan. Jadi apa yang mesti kita dustakan di dunia ini, kecuali mensyukuri semuanya dan menjalani apa yang ada sekaligus tetap berusaha mengejar apa yang dinginkan. Betul kata Tuha “ Tuhan tidak akan mengubah nasib hamba-Nya, kecuali hamba-Nya itu sendiri”. So, what should you do?

Apa yang membuat saya bisa menjalani semua itu? YaMimpi besar saya. Unlimited Dream adalah sikap dimana kita benar-benar hidup dalam mimpi tersebut dan tidak akan pernah berpikir untuk menguburnya. Dari mimpi saya ialah bisa sekolah sampai SMA, dan setelah SMA saya bermimpi untuk kuliah dan di dunia kuliah saya bermimpi untuk ke sana kemari. Memang begitu menganggap istilah Unlimited dream sebagai sikap dan kekokohan seorang menjemput apa yang diimpikannya. Cara sesungguhnya adalah kita berusaha keras dan akan melakukan sebaik mungkin agar hal tersebut tercapai, tentu dengan perjuangan keras diiringi kesabaran pula. Dan satu lagi, bahwa apa yang kita lakukan adalah bukan semata-mata untuk diri sendiri, melainkan bekal untuk mengajak orang lain agar ikut serta dalam barisan keberhasilan tersebut.

Menyerah Adalah Dosa Besar, Mimpi Besar Adalah Hak

Sudah dua kali program pendidikan di Amerika gagal saya ikuti. Program pertama Hansen Summer Institute untuk program Leadership and International Cooperation. Dan program kedua Global UGRAD Program. Dan dua kegagalan tersebut tidak pernah menghentikan langkah saya, bahkan saya tidak pernah peduli dengan kegagalan. Bagi saya pribadi, kegagalan hanya sebagai hiburan agar kita terus ingat siapa diri kita. Tentu dalam hal ini kegagalan menjadi mediasi agar kita selalu intropeksi diri, namun juga tidak larut dalam sikap introspeksi itu. Artinya sadari kekurangan, tetapi bukan berarti menjadikannya ketakutan dan keraguan buat langkah selanjutnya. Itu sebabnya, saya tetap saja mencoba dan terus mencoba meskipun dalam diri saya masih banyak kekurangan. Saat ini saya sudah mengirimkan aplikasi untuk program YSEALI Academic Fellows Program 2016. Lagi-lagi saya ingin terus mewujudkan mimpi saya. Tak terlalu peduli dengan hasil, kecuali terus berjuang dan memasang jaring sebanyak mungkin. Saya yakin akan ada waktunya sesuatu itu menuai hasil, asalkan tidak pernah menyerah dengan segala kegagalan yang ada. 

Perjuangan saya mewujudkan mimpi-mimpi besar. Kegagalan yang tetap saya kenang. Dok. Pribadi
Perjuangan saya mewujudkan mimpi-mimpi besar. Kegagalan yang tetap saya kenang. Dok. Pribadi
Saya nikmati semua proses yang ada. Terus menebar jaring agar mencari kesempatan lain untuk mewujudkan impian-impian besar saya. Dari 2 tahun lalu hingga kini, impian saya untuk ke Amerika tetap selalu hidup. Saya benar-benar menjadi pemburu beasiswa. Berkumpul dan bertanya-tanya kepada mahasiswa  yang sudah lebih dulu menginjakan kaki di Amerika. Jujur saja, karena kena virus mereka, setelah lulus kuliah saya sudah berniat akan melanjutkan pendidikan di negeri Paman Sam dengan jurusan Jurnalistik. Kadang kalau ada teman-teman yang bertanya "bagaimana caranya bisa ke Amerika?, Dengan percaya diri saya menjawab “apa yang mustahil saat ini? Semua kesempatan ada untuk belajar keluar negeri, tergantung kita mau menjemput kesempatan itu atau tidak”. Sekiranya begitu cara saya menjawab agar teman-teman saya juga memiliki kepercayaan akan mimpi mereka, serta tidak memandang mimpi besar orang lain adalah sebuah ketidakpastian, melainkan merubahkan menjadi sesuatu yang pasti. So, break the limits and grasp your dreams.

Bonus dari Tuhan Bagi Yang Terus Berusaha

Meskipun sampai detik ini saya belum meraih apa yang saya impikan yakni belajar di Benua Amerika. Namun dua negara asia sudah saya jejaki. Ya, awalnya saya tidak pernah menyangka akan bisa berada di Thailan dan Singapura dalam jarak waktu satu bulan dalam kegiatan Youth Leadership Program. Dan lebih bersyukur lagi karena tanpa harus mengeluarkan biaya sepersen pun dari kantong saya pribadi. Dan saya rasa itu mustahil uang pribadi dengan posisi saya yang masih belum bekerja. He-he

13177391-1092848177439355-6118805161685738299-n-573e809b63afbda6042e14bd.jpg
13177391-1092848177439355-6118805161685738299-n-573e809b63afbda6042e14bd.jpg
Proses demi proses dan pengalaman-pengalaman menarik pun terekam dalam ingatan saya. Bahkan saya berpikir bahwa Tuhan sengaja memberikan impian saya secara bertahap. Ingat pada masa lalu dimana dari kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP) saya sudah memimpikan akan mengelilingi dunia suatu hari nanti. Dan dari mimpi itu saya ingin mengawalinya dari tahapan demi tahapan. Sebab saya sadar diri kalau saya bukan orang berkecupan untuk melompat dari satu tempat ke tempat lain dengan begitu tinggi. Dari kampung saya bisa ke Jakarta, lalu dari Jakarta bisa ke beberapa provinsi besar di Indonesia, dan terakhir saya bisa melancong ke negara asia. Dan sampai detik ini saya berpikir dan menanti ada tingkat berikutnya yang bisa saya raih di antara negara impian saya, terutama Amerika suatu saat nanti.

12440218-1057123897678450-1212810605848420770-o-573e80c3af7a61a804551304.jpg
12440218-1057123897678450-1212810605848420770-o-573e80c3af7a61a804551304.jpg
Saya memang buka tipe orang yang takut akan cita-cita yang tinggi, sebab ajaran hidup lah yang mendidik saya untuk berani melakukan demikian. Dalam diri saya hanya bermodalkan semangat, keberanian, dan cita-cita ingin mengajak orang lain merasakan pada posisi yang sama. Saya begitu bahagia dan sangat berharap dari kompetisi ini, saya bisa membagikan cerita saya bahkan menularkan hal-hal positif ke anak-anak bangsa yang kurang beruntung untuk tidak berhenti mengejar impian, teutama menganggap remeh pendidikan. Pendidikan adalah harga mati dan karena pendidikan lah ada pintu masuk yang tidak akan didapatkan oleh setiap orang. Cita-cita ingin berbagi dan mengajak anak-anak yang berekonomi sama sudah dari sejak dulu, hanya saja saya tidak memiliki media dan pendukung yang memadai. Saya berharap dari tulisan singkat ini, banyak orang yang bersyukur atas apa yang didapatkan dalam hidupnya. Dan bagi yang kurang beruntung, tetap semangat dan PASTI BISA!

Ada banyak cerita yang ingin saya rangkum dalam tulisan ini, namun saya tidak ingin membuat pembaca kaget dengan tulisan yang begitu banyak sehingga tak ada hasrat untuk membacanya. Yang pasti, tidak cukup halaman ini untuk menuliskan kisah dan perjuangan saya memperjuangan mimpi saya untuk meraih pendidikan setinggi mungkin dalam hidup. Saya tidak pernah menyesali tinggal di negeri ibu pertiwi dengan masalah pendidikan saya hadai. Malah saya bangga sebab ada banyak pelajaran menariknan menantang untuk saya cerita kepada generasi saya nantinya. 

Jakarta, 20 Mei 2016

Anak Kampung Yang selalu haus pendidikan dan dunia luar

Muhammad Burniat

Silakan membaca tulisan saya mengenai mimpi besar

Your Dreams is Your World: Mengubah Mindset Berpikir Menjadi Pemimpi Besar yang Bertanggung Jawab

No Excuses Untuk Tidak Hidup Sukses: Belajar Dari Keyle Maynard 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun